Mango? Mango! IV

1.3K 255 128
                                    

Changbin dan Felix masih betah duduk berdua menghadap laptop tetapi hanya Changbin yang fokus menontonnya. Setelah kejadian Changbin yang jatuh menimpa Felix tadi, Felix jadi bertingkah aneh. Pemuda manis itu sesekali akan melirik ke arah Changbin dan setelahnya memalingkan wajah karena merasa malu. Entahlah apa yang terjadi, pikiran anak remaja memang terkadang sulit ditebak.

"Filmnya membosankan ya, Fel?" Tanya Changbin membuka suara membuat perhatian Felix beralih padanya.

"Asik kok Bin," jawab Felix dengan canggung.

"Syukurlah kalau begitu, aku kira kau bosan karena wajahmu terlihat datar dari tadi."

Felix menggaruk belakang kepalanya. Ia tidak menyangka jika Changbin memperhatikannya. Ia kan jadi tidak enak karena kelihatan seperti tidak menikmati film.

"Aku memang begini saat menonton film, jadi jangan salah paham," ucap Felix beralasan.

Changbin mengangguk kemudian pemuda itu kembali sibuk menonton film sembari memakan cemilan yang selalu ada di kamarnya. Kali ini Felix juga memfokuskan diri pada film hingga satu jam kemudian film tamat bersamaan dengan Changbin yang membaringkan diri di karpet kamarnya.

"Pegal juga ya menonton sambil duduk, lebih enak sambil tiduran," ucap Changbin sembari meregangkan tangannya.

"Jangan sering-sering menonton sambil tiduran, itu berbahaya bagi matamu," ucap Felix mengingatkan.

Changbin menoleh menatap Felix kemudian pemuda itu memiringkan tubuhnya dan menumpukan kepala pada tangannya.

"Jadi kata bu guru itu benar? Pantas saja aku sering kesulitan melihat dalam jarak yang jauh."

Changbin manggut-manggut kemudian pemuda itu tiba-tiba mendekat pada Felix membuat pemuda manis itu refleks memundurkan kepalanya karena terkejut.

"Tapi Fel, meskipun aku kesulitan melihat, anehnya aku bisa menatap bintang dengan sangat jelas," ucap Changbin dengan antusias.

"Bagaimana bisa?"

"Karena bintangnya ada disini, sangat dekat denganku," ucap Changbin sembari menyentuh pipi Felix dengan telunjuknya.

Felix terdiam dengan perasaan yang campur aduk. Selama ini ia merasa malu dengan bintik-bintik di wajahnya, namun Changbin justru memujinya dan menyebutnya sebagai bintang. Felix senang namun juga merasa aneh di waktu yang bersamaan. Hatinya berdebar tapi ia tidak bisa mendefinisikan perasaan itu lebih jauh lagi.

"Bagaimana caramu mendapatkan bintik-bintik ini? Aku jarang sekali melihat seseorang memilikinya, sangat unik dan juga cantik," ucap Changbin lagi membuat Felix makin tak bisa berkata-kata.

Dari awal Felix mengenal Changbin, pemuda itu selalu mengungkapkan apa yang ada di pikirannya dengan sangat jelas. Kadang hal itu membuat Felix bingung menanggapinya, tapi yang kali ini berbeda. Ini lebih sulit untuk ia tangani.

"Aku mendapatkannya secara alami, sejujurnya aku tidak suka dengan bintik-bintik ini," ucap Felix mencoba jujur soal perasaannya selama ini.

Changbin kembali menyentuh bintik di pipi Felix kemudian pemuda itu kembali duduk dan mencubit gemas pipi Felix hingga sang empunya meringis sakit.

"Kenapa tidak suka? Padahal sangat cocok denganmu. Um.. Ibaratnya seperti lukisan di atas kanvas. Kulitmu yang pucat jadi memiliki keindahan yang unik dan membuat siapa saja tertarik. Kau berbeda dari orang lain, namun perbedaan itu yang membuatmu spesial."

Pipi Felix memerah karena malu. Pujian Changbin terdengar begitu tulus dan tidak dilebih-lebihkan. Ucapannya terdengar seperti sihir yang membuat tingkat percaya diri Felix menjadi meningkat. Rasanya seperti rasa malu yang selama ini ia pendam sudah luruh dan tak berbekas.

Three Words 4 [ChangLix] Where stories live. Discover now