Bab 13

64.1K 5K 88
                                    

Ayok! Jangan lupa ritual wajib sebelum baca. Apa? Iyaks! Tekan bintangnya dulu.
😂😂😂






"Sekian untuk rapat hari ini. Silakan kembali ke kelas masing-masing!"

Satu demi satu anggota tim inti eskul marching band meninggalkan ruangan eskul. Mengingat sebentar lagi jam kosong mereka akan segera berakhir. Sebab, agenda rapat para guru yang juga sudah selesai.

Dalam ruangan bernuansa cream dan maroon itu kini tersisa Satriya serta Kara. Di bangku paling belakang cewek itu tampak duduk dengan bahu merosot, lemah. Ekspresinya pun terlihat begitu keruh. Seolah-olah menjelaskan suasana hatinya selepas rapat eskul usai.

Satriya perlahan mendekat setelah memberesi kertas-kertas di meja paling depan. Ia lantas duduk di depan Kara yang kini mencoba tersenyum kala beradu tatap dengan Satriya.

"Jangan sedih, Ra. Masih ada kesempatan lagi dilain waktu," ujar Satriya, menghibur Kara.

"Aku nggak sedih, kok, Kak. Cuma ...."

Kara menggantungkan kalimatnya. Tidak bisa lagi berpura-pura seakan dirinya baik-baik saja setelah posisinya sebagai mayoret harus diganti oleh anggota lain. Sebab, kakinya yang cidera dan tak memungkinkan untuk ikut lomba.

"Anggap aja ini adalah waktu istirahat kamu. Selama ini, kan, kamu selalu jadi mayoret, ikut lomba terus-menerus. Mungkin, sekarang emang waktunya buat kamu istirahat, ambil napas dulu. Nanti kalo udah baikan baru kamu kejar lagi posisi mayoret itu," tutur Satriya panjang lebar.

Ah, mata Kara jadi berkaca-kaca cuma karena mendengar penuturan Satriya serta pembawaannya yang begitu lembut. Tatapan hangat dari cowok itu juga berhasil menghantarkan rasa nyaman serta aman untuk Kara.

Seandainya saja Kara punya kakak seperti Satriya mungkin, hari-harinya akan terasa lebih hangat. Rumahnya yang sepi juga akan berubah jadi lebih hidup dengan adanya sosok seperti Satriya, bukan?

"Kara?"

"Huh?"

Satriya tersenyum, lalu menepuk puncak kepala Kara dengan lembut.

"Yuk, keluar! Bentar lagi jam pelajaran dimulai," ajak Satriya.

"Oke, Kak," jawab Kara, lalu berdiri.

Hari ini Kara masih belum memakai sepatu. Sebab, perbannya masih belum dilepas karena luka di kakinya juga belum sepenuhnya kering. Bahkan, terkadang ngilu dan nyeri masih menyerang kaki Kara secara tiba-tiba. Akibatnya, ke manapun ia ingin beranjak pasti akan membutuhkan bantuan dari seseorang. Lantas, kali ini Satriya jadi salah satu orang yang sudi membantunya berjalan setelah Olin, Rengga serta Naresh.

"Kak Satriya langsung ke kelas aja. Aku bisa jalan sendiri, kok," ungkap Kara begitu tiba di luar ruang eskul.

"Nggak apa-apa, Ra. Aku bisa antar kamu sekalian ke kelas," sahut Satriya, masih dengan suara lembutnya.

"Nggak usah, Kak. Lagian kalo harus antar aku, kan, jadinya Kak Satriya harus muter buat ke kelas," tolak Kara.

Napas Satriya terhela pelan kala lagi-lagi Kara berusaha menolak niatnya.

"Ra, aku bi--"

"Askara!"

Ucapan Satriya menggantung di udara. Hingga akhirnya tak terselesaikan sebab kedatangan Naresh serta Rengga.

Dua cowok yang sudah seperti anak kembar itu menghampiri Kara. Lantas, seperti yang sudah-sudah, Naresh akan menunjukkan tanduk iblisnya ketika berhadapan dengan Satriya.

Cowok bersurai hitam itupun menyingkirkan tangan Satriya yang semula berada di bahu Kara. Lalu, ia beralih merangkul bahu Kara terlampau posesif.

"Udah selesai, kan?" tanya Naresh.

Possesive PlayboyWhere stories live. Discover now