Bab 42

51.1K 3.8K 225
                                    


"Jadi? Ada yang mau lo ceritain?"

Wajah yang semula tertunduk lesu itu tiba-tiba terangkat. Bibirnya masih terkatup rapat. Seakan enggan membuka suara dan menceritakan hal apa yang baru didengarnya beberapa jam lalu.

"Lo ada masalah apa, Ra?"

Cowok berkulit agak tan yang biasanya hobi merusuh itu mendadak jadi sangat kalem. Sepertinya, dia sadar kalau sekarang situasi sedang tak terlalu baik.
Sementara, satu cewek dengan mata sipit itu langsung mendesah gusar. Ia memalingkan wajah ke arah Yere.

"Dari mukanya juga udah keliatan kalo Kara emang lagi ada masalah. Lo buta atau gimana?" semprot Olin.

Yere tentu naik pitam.

"Heh! Gue nanya baik-baik. Lagian gu--"

"Kalo lo berdua ribut terus gimana Kara bisa cerita?" tegur Rengga sebagai satu-satunya manusia waras di sana.

Teguran Rengga rupanya membuahkan hasil. Baik Olin maupun Yere, kini sama-sama diam. Walau lirikan penuh dendam masih terjadi di antara mereka.

"Jadi, lo kenapa, Ra?" tanya Rengga seraya mendorong lemon tea milik Kara agar lebih dekat dengan cewek itu.

Detik itu, Kara tak segera menjawab. Ia masih betah bungkam. Sikap Kara membuat Rengga, Olin, dan Yere jadi dirundung resah dan khawatir. Mereka sudah lama tidak nongkrong bersama. Sekalinya nongkrong salah satu dari mereka justru sedang mengalami hal pelik.

"Ra, Yuna ngomong apa, sih, sama lo sampai-sampai lo jadi segalau ini?" tanya Olin, gemas.

Sejak tadi bibir Olin memang sudah gatal ingin menyeret si drama queen Yuna ke dalam obrolan mereka.

"Yuna? Yuna ngapain?" tanya Yere, heran.

"Ck! Tadi Yuna dateng ke kelas dan ngajak Kara ngobrol. Tapi, tuh, cewek ngusir gue dengan alasan dia mau ngobrol tentang hal pribadi sama Kara," papar Olin.

"Beneran, Ra? Terus Yuna ngomong apa aja sama lo? Dia bikin lo sedih?" cerca Yere.

Dalam sekali lihat wajah Yere tampak jelas dihias raut panik dan khawatir. Lagi pula siapa yang tidak panik ketika mendengar kabar bahwa saudara kembarnya kemungkinan besar baru saja mengganggu orang lain.

"Lo kenapa, sih, Yer? Panik banget kayaknya," ucap Rengga, tiba-tiba.

Rengga yang sedari awal sudah curiga pada Yere pun sekarang jadi semakin curiga. Namun, Yere pandai berdalih.

"Ya, emangnya salah kalo gue panik karena tau temen gue abis ketemu musuh bebuyutannya?" sanggah Yere.

"Gue--"

"Guys, gue ngerasa bersalah banget sama Yuna," sela Kara tiba-tiba.

Perdebatan antara Rengga dan Yere yang nyaris terjadi pun terhenti. Kini, keduanya kompak mematut atensi pada sosok Kara yang masih setia menundukkan wajah. Sementara dua tangannya saling bertaut di atas meja.

"Maksud lo apa, Ra?" tanya Olin.

"Gue benar-benar meras bersalah sama Yuna. Tapi ... gue juga benci sama dia," tandas Kara.

Kara tidak akan bohong. Sekarang dia benar-benar merasa bersalah karena selama ini sudah begitu membenci Yuna, tapi sayang hingga kini rasa benci itu masih tak juga lenyap. Entah bagaimana ia harus mendeskripsikan perasaannya serta anggapannya terhadap Yuna. Ia masih membenci Yuna, tapi ia juga merasa bersalah setelah tahu kemalangan yang dialami Yuna.

"Ra? Askara?"

"Huh?"

"Tadi Yuna ngomong apa aja sama lo? Kenapa lo jadi kek gini?" cerca Olin.

Possesive PlayboyDove le storie prendono vita. Scoprilo ora