Dulu, aku abai pada keanehan ciuman yang kau lepaskan di jam tiga sore. Kau gigit jiwaku dengan kesepianmu. Aku sampai mempertanyakan dunia macam apa yang membiarkan makhluk sepertimu lepas?
Ikatan yang berbahaya, begitu banyak luka. Ada yang sembuh, ada yang makin menganga. Yang menganga membuat iblis menutup wajahnya.
Perpisahan itu akhirnya tidak terelakkan. Kita tahu kita tidak perlu memiliki tubuh satu sama lain. Tapi ikatannya sudah kelewat kuat. Jiwa berpadu, dan terseret ke manapun engkau pergi.
Aku berdiri di depan rumahmu, tidak lepas pandang sejak jam tiga sore. Kau masih menatapku dari balkon rumah suamimu dengan paradoks yang sama. Tidak turun; tidak bicara; tidak ada kepastian.
Aku tidak akan masuk. Lagi.
Tapi kenanganku, kenanganku telah memanjat pagar, menerobos pintu depan, dan mulai menaiki anak tanggamu.
Kenanganku telah mendobrak pintu kamarmu dan memelukmu sekali lagi. Kau berbalik dan mencumbu kenanganku berkali-kali. Kau ingin lebih banyak; lebih dipuaskan.
Kutinggalkan kau dan kenanganku.
Kubiarkan kau bertanya-tanya, kubiarkan kau kebingungan pada hatimu sendiri. Kubiarkan rumahmu terbakar dengan kenanganku yang makin besar. Kubiarkan kau mengemis pada tuhan apapun yang menghuni kepalamu. Kubiarkan kau.
![](https://img.wattpad.com/cover/143406020-288-k905200.jpg)
YOU ARE READING
MENJERAT BELALANG PERUSAK
PoetrySebuah eksperimen setelah membaca karya dari salah satu pustakawan Kata Kerja. Sekitar 40an puisi di sini sudah terbit dengan judul Tugas Puisi Untuk Manusia, sebagai kolaborasi bersama penulis hebat @nellaneva dan diterbitkan oleh Langgam Pustaka...