Bab 84 END

58.4K 3.3K 105
                                    

Kertas berlogo rumah sakit Medika itu kembali Naresh lipat dan ia masukkan ke dalam saku jaket.

Setelah itu, Naresh mendudukkan diri di tepi kasur. Ia termenung memikirkan nasibnya. Memikirkan usianya yang tidak akan lama lagi.

Jika ia pergi apa yang akan terjadi pada Kara? Siapa yang akan menjaga Kara? Sementara selama ini mereka tumbuh bersama dan selalu menjaga satu sama lain.

Saat asyik melamun tiba-tiba ponsel Naresh berdering. Senyum sumringah menghias bibir pucatnya kala melihat pesan singkat dari mama Kara.

Tante Hilda:
Tante udah di Jakarta.
Kamu mau ngomong apa?
Kita ketemuan sekarang atau nanti?

Cepat-cepat Naresh membalas pesan Hilda serta mengirimkan alamat lokasi pertemuan mereka.

"Cuma ini yang bisa aku lakuin untuk kamu, Ra."

Naresh bermonolog sendu sebelum akhirnya bergegas menuju lokasi pertemuannya dengan Hilda.

***

Beberapa kali wajah Naresh menoleh ke arah pintu saat dirasa ada orang yang memasuki kafe. Lalu, saat tahu orang itu bukanlah Hilda, Naresh pun menghela napas, kecewa. Pikirannya pun mulai berandai-andai, berprasangka bahwa mungkin saja Hilda tidak akan datang.

Sekali lagi, Naresh menoleh ke arah pintu karena ada orang yang memasuki kafe. Kali ini ia tersenyum lega saat melihat seorang wanita usia akhir 30-an dengan penampilan formal, rambut hitam pendek, serta kacamata minus yang bertengger di hidung.

Wanita itu berhenti tepat di depan Naresh.

Naresh berdiri pun mencium tangan wanita yang tak lain ialah mama Kara.

"Apa kabar, Tante?" tanya Naresh saat keduanya sudah duduk.

"Baik. Jadi, mau ngomong apa?"

Hilda terlihat acuh tak acuh. Ia juga sedikit tak rela ketika harus memberikan waktunya untuk menemui Naresh. Sebab ia baru kembali dari Eropa. Kepulangannya bahkan tak diketahui oleh Kara.

"Tante ...." Naresh menyatukan dua tangannya di atas meja. " ... saya tau ini bukan urusan saya. Saya tau ... sikap saya mungkin lancang, tapi ...."

Alis kanan Hilda terangkat. Matanya menatap skeptis pada Naresh.

"Tapi apa?" selidik Hilda.

"Tapi, apa bisa Tante pertimbangkan lagi keputusan Tante untuk berpisah dengan om Bambang," terang Naresh.

"Maksud kamu ap--"

"Saya nggak mau ninggalin Kara sendirian, Tante," potong Naresh.

Lalu, cowok itu menyerahkan surat vonis dokter yang tadi sempat ia jadikan bahan renungan.

"Ini apa?" tanya Hilda.

Wanita itu meraih kertas di depannya. Netra yang terbingkai kacamata minus itupun kini membaca dengan seksama isi dari kertas itu.

"Hidup saya nggak akan lama lagi, Tante. Tapi ... saya nggak bisa kalo harus biarin Kara sendirian. Selama ini Kara selalu bilang sama saya kalo dia kangen sama om dan tante. Kara kangen suasana rumah yang hangat karena keberadaan om dan tante."

Possesive PlayboyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora