Bab 8

69.6K 5K 134
                                    


Di penghujung hari matahari tampak sudah mulai condong ke barat. Bersiap menenggelamkan diri dalam cakrawala. Namun, belum juga ada tanda-tanda bahwa sesi latihan eskul marching band akan segera selesai.

Di tengah lapangan tim inti yang akan mengikuti lomba tampak masih sibuk berlatih. Membentuk irama-irama yang cukup konsisten dan menyapa telinga dengan indah. Padahal, ini baru kali ke-3 mereka latihan. Sedangkan, di sisi lapangan sebelah kanan dua mayoret andalan SMA Ganesha juga tengah berlatih dengan giat. Berbagai gerakan dan atraksi pun sudah mereka peragakan. Tentu saja hasilnya nyaris sempurna. Walau terkadang Kara masih sedikit keteteran dan berakhir merelakan kepalanya terhantam tongkat.

Di tepi lapangan ada sosok lain yang menjelma jadi pengawas dadakan. Mata elangnya pun tak absen melabuhkan pandang pada sosok bersurai blonde yang tengah mengasah gerakannya. Ingin tau siapa pengawas dadakan itu? Ya, siapa lagi jika bukan Naresh?

Keberadaan Naresh di sana juga berhasil mencuri sebagian fokus para anggota eskul marching band. Mereka  -terutama para siswi- tentu tak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk menatap Naresh, memanjakan mata mereka dengan wajah tampan nyaris sempurna seorang Nareshta.

Hanya dalam balutan seragam putih abu-abu berpadu dengan jaket kulit hitam serta rambut hitam under cut, sosok Naresh telah berhasil menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian. Jangan lupakan hidungnya yang mancung serta sorot matanya yang selalu tajam nyaris penuh intimidasi. Semua itu benar-benar menambah pesona seorang Nareshta.

Naresh duduk di tepi lapangan. Dengan tubuh condong ke depan dan tangan yang saling bertaut. Iris pekatnya terus menjadikan Kara sebagai fokus utamanya. Hingga tak lama cewek itupun mendekat. Pertanda latihan telah usai.

Peluh tampak menghias wajah cantik Kara. Sorot lelah pun terpancar jelas pada mata cokelatnya.

Dengan langkah super lemas ia pun menghampiri Naresh. Mendudukkan diri di samping Naresh yang masih betah diam dan hanya memperhatikan Kara.

Tiba-tiba Kara menengadahkan tangannya. Seolah tengah meminta sesuatu pada Naresh.

"Apa?" tanya Naresh disertai alis yang sudah menukik.

"Minum. Mana?"

"Lo pikir gue--"

"Kak Naresh?"

Ucapan cowok itu menggantung di udara. Penyebabnya? Tentu saja kehadiran dari sosok yang beberapa hari ini gencar sekali mengejarnya. Selalu muncul tiba-tiba dan berhasil membuat Naresh mulai muak.

"Kak Naresh masih marah sama Angel? Kapan bakal maafin Angel?"

Ya, benar sekali. Cewek yang kini berdiri di depan Naresh dan Kara itu tak lain ialah Angel.

Naresh menoleh, menampilkan wajah serta tatapan super dinginnya. Sejenak, mampu membuat para anggota marching band yang menyaksikan jadi menahan napas. Agak tertekan dengan aura mencekam yang Naresh tularkan.

"Lo tolol atau gimana? Gue bilang ... kita putus. Masih kurang jelas?" desis Naresh.

"Nggak. Aku tau Kak Naresh nggak serius mutusin aku. Aku tau ... Kak Naresh masih sayang sama aku," bantah Angel.

Suara Angel sudah mulai serak karena menahan tangis. Matanya pun tampak berkaca-kaca.

Menyaksikan kondisi Angel, Kara tentu merasa tak tega. Ia bahkan sudah beberapa kali menyenggol lengan Naresh. Mencoba memberi isyarat agar Naresh tak bersikap terlalu kejam pada mantannya yang satu itu.

"Kak Naresh sendiri yang bilang kalo Kakak sayang sama aku," kata Angel.

Kemudian, Angel menyodorkan satu botol minuman pada Naresh. Bibirnya pun tersenyum manis meski hatinya sudah tentu menangis. Siapa yang tidak akan menangis jika diperlakukan seperti itu?

Possesive PlayboyHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin