Menjauhkan Vaselinku

286 36 2
                                    

Kalau dipikir-pikir, kamu itu mirip dengan sarang burung. Isi pikiranmu itu unik dan bisa menjelajah jauh, tapi cuma kamu kurung dan mandikan dengan manja.

Kamu seperti akumulasi kartu merah di akhir musim. Sedih tak bisa main sama teman setim padahal kesalahan yang dibikin dicicil, bukan dibuat sekaligus. Kamu suka menumpuk kesalahan kecilmu sampai akhirnya melarang kamu berakhir pekan di pendakian bersamaku.

Kamu merasa dirimu medioker. Ukuran pakaian dalam saja membuatmu minder. Padahal bentuk indahmu sudah cukup menjauhkanku dari vaselin dingin dan tangan kananku yang bersemangat.

Akhir-akhir ini kamu sering berdoa. Dua lambaian bulu matamu memaksaku ikut larut dalam doa-doamu yang hangat itu. Aku tidak tahu apa isi doamu, kecuali setelah memakan telur dadar di meja. Jika asin maka doamu pastilah berisi kesedihan.

Barangkali aku jadi penyebab air matamu di akhir pekan. Terkuras keluar seperti air keran yang kubuang-buang saat membilas pakaian atau saat mencuci motorku. Atau saat membilas bagian tubuhku yang masih berlumuran vaselin dingin dan sisa semangat tangan kananku.

Aku datang, dengan sekantung makanan burung untuk pikiranmu yang betah dikurung. Aku buka sarang burung itu, untuk akhirnya kamu tutup kembali. Selanjutnya bisa ditebak, aku larut dalam doa-doamu dan asinnya telur di meja.

Kamu tenggelam dalam air mata. Sementara aku menoleh pada vaselin dingin dan lambaian tangan kananku yang mulai bersemangat.

MENJERAT BELALANG PERUSAKWhere stories live. Discover now