Adrenaline XI

2.7K 305 73
                                    


Felix jadi makin gila sex. Hampir sebulan pemuda manis itu tinggal bersama Changbin tak ada satupun hari dimana mereka tidak bercinta sama sekali. Changbin tidak berniat melakukannya terus menerus tetapi Felix terus menggodanya dan mengatakan bahwa pemuda manis itu masih merindukan sentuhannya.

Seperti malam ini, Changbin pulang dari kerja dalam keadaan kaget ketika dirinya melihat kekasihnya tengah memasak dengan tubuh yang hanya dibalut apron tanpa satupun pakaian yang dikenakan. Ya.. Seperti yang dibayangkan, sebelum makan malam mereka justru lebih dulu bercinta di dapur.

"Om Changbin."

"Ya sayang?"

"Kita sudah melakukannya setiap hari tapi kenapa aku belum mual-mual?"

Oh akhirnya Changbin paham kenapa Felix selalu menggodanya, sepertinya Felix begitu trauma dipisahkan darinya di rumah sakit saat itu sehingga menginginkan seorang anak secepatnya. Changbin mengusap sayang sudut bibir Felix yang kotor terkena saus kemudian lelaki itu beralih mencubit gemas pipi kekasihnya.

"Sperma yang berkualitas tidak bisa terus-terusan diproduksi setiap hari, mulai sekarang kita batasi kegiatan dan berikan jadwal yang pasti ya?"

Felix terlihat berpikir sejenak sebelum kemudian mengangguk tanda ia menuruti kemauan Changbin. Pemuda manis itu kini begitu nyaman tinggal bersama kekasihnya, tak sekalipun Felix menanyakan perihal rumahnya. Changbin tak masalah dengan itu, ia sudah cukup nyaman berdua bersama Felix seperti sekarang.

Changbin menunggu Felix menyelesaikan makannya kemudian lelaki itu mengajak Felix ke ruang tengah dan duduk berdampingan di sofa dengan Felix yang bersandar nyaman di pundaknya.

"Sayang."

"Ya om?"

"Kau tidak merindukan orang tuamu?" Tanya Changbin dengan tiba-tiba membuat perasaan Felix jadi tak enak.

"Aku sudah nyaman hidup berdua dengan om tanpa ada ayah yang akan memisahkan kita."

Changbin menautkan jarinya dengan jari Felix kemudian lelaki itu menghela nafas pelan sebelum menceritakan kejadian yang terjadi di kantornya hari ini.

{Flashback}

Pagi hari pukul 10, Changbin tengah membaca sebuah dokumen kerjasama ketika tiba-tiba pintu ruangannya didobrak dengan paksa oleh seorang laki-laki yang merupakan ayah Felix. Awalnya Changbin hanya menatapnya sekilas dan kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya sebelum kemudian ia dibuat terkejut ketika ayah Felix berlutut di depan mejanya.

"Meski beribu kalipun kau mengatakan tidak tau keberadaan Felix tapi aku tau jika anak itu ikut bersamamu. Aku minta maaf jika aku pernah menyakiti perasaanmu beberapa waktu lalu, tapi bisakah kau memulangkan putraku?" Mohon ayah Felix sembari menatap lurus ke dalam mata Changbin.

"Aku tidak mengerti dengan apa yang kakak katakan," jawab Changbin dengan santai seakan ia benar-benar tak tau keberadaan Felix.

"Istriku tengah dirawat di rumah sakit karena terus menolak untuk makan. Dia begitu sedih dengan kepergian Felix, aku mohon bawalah Felix pulang."

Changbin masih diam, meski tangannya terlihat sibuk dengan dokumen di hadapannya namun pikirannya jadi buyar ketika mendengar ibu dari kekasihnya tengah sakit akibat kaburnya pemuda manis itu.

"Aku yang bersalah disini jadi kau cukup membenciku, bisakah kau beri sedikit rasa belas kasihan pada istriku? Dia hanya ingin bertemu Felix dan bicara dengan anak itu."

"Bangunlah kak, jangan berlutut seperti itu."

Changbin akhirnya bangun dari duduknya dan lelaki itu mengangkat bahu sahabatnya untuk kembali berdiri. Mau bagaimanapun ayah Felix merupakan salah seorang sahabat yang akrab dengannya dan mereka sudah berteman cukup lama. Mereka seharusnya bisa menyelesaikan seluruh masalah dengan keputusan yang lebih dewasa, sayangnya beberapa waktu lalu mereka lebih mementingkan keegoisan masing-masing.

Three Words 4 [ChangLix] Where stories live. Discover now