87 ~ Kembali ke Bumi

60 17 7
                                    

Aku tersadar ketika merasakan ada sentuhan kecil di ujung kakiku. Mataku tidak sepenuhnya terbuka dan samar-samar aku menatap sosok Edward yang legah begitu melihatku sadar. Ini aneh, tempat yang sedang aku tempati saat ini terasa empuk. Aku meraba sekitar, dan kasur? Aku lekas duduk dengan kaget, masih tidak sadar sepenuhnya. Edward tersenyum sembari ikut duduk di tepi kasurku.

"Akhirnya kau sadar, aku sudah melakukan berbagai macam cara untuk menyadarkanmu!"

Dia Edward, aku tidak sedang berhalusinasi. Kamar yang sedang aku tempati saat ini, memang adalah kamar tidurku. Kenapa bisa jadi begini? Tunggu dulu, terakhir, hal yang aku ingat adalah aku dibawa pergi oleh para penyihir hitam itu. Namun di tengah perjalanan menuju pegunungan utara—tempat bersalju itu—badai besar menyerang kami tiba-tiba. Aku tidak tahu, karena sejak mereka membawaku terbang, aku hanya bisa tahu bahwa kami terbang semakin menjauh.

"Ap—!"

Klik—Aku berhenti bertanya begitu mendengar bunyi pintu ruanganku yang terbuka. Nafasku tercekat, menatap sosok wanita paruh baya dan lelaki paruh baya berdiri di ambang pintu dengan tatapan tidak percaya. Bahkan sampai mama berlari dan memelukku, aku masih tidak sadar dengan apa yang sedang aku alami saat ini. Apa semua yang aku alami ini hanyalah mimpi saja? Tidak, ini jelas tidak mungkin.

Aku menatap Edward, meminta penjelasan lewat tatapan mata.

"Aku bisa menjelaskan semua pertanyaan yang ada di kepalamu, Kirey. Sekarang kita makan saja lebih dulu, mama sudah memasak banyak."

Begitulah jawaban Edward, aku menatap wajah paruh baya yang tersenyum padaku. Mama bahkan sampai meneteskan air matanya sembari memelukku dengan erat lagi. Aku membalas pelukan mama, melepaskan segala rindu yang selama ini aku berusaha pendam. Aku lekas bangkit dari kasur, dan memeluk tubuh tua ayah yang ternyata tidak sekekar dulu lagi. Wajahnya mulai terdapat kerutan, padahal, seingatku, kali terakhir aku melihat ayah dan mama. Mereka tidak setua ini, apa mungkin waktu yang kami lewati di dimensi lain itu sudah sangat-sangat lama? Aku bahkan sudah tidak tahu lagi tanggal dan pukul berapa sekarang.

"Ayah bertambah tua!" bisikku pelan

Sosok lelaki paruh baya itu tersenyum pelan, perhatianku tertuju pada wajahnya yang di basahi oleh air matanya sendiri. Aku ikutan menangis dan memeluk tubuh ayah.

Usai berpelukan, sekarang, aku dan Edward sudah duduk di meja makan. Banyak makanan yang tersaji di depan kami, hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Kami bahkan hanya di perbolehkan untuk duduk, mama dan ayah yang menyiapkan semua sajian ini sejak tadi. Sebuah piring berisi buah-buahan menjadi menu terakhir yang tersaji di atas meja.

Kami mulai makan dengan sesekali melontarkan candaan, terasa hangat sekali. Tanpa ada rasa janggal atau apapun yang menghambat. Aku mengambil makanan kesukaanku—Rendang. Entah sejak kapan makanan yang sulit di buat ini ada di atas menu, tapi aku senang dengan hal ini.

Usai makan, kami semua duduk di ruang keluarga. Ruangan yang juga hampir tidak pernah kami gunakan sebelumnya. Hanya ketika Harry—ahh, aku lupa seperti apa nasib Harry sekarang—kami baru menggunakan ruangan ini.

Kami diam. Sama-sekali tidak ada yang memulai percakapan. Seketika itu aku sadar bahwa seperti inilah keadaan keluarga ini sejak ayah dan mama sibuk dengan pekerjaan mereka.

"Sebenarnya, sudah berapa lama kami tidak berada di rumah ini, ma?" Edward akhirnya memulai pembicaraan.

"Sekitar 1 tahun 9 bulan, kalian menghilang sejak mama dan ayah pamit terakhir kali pada kalian ketika kami ada tugas kerja. Kau tahu nak, mama dan ayah sudah melakukan pencarian ke semua tempat yang mungkin untuk kalian kunjungi, bahkan mama juga sudah meminta bantuan dari pihak kepolisian. Harry juga ikut menghilang, mama sangat khawatir, hingga pada akhirnya...."

The Spesial Bride of DragonWhere stories live. Discover now