Ada apa?

7.1K 636 13
                                    

"Hehehe ya maap,"

Algean menatap datar Langit, "Ngapain Lo kesini?" desis nya tidak suka, lalu berjalan mengambil kaos untuk mengganti handuk yang menutupi tubuhnya.

"Selo elah, gua mau ngasih ini." balas Langit santai, lalu menaruh gelas jus nya di atas nakas.

Langit memandang sekitar ruang kamar Algean yang ber dominan warna coklat, dia takjub melihat kamar adiknya dengan rak buku yang menempel di dinding kamar berisi buku fiksi maupun non fiksi. Langit tau Algean ini candu dengan bacaan, dia kerap kali melihat Algean yang sedang membaca buku di kamarnya dengan pintu terbuka.

"Lo suka baca," tanya Langit.

Algean berdecak, "Lo kira ratusan buku di sini cuma buat tontonan doang?" jawabnya ketus.

Langit terkekeh mendengar jawaban Algean yang langsung tersulut emosi, dia mengambil salah satu buku novel di rak sisi tempat tidur, "Sengsara membawa nikmat," gumamnya setelah membaca judul novel itu.

"Lo suka novel lama juga?" tanya Langit sambil membuka buku novel itu.

"Hmm," jawab Algean tanpa minat

"Tulis St Sati, gua kek pernah denger nama ini deh." ucap Langit.

"Mungkin dari salah satu temen Lo yang ambil jurusan Sastra Indonesia." sahut Algean setelah meminum jus nya, lalu dia berjalan ke meja belajar untuk mengerjakan tugas Ekonominya.

Langit nampak berpikir, mengingat ingat apakah dia punya teman jurusan Sastra Indonesia, "Oh Afifa, temen cewe gua yang ambil jurusan Sastra Indonesia. Dia juga suka sama novel lama kek gini." kata Langit setelah mengingat teman nya.

Hening sebentar, Langit yang sibuk membaca novel dan Algean yang sibuk bergulat dengan soal ekonominya.

"Kasian ya si Midun di fitnah terus," gumam Langit dengan mata fokus pada novel itu.

Algean tidak peduli.

Beberapa menit Langit menutup buku itu, "Gua kepo, Tulis St. Sati itu sastrawan dari mana si Dai?"

"Lo bisa buka google dan searching disana." jawab Algean tanpa menatap Langit.

"Gua ga bawa hp dan gua pengin tau sekarang Dai." rengek Langit seperti anak kecil yang meminta permen.

Algean mengira pasti efek akibat di manjakan Zela dan Aris membuat lelaki berkepala dua itu menjadi orang pemaksa, namun di dalam hati Langit, dia hanya ingin mengetes seberapa jauh daya ingat adiknya itu, pasalnya Langit pernah mendengar dari Tania jika Algean adalah murid unggulan di sekolah nya.

Algean menghela nafas, "Tulis St Sati atau Tulis Sutan Sati itu salah satu pujangga atau sastrawan Indonesia, angkatan Balai Pustaka yang lahir di Bukittinggi tahun 1898. Dan karena gua udah jawab pertanyaan Lo, Lo bisa keluar dari kamar gua."

Langit bertepuk tangan tersenyum mendengar jawaban adiknya yang lancar, namun dia sedikit kesal mendapat usiran dari Algean, "Adek gua pinter banget dah,"

Ucapan Langit membuat dia meremas pena yang dia pegang kuat hingga kuku kuku jarinya hampir merobek kulit telapak tangannya. Langit itu keras kepala, sudah berapa kali dia bilang jika Algean bukan adiknya dan Algean selalu marah bila Langit berbicara dengan sebutan adik pada nya. Algean menggeram, "Pergi dari kamar gua." perintah nya lirih namun penuh penekanan.

Langit mengernyit kan keningnya mendengar perubahan suara Algean yang terlihat kesal, "Lo-Lo kenapa Dai?" tanyanya lalu meletakan buku di rak kembali dan mendekati Algean di meja belajar nya.

Langit memegang bahu Algean yang tengah duduk membelakangi nya, "Daifan Lo--"

Algean berbalik menangkis tangan Langit yang sudah menyentuh tubuhnya, "Pergi bang!" ucap Algean meninggi dengan tatapan tajam.

Langit tersentak lalu mundur, "Lo kenapa Dai? Ada yang salah sama pertanyaan gua?"

"Ga ada salah sama pertanyaan Lo tapi salah dengan pernyataan Lo. Gua-bukan-adik-Lo." jawab Algean sambil mengepalkan tangannya.

Hati Langit sedikit sakit, dia kira Algean tidak akan keberatan mendengar ucapan nya tadi, namun dia salah. Sekali lagi Algean menolak Langit, namun Langit tidak sekalipun membenci Algean karena ucapan pedas remaja itu. Langit menyayangi Algean sebagai adiknya walau sikap remaja itu kepadanya terbilang jahat.

"Pergi," kata Algean sambil menunjuk pintu kamar.

"Oke oke, gua pergi." setelah itu Langit meninggal kamar Algean dan menutup pintunya.

Algean bangkit menuju pintu itu, dan memutar kunci nya dengan cepat, dia menutup saklar lampu kamarnya dan menyandarkan tubuhnya di tembok, "Gua bodoh. Pengin di akuin anak sama Mamah tapi gamau kalo jadi saudara Langit." lalu Algean tertawa getir, "Kita beda bang, gua gamau jadi adik Lo karena gua gamau elo punya adik haram kaya gua." monolognya lalu berjalan ke ranjang dan merebahkan tubuhnya. Mengistirahatkan jiwa nya untuk melupakan semua peristiwa yang terekam di otaknya, walau durasinya sebentar.

ALGEANDRA

"Al woy!" teriak Xavier di ujung koridor.

Algean berhenti lalu berbalik mendapati kedua sahabat yang sedang berlari ke arahnya.

"Hosh... hosh... ngedap anjim," adu Rain dengan tubuh membungkuk untuk mengatur nafasnya.

"Ada apa?" tanya Algean.

"I-itu Al, kita disuruh ke rooftop sama bang Fredi," jawab Xavier.

Algean menaikan satu alisnya, "Buat?"

"Gatau katanya penting."

"Dia yang butuh kan?" tanya Algean di angguki oleh Xavier dan Rain, "Suruh dia yang nemuin gua. Gua bukan babu yang mau kalo di suruh suruh." setelah itu dia berbalik dan meninggalkan kedua sahabat nya.

"Bener juga kata Al, seharusnya kita gamau di suruh sama geng nya Fredi tadi. Kita kan bukan babunya lagian dia yang butuh" ucap Rain sedikit bergumam.

"Bener bener," jawab Xavier dengan pandangan mata masih menatap Algean yang berjalan membelakangi nya.

Suffering(COMPLETED)Where stories live. Discover now