Rely On Me VI

3.8K 366 72
                                    


Changbin duduk di sudut ruangan sembari memejamkan matanya. Malam membuat keadaan sekitar menjadi sangat sepi, disana hanya terdengar suara monitor yang menandakan masih ada kehidupan di dalam ruangan bercat putih itu. Sudah dua hari aroma obat-obatan menjadi teman Changbin selama menemani Felix yang terbaring di tengah ranjang dalam keadaan kritis setelah menyakiti dirinya sendiri.

Kejadian yang begitu cepat dan saat itu Changbin tidak bisa mencegahnya. Hal itu membuatnya menyalahkan dirinya sendiri karena kurang memperhatikan Felix selama ia melakukan rencananya. Seandainya ia datang lebih cepat, seandainya ia terus mengawasi, seandainya... Ada banyak hal yang membuatnya merasa bersalah karena sedikit banyak ia merasa turut andil menjadi penyebab Felix nekat menyakiti dirinya.

"Hah.."

Helaan nafas berat terdengar dari si lelaki dengan kemeja yang berantakan. Changbin membuka matanya dan seketika perasaannya sesak melihat Felix terbaring lemah tanpa bergerak sedikitpun. Hampir 30 menit lelaki itu hanya diam menatap putra tirinya hingga suara panggilan dari ponselnya membuatnya terpaksa mengalihkan perhatian dari sosok manis di tengah sana.

"Hm?" Jawab Changbin dengan enggan.

Changbin mendengarkan dengan serius ucapan dari seseorang di sebrang telepon kemudian lelaki itu mengangguk dengan ekspresi serius yang terlihat mengintimidasi dan juga penuh kebencian.

"Lakukan dengan cepat dan rapi, kali ini aku tidak akan membiarkannya begitu saja," ucap Changbin dengan tegas sebelum kemudian mematikan sambungan teleponnya.

Changbin bangun dari duduknya kemudian lelaki itu berjalan mendekat ke arah ranjang untuk menatap Felix dari dekat. Kulit putih pucat pemuda manis itu kini semakin pucat, matanya yang biasanya berbinar kini tertutup rapat, dan bibirnya yang biasa digunakan untuk marah-marah kini tak berucap.

Lelaki dewasa itu menunduk, tersenyum tipis menatap wajah tenang putra tirinya sebelum kemudian mendekat untuk mengecup sayang keningnya. Tangan Changbin terangkat dan berhenti di atas tangan Felix yang terasa lembut. Lelaki itu mengusapnya, mengangkat tangan itu mendekat padanya dan setelahnya mengecup punggung tangan pemuda manis itu cukup lama.

"Selamat malam sayang, aku harap ketika matahari muncul nanti kau turut membuka mata untuk bersinar terang seperti biasanya," ucap Changbin sebelum kemudian beranjak menjauh menuju sofa untuk mengistirahatkan tubuhnya.







Burung-burung membuka hari dengan nyanyiannya. Pagi yang cerah membuat orang-orang memulai aktivitas mereka dengan suka cita. Pun dengan seorang pemuda manis yang kini kembali menatap terangnya dunia setelah dua hari terbaring tak berdaya.

"Anda sudah sadar?"

Felix menatap seorang lelaki yang baru saja bicara. Lelaki itu terlihat tergesa memanggil seseorang yang entah Felix tidak ingin ketahui identitasnya. Pemuda manis itu lebih tertarik menatap sekeliling dimana ia berada di sebuah kamar rawat yang sangat asing baginya. Felix sedikit bergerak dan seketika bibirnya meringis sakit merasakan perih di perutnya yang beberapa waktu lalu dioperasi.

Ah.. Benar, ia di rumah sakit. Pemuda manis itu menghela nafasnya pelan sebelum kemudian menatap dalam diam seorang dokter yang kini tengah memeriksanya. Sudut matanya kembali menatap lelaki yang menemaninya dan pemuda manis itu ingat bahwa lelaki itu adalah orang kepercayaan Changbin yang juga pernah menyeretnya kembali ke rumah ketika ia mencoba kabur beberapa waktu lalu.

BRAK

Seketika ketiga orang yang ada di ruangan itu menoleh ke arah pintu masuk dimana Changbin baru saja datang dan membuka pintu dengan kencang. Lelaki itu terlihat terengah karena berlari kemudian ia mendekat dan mengusap matanya yang sedikit basah ketika melihat Felix yang kini sudah membuka mata.

Three Words 4 [ChangLix] Where stories live. Discover now