Ch36 - Rapuh

89 9 17
                                    

Selamat menikmati cerita ^_^

***

Jangan pernah berpikir bahwa kamu adalah manusia paling menyedihkan di sini. Memangnya kamu merasa bangga terlihat menyedihkan di mata orang lain?

***

Agas mengusap peluh yang menetes di dahinya dengan gusar, hari sudah mulai petang tetapi barang dagangannya belum juga habis. Agas kini mengistirahatkan tubuhnya di trotoar yang sudah mulai sepi. Ia menatap beberapa makanan ringan dan minuman kemasan yang masih terjejer rapi di kotak dagangannya dengan nanar, hari ini ia tidak bisa mencapai target yang ia harapkan.

"Bapak pasti marah," lirih Agas.

Agas tidak mau pulang ke rumah jika barang dagangannya belum habis, dulu ia pernah pulang dengan dagangannya yang masih utuh dan alhasil ayahnya mengamuk karena menganggap Agas tidak bisa mencari uang. Terkadang, Agas merasa lelah dengan hidupnya. Di saat remaja seumurannya bersenang-senang bersama temannya, belajar dengan tenang di sekolah. Tapi, ia harus merasakan pahitnya kehidupan di usianya yang masih terbilang muda.

"Bener kata Amara, hidup gue miris," Agas tertawa sumbang saat mengucapkan kalimat tersebut.

Agas mengalihkan pandangannya untuk memandang kertas berwarna merah muda yang mulai terlihat lusuh. Dulu, ia menyimpan kertas itu di dalam kotak dagangannya, perlahan ia menyentuh kertas berbentuk persegi panjang itu dan mengeluarkannya.

Pikirannya kembali mengingat saat dulu ia menemukan kertas itu di belakang buku tulisnya. Kertas sederhana yang masih ia simpan sampai sekarang. Tanpa ada orang yang mengetahuinya.

Semangat!!

Hanya satu kata dan dua tanda seru yang tertulis di balik kertas itu, ia tersenyum tipis saat membaca tanda tangan yang tertera di pojok kanan bawah kertas itu. Kalimat 'Shakira Cantik' membuat Agas langsung tahu jika Shakira yang telah menyelipkan kertas itu ke dalam buku tulisnya. Sampai sekarang, Agas tidak tahu kapan Shakira meletakkan kertas itu di belakang buku tulisnya.

"Sebenernya gue enggak pernah benci sama lo," kata Agas saat mengingat perlakuannya terhadap Shakira.

Agas tahu jika selama ini ia terlalu kasar terhadap gadis itu. Awalnya, dulu ia sempat merasa kesal dengan Shakira, karena Amara yang merupakan gadis yang disukainya membenci Shakira. Agas memukul kepalanya pelan saat mengingat betapa bodohnya ia. Merasa kesal terhadap seseorang yang tidak bersalah, hanya karena Amara membenci Shakira. Tetapi, perlahan rasa kesal itu menghilang dan Agas sadar jika dulu ia masih sangat labil. Tidak seharusnya ia melakukan itu semua. Tetapi, ternyata perlakuan Agas tersebut masih bertahan sampai sekarang.

"Gue cuma nggak mau dianggep cowok pengecut," lanjutnya dengan masih memandang kertas pemberian Shakira.

"Maafin gue, Sha." Setelah itu, ia kembali melipat kertas itu dan memasukannya ke dalam kotak dagangan.

Saat Agas memasukkan kertas itu ke dalam kotak dagangannya, tiba-tiba saja ada orang yang menepuk pundaknya pelan membuat Agas mendongak.

"Maaf, itu makanan sama minumannya dijual kan?" Agas bisa melihat seorang lelaki yang kini di hadapannya. Jika Agas boleh menebak, mungkin usia mereka hanya terpaut satu atau dua tahun.

"Oh, iya-iya, Mas. Mas mau beli berapa?" tanya Agas dengan antusias.

"Saya beli air mineralnya satu ya," jawab lelaki itu.

Simpangan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang