Bab 61

39.7K 3.6K 118
                                    

"Akhirnyaaaa!!"

Cowok itu berseru lega begitu memasuki rumah yang sudah seminggu tak dihuni. Ia lantas merebahkan diri di atas sofa. Sedangkan Kara naik ke lantai dua untuk menata beberapa barang milik Naresh.

Tak lama, Kara sudah kembali. Ia duduk di ujung sofa yang sama dengan yang Naresh tempati. Matanya tampak menyipit ke arah Naresh. Seakan-akan tengah mencurigai cowok itu.

"Kenapa, sih, Ra? Masih nggak percaya juga?" tanya Naresh seraya duduk di samping Kara.

"Iya," jawab Kara tanpa ragu.

"Ya, udah. Kalo gitu kita balik ke rumah sakit terus tes lagi," tantang Naresh.

Jadi, mereka berdua sedang membahas hasil tes kesehatan Naresh. Kemarin hasil tesnya sudah keluar dan dokter Nevan juga meminta maaf pada Kara karena ternyata dugaannya salah. Naresh tidak terbukti sakit. Cowok itu dalam keadaan sangat sehat.

"Lo beneran nggak sakit, kan? Lo nggak bohong, kan?" selidik Kara.

"Enggak, Ra. Lo bisa lihat, kan? Gue sehat!" tegas Naresh.

"Lagian kenapa masih nggak percaya, sih? Atau jangan-jangan ... lo emang berharap gue punya penyakit kronis, ya?" tuding Naresh.

Satu pukulan keras berhasil mendarat di punggung Naresh. Jeritan tertahan pun terdengar. Bersama wajah Naresh yang kini memerah.

"Sakit, Ra," keluh Naresh.

"Salah sendiri asal ngomong," sahut Kara.

"Lo tega, ya. Gue baru pulang dari rumah sakit, Ra."

Cowok itu masih memejamkan mata sambil memegangi punggungnya. Ekspresi wajahnya benar-benar menunjukkan bahwa ia memang kesakitan karena ulah Kara.

"Sini!" titah Kara.

Meski kesal ternyata Kara tak cukup tega untuk mengabaikan Naresh.

Paham dengan maksud Kara, Naresh langsung tersenyum. Ia pun kembali merebahkan tubuh dan menggunakan paha Kara sebagai bantal.

"Ada untungnya juga sakit. Jadi, bisa dimanja sama Kara," celetuk Naresh.

"Jadi, mau tiap hari sakit? Biar bisa manja-manjaan sama Kara?"

Suara Tama terdengar begitu pria itu memasuki ruang tamu.

"Ck! Papa ngapain, sih, di sini? Ganggu aja," rajuk Naresh.

Tama melempar koran yang tergeletak di atas meja.

"Anak kurang ajar. Ini rumah Papa, jadi terserah Papa, dong," ucap Tama.

"Jangan kurang ajar sama Om Tama. Kualat tau rasa lo," sambung Kara.

"Dih! Malah sekongkol sama calon mertua," celetuk Naresh.

"Ish! Naresh!" seru Kara.

Ia gemas sekaligus kesal pada cowok berhidung mancung itu.

Tama menggelengkan kepala. Sudah menyerah dengan Naresh yang kadang memang sangat menyebalkan itu.

"Ya, udah. Om mau ke atas dulu. Kalo Naresh bikin repot kamu lelepin di kolam renang aja," ujar Tama.

"Siap, Om!" seru Kara.

"Papa durhaka!" seru Naresh.

Lagi-lagi Tama melemparkan koran dan tepat mengenai wajah Naresh.

Naresh menyingkirkan koran tersebut sambil komat-kamit, berdumel tak jelas.

"Nggak usah sok ngambek," tutur Kara.

Seketika, Naresh berhenti berdumel. Bukan karena kata-kata Kara melainkan karena usapan lembut yang Kara berikan pada helai hitam legamnya.

Possesive PlayboyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora