Ch11 - Lo cantik, tapi galak.

116 23 7
                                    

Selamat menikmati cerita ^_^

"Loh, Devan? Kamu ngapain pagi-pagi ke sini?" Gladys setengah berteriak saat melihat Devan yang berada di depan rumahnya.

"Pagi, Gladys," sapa Devan dengan cengiran bodohnya.

"Iya, pagi. Pertanyaan aku belum kamu jawab, Devan," dengus Gladys.

"Nggak disuruh masuk dulu nih?" Devan berkata dengan ekspresi imut yang dibuat-buat.

"Ya udah ayo, sekalian sarapan aja ya," Gladys pun membukakan pintu untuk Devan dan menuju ruang makan yang ada di rumahnya.

"Mama sama papa kamu nggak ada, Dys?" tanya Devan saat mereka mulai mendudukkan tubuhnya di kursi.

"Mereka belum pulang, Dev." Gladys berkata dengan wajah sendu.

Devan yang menyadari perubahan raut wajah Gladys hanya tersenyum miris. Devan sudah terbiasa hidup dengan Gladys, dari kecil pun mereka sudah bersama-sama. Tentu Devan sangat mengerti perasaan gadis yang ada di hadapannya ini, Gladys merupakan anak tunggal dan tak jarang gadis itu merasa kesepian saat orang tuanya pergi untuk urusan bisnis. Sebenarnya Devan juga merasakan hal yang sama seperti Gladys, Devan adalah anak tunggal keluarga Adinata, orang tuanya sangat jarang ada di rumah untuk menemaninya. Namun, bedanya Gladys tidak memiliki teman sama sekali untuk diajak bermain selain dirinya, sedangkan Devan memiliki banyak teman di luar sana dan tentunya memiliki pujaan hati yang membuat hidupnya semakin berwarna.

Gladys kini tengah menyiapkan sarapan untuk Devan, hanya beberapa lembar roti tawar yang diolesi selai coklat kesukaan Devan, tetapi hal itu sangat berarti bagi Devan karena selama ini ia jarang sarapan bersama orang terdekatnya.

"Jangan liatin aku terus, Dev," tegur Gladys dengan wajah bersemu merah.

"Emangnya nggak boleh?" tanya Devan dengan alis sebelah terangkat.

"Aku kan malu." Gladys benar-benar tidak bisa menahan semburat merah yang perlahan muncul di pipinya. Alhasil, ia meletakkan roti yang ia pegang dan kedua tangannya ia gunakan untuk menutupi pipinya.

"Haha kamu apa-apan sih, Dys. Kayak baru kenal aja." Devan tertawa kecil saat melihat tingkah Gladys.

"Ya tapi tetep aja aku malu. Nih, kamu habisin aja rotinya, nanti keburu telat." Gladys menyodorkan roti tawar yang ia buat ke arah Devan.

"Iya, makasih, ya. Pasti beruntung banget orang yang jadi suami kamu nanti." Devan berucap tanpa menghentikan aktivitias mengunyahnya.

Gladys hanya terdiam saat mendengar penuturan Devan, hal itu membuat Devan menatapnya.

"Dys, kenapa?" tanya Devan.

"Enggak, nggak papa," jawab Gladys seadanya.

"Oh iya, tumben banget kamu pagi-pagi udah ke sini." Gladys berusaha mengalihkan pembicaraan mereka.

"Ya nggak papa sih, tadi tuh aku tiba-tiba kepikiran sama kamu. Lagian kemarin-kemarin aku juga belum ke sini, jadi nggak salah dong kalo aku mampir sini dulu," balas Devan.

"Aku kira ada apa, Dev." Gladys mengakhiri ucapannya dengan kekehan kecil.

"Enggak, lagian sampe sini aku dapet sarapan gratis, lumayan kan haha. Kalo kayak gini terus bakal sering-sering deh aku mampir rumah kamu dulu," ujar Devan setengah bercanda.

"Itu mah mau kamu aja," dengus Gladys.

Beberapa menit keadaan hening, kini Devan telah menyelesaikan sarapannya. Ia bangkit dari duduknya dan mengambil tas yang ia letakkan di sebelahnya.

"Dys, aku ke sekolah dulu ya," ucap Devan saat keduanya sampai di depan pintu.

"Iya, jangan ngebut," balas Gladys.

Simpangan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang