Phase: Full Moon

1.7K 320 113
                                    


Changbin tak pernah membayangkan dirinya bisa dekat dengan Felix. Jangankan dekat, mengobrol berduapun rasanya seperti mimpi baginya. Memendam perasaan terlalu lama membuatnya terbiasa dengan pemikiran bahwa melihat kehadiran Felix saja sudah cukup baginya, tapi ketika kini mereka sudah lebih dekat membuatnya berharap lebih banyak. Menjadi kekasih salah satunya. Ah apa itu memungkinkan?

"Bulan purnama," ucap Felix sembari menatap keluar jendela cafe.

Changbin menoleh dan melihat bulan yang kini terlihat bersinar terang menghiasi langit malam. Tak hanya itu, bintang-bintang pun terlihat remang di sekitar bulan menambah kesan indah malam itu. Namun bagi Changbin, keindahan bintang di wajah Felix jauh lebih mengagumkan.

"Sangat indah," ucap Changbin tanpa sadar ketika matanya menatap ke arah wajah Felix yang masih menatap langit.

"Iya, sangat indah. Aku sangat indah kan?"

Changbin hampir tersedak ketika Felix tiba-tiba menatap ke arahnya sembari tersenyum manis. Apa Felix bisa membaca pikirannya? Ia sangat malu sekarang sampai telinganya memerah.

"Tenanglah jangan gugup, aku hanya bercanda. Aku tau kau baru saja memuji bulan," ucap Felix yang kemudian terkekeh pelan melihat Changbin yang kini salah tingkah.

Changbin menghela nafas pelan. Ia hampir saja terkena serangan jantung karena mengira Felix mengetahui apa yang sedang ia pikirkan.

"Tapi kau memang indah," ucap Changbin dengan pelan sembari menunduk dan mengusap tengkuknya. Dalam hatinya ia merapalkan umpatan karena tak bisa mengatur diri untuk tidak buru-buru, tapi sudahlah, toh ucapan itu sudah terdengar oleh Felix.

"Cukup aneh ketika seorang lelaki memuji laki-laki lainnya dengan sebutan indah, tapi terima kasih karena kau satu-satunya orang yang memujiku seperti itu," ucap Felix dan tersenyum tipis sebelum kemudian meminum latte di hadapannya.

"Aku bersungguh-sungguh ketika mengatakannya."

Changbin kembali mencicit pelan seperti orang yang sangat payah. Harusnya ia mengatakannya dengan percaya diri agar Felix terpesona, tapi mau bagaimanapun berada di dekat Felix terus membuatnya gugup dan berdebar. Ia juga khawatir bahwa ucapannya akan membuat Felix tidak nyaman.

"Jangan menunduk, kau tidak seharusnya menyembunyikan wajah tampanmu."

Changbin merasa jantungnya baru saja berhenti berdekat untuk sepersekian detik. Felix kembali mengatakan bahwa ia tampan, apa ia boleh merasa percaya diri untuk terus mendekati pujaan hatinya itu?

Changbin mengatur nafasnya kemudian pemuda itu mengangkat kepalanya dan melihat Felix yang kini tengah menatapnya dengan senyum yang manis di bibir merah mudanya. Jika begini tentu saja ia akan makin jatuh cinta.

"Kenapa kita tidak dekat sejak SMA? Menurutku kau orang yang menyenangkan, tapi kau justru dekat dengan Chan. Apa dia lebih menyenangkan dari aku?" Tanya Felix.

"Tentu saja tidak! Kau jauh lebih menyenangkan!"

Changbin menjawab dengan sangat cepat melebihi kecepatan cahaya. Lihatlah pemuda yang sedang kasmaran ini, ia baru saja mengatakan sahabatnya tidak menyenangkan dengan sangat gamblang. Jika Chan tau, mungkin pemuda itu akan berdecih dan mengatakan bahwa Changbin adalah seorang budak cinta dan pengkhianat bangsa.

"Chan pasti akan merasa dikhianati jika mendengar jawabanmu yang kelewat semangat itu," ucap Felix sembari terkekeh.

"Jangan bilang-bilang pada kakakmu itu."

"Tidak akan, lagipula Chan memang orang yang tidak menyenangkan. Dia tidak lucu."

Changbin mengangguk setuju dan mereka tidak tau jika di lain tempat ada seseorang yang terus-terusan bersin tanpa sebab. Siapa lagi jika bukan Chan. Kasihan.

Three Words 4 [ChangLix] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang