Bab 55

45.9K 3.8K 848
                                    


Waktu telah menginjak tengah malam, tapi Yuna belum juga tidur. Rongga kepalanya, kini dihuni oleh kemelut yang terus-menerus datang. Sementara perasaannya selalu waswas dan panik setelah kejadian sore tadi.

"Nggak! Nggak boleh ada yang tau soal perasaan gue ke Kara," gumam Yuna.

Cewek berpiyama pink soft itu mondar-mandir di kamarnya sambil terus menggigiti kuku-kukunya. Tidak heran jika nanti kuku-kuku Yuna akan terkelupas. Saking paniknya ia bahkan tak peduli akan konsekuensi itu.

"Kenapa harus gini, sih?" gerutu Yuna.

Ia ingin sekali menyalahkan seseorang atas rahasianya yang diketahui oleh Naresh. Tapi, siapa yang harus dia salahkan?

"Apa yang harus gue lakuin?"

"Gue harus gimana sekarang?"

"Nggak! Gue nggak mau balik ke tempat itu lagi."

Yuna terus meracau tak karuan. Kedua matanya pun memerah. Pertanda gejolak emosi mulai mempengaruhi dirinya.

Sedikitpun Yuna tak sanggup membayangkan jika harus kembali di kurung dalam ruangan pengap dan dicekoki obat-obatan. Ia sangat takut memikirkan petaka itu akan terulang padanya.

Ia lantas duduk di tepi kasur dan mencoba menenangkan diri. Sesekali netra sembab Yuna menatap pintu kamar. Seakan tengah menunggu seseorang datang. Padahal, sekarang sudah hampir lewat tengah malam.

Namun, tanpa disangka pintu kamar itu benar-benar terbuka. Refleks Yuna langsung berdiri. Raut wajahnya yang sempat tampak panik pun, kini berubah demikian culas. Sepertinya, Yuna sudah sangat ahli dalam hal berkamuflase. Apa lagi jika itu di depan sang saudara kembar, Yere.

"Ngapain nyuruh gue ke sini?"

Yuna menghampiri Yere.

"Lo, kan, yang udah bocorin rahasia gue ke Naresh! Lo yang udah ngirim album foto itu ke Naresh. Iya, kan?!" tuduh Yuna.

Yere mengernyit tak suka tatkala Yuna berucap demikian.

"Lo apa-apaan, sih? Gue nggak tau apa-apa. Jangan asal nuduh!" sanggah Yere.

"Asal nuduh? Gue nggak asal nuduh. Dari awal cuma lo satu-satunya orang yang tau rahasia gue. Lo juga satu-satunya orang yang pengin bongkar rahasi--"

"Kalo rahasia lo ketahuan sama Naresh itu bukan salah gue dan bukan ulah gue juga. Tapi, itu karena kecerobohan lo sendiri. Lagipula lo harusnya juga sadar kalo rahasia lo lama-lama pasti bakal ketahuan. Tolol!"

Rahang Yuna mengetat sempurna kala usai mendengar bagaimana Yere berucap demikian tajam dan menusuk.

"Kalo gitu lo harus bantu gue," cetus Yuna tanpa ragu.

Alhasil, Yere jadi tertawa remeh. Ia tak menyangka akan mendengar kalimat itu dari sang adik kembar yang terkenal egois dan angkuh.

"Gue? Bantu lo? Nggak salah?"

"Lo harus bantu gue untuk singkirin Naresh kecuali lo mau semua orang tau kalo kita saudara. Lo nggak mau itu terjadi, kan? Bukannya lo malu punya saudara kembar yang cacat kek gue?"

"Lo ngancam gue?"

"Iy--"

"Silakan! Bongkar aja. Biar sekalian semua orang tau juga betapa menjijikkannya seorang Yuna," tantang Yere.

"Yereee!!" teriak Yuna frustrasi.

"Berisik!" bentak Yere.

Sejak dulu memang hanya Yere yang selalu berhasil membuatnya kacau dan frustrasi. Bagi Yuna, Yere adalah manusia paling jahat yang pernah dia kenal. Bahkan, papa dan mama mereka pun tak sejahat itu.

Possesive PlayboyOnde histórias criam vida. Descubra agora