Kau harus tahu, aku suka menulisi tiap sudut buku-buku di kamarku. Seperti hyena tua yang kencing menandai wilayahnya.
Aku hati-hati jika harus meminjamkan, seolah nyawaku ada di dalamnya. Karena setiap barangku yang hilang sudah telanjur mengandung sebagian aku. Betapa aku tidak lagi lengkap.
Maka aku jadi hyena tanpa tulang belakang yang menunggu mati sore-sore. Nyawa menguap sedikit-sedikit, seperti kepul kopi bapak seusai memarahiku karena turun peringkat kelas. Andai saja buku-buku itu bisa kembali sendiri ke rumah.
Dulu aku ini bukan hyena biasa, tapi hyena yang jatuh cinta. Aku adalah hyena yang menemukan bangkai cantik sepertimu dan terdiam rakus tak memanggil kawannya. Kau tak mungkin kubagi-bagi.
***
Kau dan aku lama-lama jadi pasangan suram yang mengitari api kebuntuan yang menghangat. Ada tali rapuh yang menyambungkan jemari kita, dan makin kuat tersambung pada tiap kitaran yang berlalu.
Kau genggam tanganku, seperti tangan boneka plastik punya adikmu. Yang tangannya bisa kau lepaskan dari badannya, karena kau tak bisa lepas dari tangan-tangan lampau yang pernah memegang tanganmu. Lampau selalu jadi kekasih barumu.
Aku bukan mereka, tapi mereka juga hyena. Mungkin karena itu kita terbakar dalam kebuntuan yang terus kau besar-besarkan. Aku pun berubah, menjadi hyena lain, agar cinta ini selalu baru buatmu.
YOU ARE READING
MENJERAT BELALANG PERUSAK
PoetrySebuah eksperimen setelah membaca karya dari salah satu pustakawan Kata Kerja. Sekitar 40an puisi di sini sudah terbit dengan judul Tugas Puisi Untuk Manusia, sebagai kolaborasi bersama penulis hebat @nellaneva dan diterbitkan oleh Langgam Pustaka...