Iseng

741 60 1
                                    

Sinar terik matahari tidak akan bisa mengagalkan rutinitas pagi yang selalu membuat murid-murid mengeluh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sinar terik matahari tidak akan bisa mengagalkan rutinitas pagi yang selalu membuat murid-murid mengeluh. Siswa-siswi berbaris rapi di lapangan dengan memakai seragam putih abu-abu untuk menghadap ke arah bendera merah putih yang nantinya akan dipasang saat upacara berlangsung.

Algar dengan terpontang-panting membenarkan dasi nya untuk ia pasangkan ke seragamnya sambil berlari menuju barisan kelasnya.

Ia akhirnya digiring oleh guru untuk menuju barisan paling depan. Biasanya kalau upacara, barisan depan adalah barisan untuk siswa pintar. Dan dia tidak merasa kalo dia pintar.

Sosok murid-murid legend semacam Algar biasanya berada pada barisan pojok belakang agar tidak bisa terdengar guru saat sedang bercanda atau menjahili teman.

Guru selalu maju untuk menyarankan agar siswa yang pendek berada di barisan paling depan sedangkan siswa yang tinggi di belakang. Itu bertujuan agar siswa-siswi yang pendek bisa melihat jelas apa yang dikatakan pembina upacara saat sedang menyampaikan pesan tanpa terhalang oleh siswa yang berbadan tinggi.

"Lah kan saya tinggi bu." Algar tak terima jika dirinya ditarik maju.

"Sudah depan saja, biar kamu bisa dengar jelas apa yang dikatakan Pak Supri nanti tentang siswa disiplin," balas Bu Marni.

Algar menegak ludah mendengar sindiran halus dari wali kelasnya itu.
Dengan terpaksa ia berjalan dibarisan paling depan di samping Rasyid.

Detik demi detik upacara telah sampai pada pengibaran bendera merah putih oleh petugas upacara. Algar menatap Mona yang kali ini menjadi salah satu petugas untuk menaikan bendera ke tiang.

"Gar, tadi lo dicariin sama Salma deh," bisik Rasyid yang membuatnya sedikit terkejut.

Salma? Mencarinya? Ah, gak mungkin.

Algar yang tadinya fokus ke Mona yang ingin menaikan bendera langsung menoleh ke Rasyid.

"Salma? Mantannya abangnya Heru?" tanya Algar memastikan.

Rasyid mengangguk mengiyakan pertanda bahwa Salma yang dimaksud Algar yang sedang mencari laki-laki itu tadi pagi di kelas.

"Ada apa emang?" tanya Algar.

"Gak tau, gue tanya dia gak mau jawab, orang nya cuek abis," balas Rasyid yang membuat Algar sedikit melengkungkan senyuman tipis.

"Ceilah senyam-senyum. Jangan-jangan lo suka lagi sama Salma?" tebak Rasyid yang membuat Algar semakin dibuat tidak karuan sendiri.

"Menurut lo itu cewek orangnya gimana?" tanya Algar sambil menaik turunkan alisnya ke arah Rasyid.

"Anti mainstream. No komen kalo Salma. Lo liat sendiri kan waktu itu tangan Ridho diplintir ama tuh cewek gara-gara ngegodain dia?" ucap Rasyid yang membuat Algar mengangguk-anggukkan kepalanya.

Bukannya takut ataupun ngeri justru Algar malah semakin dibuat penasaran dengan gadis itu. Dia rasa dirinya sudah mulai membuka hati lagi setelah lama menjomblo.

Atas Nama Solidaritas ( TAHAP REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang