Kue Terakhir

204 28 0
                                    

Kalau bisa, aku mau pagi berubah menjadi sekotak kue aneka rasa yang kupegang saat duduk menemani malam di beranda rumahmu. Akan ada satu kue pedas terakhir yang kusisakan karena masih ragu. Kubiarkan kue yang sudah kumakan menghantui rongga mulutku, sementara kue terakhir di dalam kotak menghantui mataku.

Aku tidak suka suara pecah penjual ember anti pecah di kompleksmu. Aku tidak suka pada novel-novel tebal adikmu yang hanya tahu bercerita pendek-pendek. Aku tak suka kursi goyang ayahmu karena tak punya pendirian tetap. Aku tak suka pada senyummu yang memberiku debar-debar di malam hari.

Kuturuni punggung tangga yang sedang tidur di antara dua lantai rumahmu dan menyapa dapurmu yang masih berkutat dengan piring kotor sehabis makan malam. Ia tampak marah pada tamu-tamu. Kukagetkan jendela kamarmu yang masih mendengarkan cerita para bintang di luar, dan kudapati kau di sudut kamar menangisi tiap kalimat kasar yang kau ucap pada ibumu.

Sebelum menenangkanmu, aku kembali duduk di beranda dan makan kue terakhir yang tadi kusisakan. Kurasa, menyisakan sebuah senin pagi yang pedas hanya akan membuatku makin cemas.

MENJERAT BELALANG PERUSAKWhere stories live. Discover now