Labyrinth IX

1.6K 313 98
                                    


Semua orang pasti menginginkan perasaan cinta dan diperhatikan namun tidak semua orang mau memulai untuk memberikan cinta dan perhatian. Daripada terus berharap untuk menerima, bukankah segalanya akan lebih baik jika tiap orang memiliki kesadaran untuk memberi lebih dulu? Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah kan?

Lewat tengah malam Felix berbaring di kamarnya dengan lampu yang masih menyala. Selimut tebal membungkus tubuhnya hingga sebatas leher namun pemuda manis itu hanya berbaring tanpa merasakan kantuk sama sekali. Hari ulang tahunnya telah lewat dan hanya empat orang yang memberikan ucapan selamat padanya. Neneknya, Hyunjin, Jeongin, dan juga.. Changbin.

Pemuda manis itu turun dari ranjangnya kemudian berjalan mendekat ke arah beberapa balon putih yang ada di ujung kamarnya. Ia kemudian berjongkok untuk membaca setiap tulisan di kertas yang tersemat di bawah tali balon.

Anak anjing tertulis di kertas pertama yang ia baca dan disana ada sebuah gambar anjing kecil yang terlihat agak berantakan. Selanjutnya Felix membaca kertas lainnya yang bertuliskan keras kepala. Pemuda manis itupun semakin asik membaca kalimat di tiap kertasnya yang kurang lebih isinya sama saja, semuanya berisi keluhan Changbin tentang sikap buruk Felix. Hingga pada balon ke delapan Felix menatap kertas disana dengan cukup lama.

Jangan terluka lagi, tulis Changbin disana dengan sebuah gambar tangan ditangkupkan seakan memohon agar keinginannya dikabulkan. Pada balon ke sembilan Changbin menuliskan, kau sudah melakukan yang terbaik sejak pindah ke sekolah baru. Hingga pada balon ke sepuluh Felix duduk di lantai dengan kertas dari balon yang ia genggam dengan erat.

Jika kau merasa sulit, datanglah padaku. Jika kau merasa sedih, datanglah padaku. Jika kau merasa kecewa dan marah, datanglah padaku. Dan ketika tiba hari dimana kau bahagia, kau boleh melupakanku dan hiduplah dengan kebahagiaanmu. Jangan sedih lagi dan jangan sakiti diri sendiri lagi.










Changbin tengah sibuk dengan laptop di hadapannya untuk menyelesaikan laporan magang yang harus ia selesaikan. Televisi yang menyala menjadi temannya mengerjakan laporan di ruang tengah dengan secangkir kopi yang juga setia menemaninya. Awalnya ia berencana untuk menyelesaikan laporan sepulang dari krematorium tapi ternyata ada suatu masalah yang harus ia tangani dengan segera. Siapa lagi jika bukan soal tetangganya.

Changbin terlihat begitu serius dengan pekerjaannya dan ia benar-benar terkejut ketika tengah malam yang sepi terdengar suara barang pecah yang begitu keras dari rumah tetangganya. Jantung Changbin berpacu cepat dan tanpa berpikir dua kali lelaki itu berlari ke rumah Felix untuk mengecek keadaan disana. Ia sangat yakin suara itu berasal dari rumah Felix.

Gerbang rumah Felix tidak dikunci namun pintu utama terkunci rapat membuat Changbin harus mengetoknya cukup kencang agar Felix mendengarnya. Beberapa saat Changbin menunggu hingga suara pintu yang dibuka membuatnya segera memindai tubuh Felix untuk memastikan keadaan pemuda manis itu.

"Suara tadi berasal dari rumahmu kan?" Tanya Changbin dengan segera yang diangguki oleh Felix.

Tanpa bertanya Changbin masuk ke dalam rumah dan menyusuri setiap bagian rumah hingga kakinya berhenti di dekat dapur dimana di lantai terdapat pecahan guci yang berserakan.

"Aku tidak sengaja.. Itu guci kesayangan nenek," ucap Felix dengan pelan membuat Changbin memperhatikan dengan lekat wajah pemuda manis itu yang terlihat begitu pucat dengan tangannya yang terlihat bertaut erat seakan sedang ketakutan. Changbin peka bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

"Tidak apa-apa, kembalilah ke kamarmu dan tidur agar besok tidak bangun kesiangan. Aku akan membereskan pecahan guci ini."

Felix masih diam di tempatnya membuat Changbin berinisatif mendekatinya dan mengusap pelan rambut pemuda manis itu.

Three Words 4 [ChangLix] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang