Bab 20

55.9K 4.5K 246
                                    


"Nggak sarapan dulu, Den?"

Naresh berbalik guna menatap Bi Mira yang tampak datang dari dapur. Hari ini wanita usia 40 tahun itu sudah kembali bekerja setelah sebelumnya harus pulang ke kampung halaman untuk menghadiri nikahan kerabatnya.

"Enggak, Bi. Udah mau telat," jawab Naresh.

"Mau Bibi bekalin aja?" tawar Bi Mira, masih belum menyerah.

Ujung bibir Naresh menarik seulas senyum tipis.

"Nggak perlu, Bi. Kara pasti udah buatin bekal buat aku," papar Naresh.

Bi Mira ikut tersenyum setelah mendengar nama Kara terucap dari bibir Naresh.

"Oh, iya! Bibi hampir aja lupa," kata Bi Mira.

"Ya, udah. Kalo gitu aku berangkat, Bi," pamit Naresh.

"Iya. Hati-hati, Den. Juki jangan diajak ngebut, ya."

"Kalo itu ... nggak janji, Bi."

Cowok berseragam putih abu-abu itu langsung melenggang keluar. Tujuannya tentu saja garasi rumah, di mana Juki berdiam di sana.

"Juki, mari kita mulai hari ini dengan sedikit pertunjukan," ucap Naresh seraya menuntun si Juki keluar garasi.

Naresh menyalakan mesin si Juki. Lalu, menggeber motor ninja berwarna hitam itu hingga lagi-lagi membuat anjing tetangga menyalak. Bukannya berhenti Naresh justru semakin menggeber si Juki. Anjing tetangga pun makin menyalak bersama pemiliknya yang sudah teriak-teriak protes.

"Berisik!"

Senyum menyebalkan kini terpatri di bibir Naresh saat lagi-lagi mendengar teriakan dari tetangga sebelah rumah.

"Sori, Bang. Lagi tes kriuk!" seru Naresh dengan asal.

Setelah bosan mencipta keributan, Naresh pun melajukan motornya menuju rumah Kara. Seperti biasa rumah dua lantai itu terlihat sepi.

Naresh meletakkan helm yang semula ia kalungkan di lengan kanannya. Bibirnya sudah terbuka. Siap merapalkan nama Kara dengan suara keras. Tetapi, sebelum hal itu terjadi ponsel dalam saku jaketnya berdering.

Dengan malas Naresh memeriksa benda pipih tersebut. Nama Yuna terpampang jelas di atas layar.

"Ngapain, nih, anak pagi-pagi nelfon?"

Naresh bergumam, lalu mengangkat panggilan dari Yuna.

"Halo? Kenapa, Yun?"

Detik itu juga Kara keluar dengan penampilan yang sudah rapi. Surai hitam panjangnya kini dikuncir kuda sehingga memperlihatkan lehernya yang putih jenjang.

"Resh, mobil aku mogok di tengah jalan. Kamu ... bisa susulin aku, nggak? Aku nggak mau telat. Dari tadi aku udah coba pesan ojol, tapi nggak ada soalnya, kan, lagi jam-jam sibuk."

"Oke. Tunggu bentar."

Panggilan pun diakhiri oleh Naresh.

"Siapa, Resh?" tanya Kara seraya beranjak meraih helm yang terpasang di bagian belakang si Juki.

"Yuna. Mobilnya mogok. Gue harus samperin dia sekarang," jawab Naresh.

Gerakan tangan Kara sontak terhenti. Nama Yuna akhir-akhir ini terdengar seperti mantra yang mengandung kutukan untuk Kara.

"Terus? Gue gimana?"

Sebenarnya, Kara sudah tahu jawaban Naresh. Tapi, dia terlalu bebal dan suka sekali membuat diri sendiri sakit dengan memperjelas apa yang sudah sangat jelas.

Possesive PlayboyWhere stories live. Discover now