The Book Of You And I V

1.9K 329 126
                                    

Felix menenggelamkan wajahnya di bawah bantal yang kini sudah basah karena tangisnya. Langit di luar begitu gelap namun pemuda manis itu masih enggan bangun dari ranjangnya untuk sekedar menyalakan lampu di rumahnya. Ponselnya terus berdering sejak tadi, namun ia tak tau siapa yang menghubungi pun tak ada niatan untuk sekedar melihatnya.

Felix tidak pernah berharap bahwa perasaan cintanya akan begitu menyakitkan. Ia tak pernah berpikir bahwa ia harus menjalani hari yang begitu berat akhir-akhir ini. Bahkan hubungannya sudah kandas cukup lama, tapi kenapa perasaan sakitnya masih tetap sama?

Suara itu kembali terdengar. Suara ketukan pintu yang sejak tadi sore tak hentinya berbunyi. Entah siapa yang ada di depan rumahnya, Felix tak ingin tau. Mungkin Chan yang ia tinggalkan begitu saja setelah keluar dari restoran tadi, atau mungkin Jisung yang khawatir karena dirinya tak bisa dihubungi, atau mungkin... Tidak, tidak mungkin mantan kekasihnya kan?

Changbin tak akan pernah melakukannya. Menunggunya berjam-jam di depan rumah seperti sekarang, itu tidak mungkin terjadi mengingat pemuda itu selalu cuek dan menganggap sepele segala masalah yang mereka hadapi.

"Hiks.."

Felix semakin menekan bantal ke wajahnya. Ia benci ketika bibirnya kembali terisak. Ia benci mengetahui fakta bahwa perasaan cintanya masih sama. Ia benci hanya dengan mengingat bahwa lelaki yang ia cinta tak pernah berjuang untuk kembali dengannya. Waktu 3 bulan sudah menjadi bukti bahwa Changbin memang tidak serius dengan hubungan mereka.

"LEE FELIX BUKA PINTUNYA ATAU AKU AKAN MERUSAK PINTU RUMAHMU!"

Ah, dugaannya benar. Tidak mungkin Changbin yang menunggunya. Perlahan Felix menyingkirkan bantal yang menutupi wajahnya kemudian dengan langkah pelan ia beranjak dari kamarnya menuju pintu depan untuk membukakan pintu bagi Jisung yang sudah berteriak garang.

"Jika ingin mati setidaknya biarkan aku mengumpat padamu lebih dulu sialan!" Teriak Jisung dengan emosi tepat ketika Felix membuka pintu.

Jisung masuk tanpa permisi dan segera mengelilingi rumah Felix untuk menyalakan seluruh lampu di rumah itu hingga semuanya terlihat jelas. Jisung menatap Felix yang masih berdiri di depan pintu dan pemuda itu berdecak melihat sahabatnya yang semakin berantakan hanya karena seorang laki-laki brengsek.

"Lee Felix gila!" Umpat Jisung sembari menarik sahabatnya menuju sofa ruang tamu.

"Apa lagi yang kau tangisi?" Tanya Jisung dengan tidak sabar.

Felix menunduk sejenak sebelum kemudian pemuda manis itu menghamburkan tubuhnya masuk ke dalam pelukan Jisung yang segera menepuk-nepuk punggungnya untuk menenangkan.

"Setelah 3 bulan akhirnya dia kembali muncul di hadapanku. Dia mengajak bicara berdua, tapi aku.. Aku justru menamparnya dan pergi begitu saja meninggalkannya."

Jisung refleks melepas pelukannya dengan ekspresi terkejut yang begitu jelas di wajahnya. Pemuda itu melongo namun sesaat kemudian ia berteriak heboh sembari bertepuk tangan.

"Lee Felix menampar seseorang? Apa aku tidak salah dengar? Itu keren sekali!"

"Jisung, aku sedang serius."

"Aku juga serius. Aku senang jika sekarang kau bisa lebih mengekspresikan perasaanmu. Selama ini aku selalu khawatir karena kau adalah tipe orang yang selalu memendam perasaanmu, tapi sekarang kau bahkan berani menampar mantan kekasihmu. Bukankah itu bagus? Setidaknya dia mendapatkan sedikit balasan karena sudah menyakitimu."

"Aku terbawa emosi. Aku menyesal karena aku memepermalukannya di tempat umum," ucap Felix sembari menunduk merasa bersalah.

"Sudahlah jangan dipikirkan. Yang terpenting untuk saat ini adalah kesehatanmu dan juga kebahagiaanmu, tidak perlu memikirkan hal-hal kecil seperti itu dan berhenti menangisinya. Air matamu terlalu berharga untuk menangisi seseorang yang tidak bisa menghargai rasa cintamu."

Three Words 4 [ChangLix] Where stories live. Discover now