Bab 21

54.7K 4.2K 278
                                    


Kantin SMA Ganesha siang ini terlihat begitu ramai. Saking ramainya Kara yang baru menginjakkan kaki di sana pun langsung hilang selera.

Tak peduli seberapa jauh matanya memandang yang ada di sana hanya lautan manusia. Bangku-bangku kantin pun sudah hampir penuh. Hanya tersisa satu atau dua bangku dan itupun harus berbagi dengan gerombolan siswa dari kelas lain.

"Ck!" decak Kara.

"Rame banget, ya, Ra ...," keluh Olin.

Cewek itu mengerucutkan bibir. Sepertinya, dia juga hilang selera begitu melihat lautan manusia di kantin SMA Ganesha.

"Woi! Minggir, dong!"

Kara dan Olin berjengit kaget saat salah seorang cowok dari kelas 12 lewat di depan pintu dan menegur mereka dengan nada sengaknya. Refleks, mereka pun langsung menepikan tubuh. Tak mau ambil risiko kena tegur lagi karena menghalangi pintu kantin.

"Gimana, Ra? Mau makan di sini atau keluar aja?" tanya Olin.

"Kalo keluar juga nggak bisa, Lin. Lo lupa ketatnya satpam sini?" sahut Kara.

Olin berdecak pelan. Baru ingat kalau satpam SMA Ganesha bernama pak Barjo itu memang satpam yang ketat, kaku, dan kolot. Beliau bahkan tak bisa disogok dengan rokok atau uang oleh para siswa yang hobi membolos atau sekedar ingin cari makan di luar sekolah. Benar-benar menyebalkan.

"Terus? Kita makan disi--itu tiga kecebong!" pekik Olin saat melihat salah satu meja kantin yang dihuni oleh Naresh, Rengga, dan Yere.

Netra Kara langsung tertuju pada arah telunjuk Olin. Dapat ia lihat sosok Naresh yang duduk bersama Yuna. Di depan cowok itu ada Rengga dan Yere yang tengah sibuk dengan makanan masing-masing.

"Ck! Kok mereka nggak ngajak, sih? Nyebelin banget," gerutu Olin.

Biasanya tiga kecebong selalu mendatangi kelas mereka untuk ke kantin bersama. Tapi, hari ini mereka justru ditinggal. Salah satu alasan mereka baru ke kantin juga karena tadi menunggu tiga kecebong datang. Tapi, ternyata yang ditunggu sudah di kantin.

"Lin, gue males. Mau balik ke kelas aja," kata Kara.

Mood-nya memang sudah jelek dan semakin jelek saat melihat Naresh bersama Yuna, lagi.

"Eh, Ra!"

"Kara! Tapi gue lapar, Ra!"

Ocehan Olin sama sekali tak digubris oleh Kara. Telinganya seolah tuli hingga membuat kaki kecilnya terus melangkah, meninggalkan area kantin yang begitu ramai. Sedangkan, Olin masih berada di posisinya. Ia menatap punggung Kara yang mulai jauh. Lalu, beralih pada meja kantin tempat tiga kecebong berada bersama Yuna.

"Dasar! Parasit," desis Olin, lalu menghampiri empat orang tersebut.

Tanpa pikir panjang Olin duduk di samping Yere. Ia sengaja menyenggol siku Yere yang kala itu hendak menyuap bakso ke dalam mulut. Alhasil, bakso yang nyaris masuk mulut cowok itupun jatuh, menggelinding di lantai kantin.

"Astaghfirullah! Pentolku!" pekik Yere histeris.

"Apa? Nggak terima?" pungkas Olin seraya mendelik kesal.

Sambil memasang ekspresi cemberut Yere pun diam. Tak berani mendebat Olin. Lebih baik ia diam daripada jadi sasaran amukan singa betina itu, kan?

Kehadiran Olin sukses mencuri perhatian Naresh, Rengga, juga Yuna.

Rengga meraih es teh di depannya, lalu meneguknya sedikit.

"Kara mana?" tanya Rengga.

"Di kelas," jawab Olin, cuek.

Possesive PlayboyWhere stories live. Discover now