Hujan

650 56 4
                                    

Tepat lampu merah berhenti, Algar mengintari isi jalanan di sekitarnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tepat lampu merah berhenti, Algar mengintari isi jalanan di sekitarnya. Sangat sepi dan damai. Hanya suara rintikan hujan yang terdengar. Bising kendaraan pun sudah tidak seberisik tadi. Mereka sudah mau berdamai dengan hujan.

Matanya terhenti, menangkap sosok gadis yang tengah duduk di pinggir trotoar, ia mengipasi tangannya yang sepertinya luka. Gadis itu hanya memakai rok pendek, jadi tampak jelas bahwa kakinya sedang terluka.

Algar meminggirkan motornya, menghampiri gadis itu. Dia tidak mungkin berhenti jika dia tidak kenal dengan gadis itu.

"Kaki lo kenapa?"

Algar turun dari motornya, kemudian menghampiri gadis itu dengan perasaan khawatir. Bagaimana tidak khawatir? Gadis itu terduduk sendirian di pinggiran trotoar yang jauh dari Kampung Rajatan, tanpa adanya motor dan teman. Apalagi saat melihat kaki yang berdarah.

"Gue gak papa kok."

"Gak papa apanya? Kaki lo berdarah gini bilang gak papa lagi. Kenapa? Cerita sama gue. "

Bukannya menjawab, justru gadis itu malah menangis yang membuat Algar semakin dibuat bingung. Dari sorot matanya, sepertinya gadis itu lagi ada masalah.

Algar mengubah posisinya menjadi duduk di samping Adel. Menatap jalanan sepi yang sudah banyak genangan air hujan.

"Nangis aja Del. Nangis aja kalo itu bisa bikin lo lega. Tapi janji setelah ini lo gak akan nangis lagi. "

Setelah apa yang dikatakan Algar, Adel menangis semakin kencang, hingga terdengar suara isakan sesegukan terdengar begitu memilukan. Ingin rasanya Algar juga mengimbanginya, menangis bersama dengannya, tetapi jika dia ikut menangis, siapa yang nantinya akan menenangkannya?

Algar mengangkat tangan untuk merangkul pundak gadis itu dan membawanya untuk bersandar di pundaknya. Gadis itu menangis sampai air matanya benar-benar kering.

Setelah merasa kalau Adel benar-benar tenang, dia langsung menoleh menatap Adel yang diam dengan tatapan kosong.

"Pulang yuk!" ajak Algar. Adel menggeleng sebagai jawaban.

"Gimana caranya gue bisa bikin lo gak sedih lagi?" tanya Algar yang sudah bingung dengan cara apa lagi dia bisa mengajaknya pulang

"Pengen hujan-hujanan."

Algar menatap Adel sejenak sebelum dia menatap hujan yang semakin deras. Entah ajakan dari mana dia malah berdiri untuk menuruti gadis itu. Dia mengulurkan tangannya untuk sebuah ajakan keluar menebus hujan.

Adel dengan senang hati menerima uluran tangannya itu dan kemudian mereka berdua berlari menebus hujan tanpa takut baju mereka akan basah.

Mereka hujan-hujanan di tengah jalanan yang sepi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Mereka hujan-hujanan di tengah jalanan yang sepi. Saling menciprati genangan air satu sama lain. Dengan itu Algar bisa melihat jelas tawa yang diciptakan gadis di depannya itu. Dia tersenyum lega. Dia ikut senang jika gadis itu bisa kembali tertawa lagi.

Setelah adegan lari-larian tidak jelas, akhirnya ia merasa lelah dan kedinginan. Ia memutuskan untuk menepi ke tempat berteduh sebelumnya. Tetapi lain dengan Adel yang masih ingin bersenang-senang di bawah hujan. Berdiri di tengah jalan sambil memandang langit yang sudah gelap, matanya terpejam membiarkan tetes air hujan mengenai setiap inti wajahnya.

"Seru tau Gar. Lo lemah banget baru segitu udah neduh."

Algar tidak mempedulikan perkataan gadis itu. Dia justru lebih peduli dengan gadis itu. Dia lebih mengkhawatirkan kesehatannya. Bagaimana kalo dia sakit karena hujan-hujanan? Sekarang, dia hanya berfikir bagaimana cara mengajaknya pulang.

Setelah berfikir panjang, akhirnya dia beranjak berdiri dan menaiki motor milik Zidan yang ia pinjam tadi. Dia sedikit menggeber pedal gas motor matic tersebut yang membuat perhatian gadis itu sedikit tertolehkan ke arahnya.

"Gimana kalo kita hujan-hujanan sambil motor-motoran Del? Kita ajakin balapan orang yang kita temui di jalan?" tanya Algar menaik turunkan alisnya mencoba mempengaruhi gadis di depannya itu.

Tanpa berfikir panjang, dia berhasil mempengaruhi gadis itu. Adel langsung berlari setelah ia mengucapkan kata itu. Dia naik di jok belakangnya dengan tangan yang menepuk-nepuk pundaknya memintanya untuk cepat berjalan.

Dingin. Ada sedikit perbedaan setelah ia berada di atas motor, angin menjadi berhembus lebih kencang. Menusuk kulit yang sudah menggigil tidak karuan. Sampai-sampai dia tidak bisa menuruti kemauan Adel tadi, dia tidak bisa mengajak balapan orang yang dia temui seperti apa yang ia janjikan ke Adel.

Tetapi dia mencoba untuk menepati janjinya, ia mencoba mengubah kecepatan motor menjadi lebih cepat dari sebelumnya, ingin mengejar orang yang ada di depannya untuk mengajaknya balapan.

Dia merasa ada ada sesuatu hal yang aneh. Dia menunduk sedikit, melirik tangan Adel yang melingkar erat di perutnya. Merasakan kepala hangat gadis itu menempel di punggungnya membuatnya sedikit melirik ke kaca spion, hanya untuk memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja.

"Jangan ngebut Gar!" Kata lembut gadis itu membuatnya mengurungkan niatnya, dia kembali menurunkan kecepatan motornya sedikit lebih stabil dibandingkan sebelumnya.

Yang sebelumnya dingin, sedikit lebih hangat karena pelukan itu. Entah kenapa, padahal Adel sama-sama basah dan kedinginan. Tetapi dia merasa ada sesuatu hal lain yang membuatnya merasakan kehangatan bukan dari fisik saja, melainkan dari hati.

"Del, sebesar apapun masalah lo. Jangan coba-coba menyakiti diri lo sendiri!"

Adel hanya diam saja tidak merespon ucapannya. Dia yakin sekali, luka tadi itu karena ulahnya sendiri. Dia mencoba menyakiti dirinya sendiri untuk melampiaskan rasa sakitnya. Dia sangat hafal dengan gadis itu.

"Kenapa berhenti?" tanya Adel saat Algar menghentikan motornya secara tiba-tiba.

"Ada bentrok Del."

Adel menyipitkan matanya, melihat ke arah depannya yang sangat ramai dan kacau. Suasana ricuh itu membuat kemacetan di jalan. Banyak orang yang tidak tau apa-apa ikut menjadi korban aksi tidak berpendidikan tersebut.

"Pamas gobl*k! Maju sini b*ngst."

Mendengar teriakan itu membuat Algar menegukkan ludahnya. Nama yang sudah tidak asing lagi di telinganya. Sangat familiar hingga telinganya pun muak sendiri ketika mendengar nama itu.

Karena kemancetan terjadi cukup padat membuat Algar menyetandarkan motornya. Lalu bergegas cepat melepas jaketnya yang tadi setengah basah itu lalu menyuruh Adel memakainya. Laki-laki itu kemudian memasangkan tudung Hoodienya hingga menutupi rambut gadis di depannya dengan rapat.

Bagaimana pun juga dia harus waspada, walaupun bukan dia yang punya masalah, tapi dia termasuk musuhnya juga saat ini. Jadi mungkin jika mereka mengenalnya, dia juga akan ikut kena.

"Gue bakal ngebut, jangan buka tudung Hoodie ini atau bertindak macem-macem sebelum aman."

Algar akhirnya kembali menaiki motornya, kali ini dia menutup kaca helmnya rapat-rapat. Berhubung macet sudah sedikit berjalan, dia bergegas menjalankan motornya dengan kecepatan sangat tinggi.

Dia menghindari area kampung atau jalan yang sepi, karena biasanya anak-anak Kampung berseliweran disana. Kalo dia lewat sana, itu namanya dia cari mati. Padahal, lewat Kampung itu adalah jalan pintas yang paling enak. Sepi dan damai, tanpa ada kata mancet di dalamnya.

Obrolan manis tentang hal-hal random mengisi perjalanan ini. Keramaian jalan raya tidak membuat mereka bosan. Apalagi mereka berdua sedang berada di dalam fase indah Semarang. Air hujan yang masih melekat pada trotoar meninggalkan jejak cerita, antara mereka dan Hujan.

Bersambung...

Chapter diatas sangat menunjukkan keinginanku yang saat ini belum juga terwujud, Hujan-hujanan.

Masa kecil pengen hujan-hujanan, gak boleh takut sakit

Eh gedenya, malu😊

Atas Nama Solidaritas ( TAHAP REVISI )Where stories live. Discover now