Bab 41

52.5K 3.8K 413
                                    


Acara yang ditunggu-tunggu sekaligus dipersiapkan dari jauh-jauh hari akhirnya tiba juga. Gelaran turnamen basket tahunan antar SMA se-Jakarta tahun ini bertempat di SMA Ganesha dan hari ini adalah hari pertama turnamen.

Sejak pagi para guru dan seluruh anggota OSIS sudah sibuk mengurusi jalannya acara. Hingga siang menjelang juga sudah ada beberapa sekolah yang bertanding. Alhasil, lapangan outdoor SMA Ganesha pun tak pernah lengang oleh teriakan serta sorakan dari para suporter masing-masing sekolah.

Tepat pukul 2 siang akhirnya tiba giliran tim basket SMA Ganesha. Pertandingan sudah berjalan selama 20 menit dengan poin unggul pada SMA Ganesha.

"Naresh emang brengsek, tapi harus gue akui dia oke juga kalo soal basket," celetuk Olin yang ikut menonton jalannya pertandingan.

"Nggak ada yang nanya," sahut Kara dengan nada mengejek.

Bola mata Olin berotasi, malas.

"Gue cuma mengungkapkan pendapat, ya," kata Olin.

Lantas, dua detik kemudian cewek itu memilih fokus menyaksikan pertandingan. Bibirnya terus komat-kamit. Seolah-olah sedang membaca mantra agar tim SMA Ganesha mendapatkan kemenangan.

"Ish! Hampir aja!" pekik Olin kala melihat Naresh nyaris mencetak poin, namun ternyata gagal.

"Eh-eh! Ra! Itu larinya cepat banget!! Heeeh!"

"Yes! Masuk!!"

Kali ini Olin mengguncang bahu Kara dengan kekuatan penuh. Alhasil, kepala Kara jadi pusing dibuatnya.

"Yeeeyy! Semangat, Resh! Kamu pasti bisaaa!!"

Teriakan nyaring tiba-tiba terdengar dari samping Kara. Seketika, menghentikan aksi Olin dan sedikit berhasil mencuri atensi Kara.

"Eh, Kara? Olin? Kalian nonton juga?"

"Ya, iyalah. Buta mata lo?"

"Olin."

"Hai, Ra!"

Sudah bisa ditebak, bukan? Satu-satunya cewek berperangai ramah yang justru selalu dapat respon judes dari Olin ialah Yuna.

Entah kenapa sedari dulu Olin begitu benci melihat Yuna. Bagi Olin wajah dan segala hal yang ada pada Yuna itu penuh dengan kepalsuan. Meskipun dia tidak mengenal Yuna dengan baik.

"Lo ngapain pake bawa-bawa papan segala? Apa, tuh, tulisannya? Naresh semangat? Norak banget," hujat Olin.

"Nggak apa-apa. Cuma mau bikin suasana jadi lebih seru aja," jawab Yuna masih dengan nada bicaranya yang terdengar ramah.

Cewek bersurai kecokelatan itu juga tak absen menyunggingkan senyum terbaiknya.

"Ra, kamu nggak bawa papan juga buat kasih semangat ke Naresh?" tanya Yuna.

"Nggak. Lagian yang bertanding bukan cuma Naresh, tapi seluruh tim. Jadi, nggak etis aja kalo cuma Naresh yang disemangatin," jawab Kara dengan bijak.

Tak ingin meladeni Yuna semakin jauh, Kara pun kembali memusatkan perhatiannya pada pertandingan. Ternyata sudah mulai memasuki menit-menit akhir. Menit-menit yang akan menentukan tim mana yang berhasil melaju ke babak berikutnya.

"Gila! Selisihnya tipis banget," ringis Olin.

Perolehan skor kedua tim memang hanya terpaut selisih dua angka.

Suasana pun jadi lebih tegang daripada sebelumnya. Penonton tidak lagi berteriak heboh melainkan diam dengan mata melotot, menatap lamat pada perebutan bola di tengah lapangan. Raut cemas pun sudah menghias sebagian besar wajah para penonton.

Possesive PlayboyWhere stories live. Discover now