Bab 51

44.1K 4.5K 976
                                    


"Ini rumah Yuna?"

Itu adalah pertanyaan pertama Kara begitu netranya berhasil membingkai rumah dua lantai yang memiliki desain hampir mirip dengan rumahnya.

Di sampingnya, Naresh yang tengah melepas helm pun mengangguk.

"Iya. Ini rumah Yuna," kata Naresh.

"Kok sepi banget?"

Kara masih bergumul dengan rasa penasarannya hingga tak sadar jika helm hitam pemberian Naresh masih menghuni kepalanya. Alhasil, Naresh pun dengan senang hati membantu Kara melepas helm itu.

"Dia tinggal sendirian," ujar Naresh seraya melepas kancing helm Kara.

"O-oh, ya? Emang papa sama mamanya ke mana?"

"Katanya udah cerai," jawab Naresh, lalu meletakkan helm Kara di atas motor kesayangannya.

Dengan telaten Naresh merapikan tatanan rambut Kara yang agak kusut karena tergesek oleh helm.

Perlakuan Naresh yang demikian telah berhasil membuat Kara tak mampu untuk menahan senyumnya. Dulu, Naresh juga sering bersikap seperhatian ini padanya. Namun, rasanya jelas berbeda dengan sekarang. Sebab, dulu Naresh melakukan hal itu dengan dalih kasih sayang antar sahabat. Sementara sekarang? Mengingat niat Naresh sekarang Kara jadi makin berdebar.

"Mau masuk sekarang?" tanya Naresh.

"H-huh? Ayo," jawab Kara agak gelagapan.

"Yuk!" sahut Naresh sembari menggandeng tangan Kara.

Bibir Kara rasanya berkedut. Tak tahan untuk terus tersenyum. Dalam hati ia juga mengutuk Naresh karena terus menerus membuat jantungnya berdebar.

Tiba di depan pintu Naresh langsung mengetuknya beberapa kali. Tak lama, pintu dibuka dari dalam. Sosok Yuna dengan senyum cerah di wajah menyambut mereka.

"Naresh, Kara? Masuk!" seru Yuna penuh antusias.

"H-hai!" sapa Kara dengan canggung.

"Masuk, yuk! Makanannya udah siap," ajak Yuna.

Kara menatap Naresh sejenak, lalu mereka masuk dan langsung menuju meja makan. Suasana rumah yang begitu sunyi sedikit mengingatkan Kara pada rumahnya. Sekarang Kara jadi berpikir bahwa dalam beberapa hal Yuna bernasib sama dengannya.

"Duduk!" pinta Yuna.

Naresh dan Kara duduk bersebelahan sementara Yuna berada di depan Kara. Di atas meja sudah ada beberapa hidangan untuk makan malam mereka.

"Aku nggak bisa masak, Ra. Jadi, cuma ini menu makan malamnya," sesal Yuna.

"Nggak apa-apa. Gue juga nggak begitu bisa masak," hibur Kara.

"Tapi, masakan kamu selalu enak, tuh," celetuk Naresh.

Sorot mata Kara berubah penuh sanksi saat mendengar cara bicara Naresh. Akhir-akhir ini Naresh memang gemar mengganti cara bicaranya. Kadang jadi begitu lembut. Kadang juga begitu akrab sekaligus menyebalkan.

"Iya, Ra. Aku setuju sama Naresh. Masakan kamu emang yang paling enak," sahut Yuna.

Hanya senyuman canggung yang dapat Kara berikan sebagai respon. Sebab, sejujurnya berada di sana saja sudah membuatnya tak nyaman.

"Ra?" panggil Yuna.

"Ya?"

Tiba-tiba Yuna meraih tangan kanan Kara dan menggenggamnya. Tindakan Yuna berhasil memunculkan tanya bagi Naresh maupun Kara.

"Kenapa, Na?"

"Maafin aku, ya."

Cewek yang malam ini berdandan cukup cantik itu menundukkan wajahnya. Seakan-akan menjelaskan pada Kara bahwa ia benar-benar menyesal.

Possesive PlayboyWhere stories live. Discover now