Interaksi Para Buaya

617 58 33
                                    

Terik matahari menyorot ke arah lapangan upacara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terik matahari menyorot ke arah lapangan upacara. Para siswa-siswi SMA Tunas 01 hanya bisa mengeluh karena sedari tadi upacara belum segera dimulai karena barisan yang masih belum tertata rapi.

"Woi baris yang bener! Kalian tau panas gak sih!" umpat Jesika yang sudah tidak betah dengan panas pagi ini.

"Lo juga. Kecil itu depan! Gak usah banyak bacot dari tadi bilang baris yang bener, baris yang bener, lo nya aja gak bener, " balas Satria tidak mau kalah.

"Ngeselin ya lo!"

"Gue ketua kelas. Mau bantah? Kalo lo gak mau diatur lo pindah kelas sana!" ucap Satria dengan kesal. Menjadi ketua kelas untuk kelas ini adalah ujian terbesarnya. Harus mempunyai ekstra kesabaran penuh. Jika tidak, maka akan menghancurkan jiwa dan raganya.

"Lo itu ketua kelas gak becus," umpat Jesika.

"Apa lo bilang?"

"Lo ketua kelas gak becus. Kenapa? Bener kan? Buktinya sekarang kelas kita belum lengkap? Mana si Algar sama temen-temennya? Mereka gak ada di barisan kita loh?"

Satria menoleh ke kanan kiri, ke depan ke belakang. Benar, ia tak menemukan sosok yang ia cari. Enam orang yang sudah sepaket itu tidak muncul batang hidungnya. Pantas saja kelasnya tidak rusuh seperti biasanya. Ternyata biang onarnya belum datang.

"Gak ada kan? Gue gak salah kan kalo gue ngomong lo gak becus jadi ketua," balas Jesika dengan mulut lemesnya.

"Coba lo jadi ketua. Lo bisa gak ngurusin kelas ini sendirian. Lo pikir gue mau jadi ketua kelas? Kalo gak dipilih sama wali kelas gue juga gak mau ngurusin kelas ini, " balas Satria membalikkan arah.

Ia memilih untuk mengalah. Debat dengan cewek seperti Jesika akan membuat kepalanya menjadi semakin pusing. Perdebatan itu gak akan selesai jika ia tidak mengalah.

Satria memilih untuk mencari teman-temannya itu, karena bagaimana pun juga ini adalah bentuk pertanggungjawabannya sebagai ketua kelas.

"Kemana sih mereka?" gumamnya yang sudah kesal.

Ya beginilah derita menjadi ketua kelas, di salahkan sana sini, disuruh sana sini. Kalo ada apa-apa, ketua kelas yang disalahkan.

Satria berjalan menelusuri koridor kelasnya. Tetapi dia tidak menemukan batang hidung mereka. Kalo di kelas tidak ada, lalu kemana mereka? Biasanya kalo upacara sedang berlangsung seperti ini, pasti seluruh ruangan sekolah akan diceki satu persatu oleh guru.

Tiba-tiba handphone nya berbunyi. Satria segera mengangkat telepon itu. Telepon itu dari Jesika. Gadis yang baru saja ribut dengannya.

"Satria. Ternyata mereka udah ada di lapangan," ucap Jesika dari telepon.

"Lewat mana mereka? Gue gak ketemu mereka tadi," jawab Satria.

"Ternyata mereka udah di lapangan dari tadi. Tapi baris di kelas lain."

Atas Nama Solidaritas ( TAHAP REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang