Bab 37

54.6K 4.4K 143
                                    


Mentari sudah sepenuhnya ditelan cakrawala. Kini, gelapnya malam pun menyapa. Sejenak, mengingatkan orang-orang bahwa waktu untuk beristirahat telah tiba.
Tetapi, bukannya beristirahat Naresh justru berdiri di depan rumah dua lantai itu. Di hadapannya ada sang pemilik rumah yakni Yuna. Sinar lampu yang menyorot pun sedikit membantu mereka agar dapat melihat satu sama lain.

"Mau ngomong apa?" tanya Naresh.

Dua tangan Naresh terangkum dalam saku celana seragamnya. Memberi gestur bahwa dia sedang menunggu hal apa yang ingin dikatakan oleh Yuna. Namun, hingga sekian detik berlalu Yuna tak kunjung bicara. Hanya sorot sendu yang terpancar di mata Yuna dan jadi satu-satunya hal yang Naresh sadari.

"Na, lo mau ngomong apa? Cepetan. Gue masih ada janji setelah ini," desak Naresh.

"Janji? Sama siapa? Kara?" tebak Yuna dengan nada dan raut wajah miris.

"Itu bukan urusan lo. Jadi, lo mau ngomong apa?"

Jika tadi Yuna diam, maka sekarang cewek itu tertawa. Bukan tawa bahagia melainkan tawa yang terdengar meremehkan.

"Resh, aku benar-benar bego, ya," ungkap Yuna.

Senyum getir terpatri jelas di bibirnya.

"Maksud lo apa?"

Wajah Yuna berpaling ke samping kiri. Bermaksud menghindari tatapan Naresh yang tajam dan penuh rasa penasaran.

"Bisa-bisanya aku berharap kita bisa balik kayak dulu lagi. Bisa-bisanya aku berharap kita beneran pacaran. Padahal, aku tau kamu mau pura-pura jadi pacar aku cuma untuk bikin Kara cemburu," jelas Yuna panjang lebar.

"Na, jangan bikin semua jadi makin rumit," cegah Naresh.

"Apanya, Resh? Aku cuma ngungkapin perasaan aku. Aku cuma mau kamu tau kalo selama ini aku masih sayang sama kamu," sanggah Yuna.

Perlahan, Naresh mengikis jarak di antara mereka. Kedua tangannya meraih bahu sempit Yuna. Ia juga sedikit mencengkeram bahu cewek bermata bulat itu.

Ada raut kesal bercampur frustrasi yang kini mendominasi wajah lelah Naresh.

"Lo tau jawaban gue, Na," kata Naresh dengan sungguh-sungguh.

"Iya. Tapi, kamu udah janji untuk terus di samping aku, Resh. Kenapa sekarang tiba-tiba kamu bilang ke orang-orang kalo kita nggak pacaran? Kamu mau ninggalin aku? Kamu mau ingkar janji?"

"Janji gue adalah tinggal di samping lo sebagai teman bukan sebagai pacar. Gue akan ada di samping lo dan jadi tempat lo cerita apapun soal masalah lo. Gue lakuin semua itu ... juga karena Kara," tandas Naresh.

Nyatanya Naresh memang melakukan hal itu karena Kara. Naresh belajar dari apa yang selama ini Kara lakukan. Disaat ia terpuruk dan butuh seseorang untuk membantunya tetap waras, Kara ada di sana, di sampingnya. Cewek itu membuat Naresh mengerti bahwa seseorang yang putus asa tak seharusnya ditinggalkan.

"Yang gue lakuin saat ini ... adalah apa yang dulu Kara lakuin ke gue, Na," lirih Naresh.

Air mata sudah berlinangan. Membasahi wajah putih Yuna. Membiaskan luka dan kecewa karena harapannya yang dipatahkan oleh realita. Ternyata, berusaha menjadi pemilik hati dari seseorang yang begitu dicinta tak semudah dikata. Hari ini Naresh telah menunjukkannya.

Isakan pelan terdengar bersama dua tangan Naresh yang perlahan menjauh dari bahu Yuna.

"Resh ... perasaan aku masih sama. Aku ma--"

"Gue nggak pernah bisa jatuh cinta sama cewek manapun selain Kara," tukas Naresh.

"Kenapa? Kamu bisa coba dulu, Resh. Lagi pula dulu kita juga pernah paca--"

Possesive PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang