Kenapa Ngga Mati Aja?

6K 549 3
                                    

Gatau kenapa Part ini bisa ke Unpublis sendiri

Tania berjalan mendekati Alessa yang sedang duduk di kursi samping brankar tempat Algean tidur. Keduanya sudah saling kenal sejak tadi pagi, saat Alessa berlari dengan terburu buru ke ruang rawat Algean dan mendapati Tania yang sedang menunggunya sendirian. Bahkan mereka sempat bercerita sedikit tentang Algean.

Langit pergi ke kampus, Agra pergi ke kantor, Xavier dan Rain harus pulang terlebih dahulu, meminta ijin kepada orang tua mereka untuk menjaga Algean. Dan sekarang menyisakan Tania dan Alessa saja. Sebenarnya Bik Surti ingin menjenguk tapi pekerjaan di rumah majikan nya membuat dia harus tertahan sampai besok.

Tania berdiri di sebelah Alessa yang sedang menatap Algean sendu, lelaki itu tengah tertidur dengan tenang nya.

"Alessa kamu udah makan?"

Alessa mendongak menatap Tania, "Be-belum Tante."

Tania menghela nafas, memang benar gadis ini yang ternyata adalah teman Algean belum makan apapun, dari dia datang ke rumah sakit Alessa hanya melamun sambil duduk di samping Algean, sesekali Tania melihat gadis itu meneteskan air mata.

Tania begitu yakin, bila Alessa menyayangi ponakan nya walau dia tidak tau kapan Alessa dan Algean menjadi teman. Semua itu dapat disimpulkan dari kekhawatiran Alessa, tatapan nya, dan perilaku nya di hadapan Algean yang masih belum sadar.

Tania tersenyum hangat, "Kamu makan ya, biar Tante yang jagain Algean," ucapnya sambil mengelus pundak gadis itu.

Alessa menggelengkan kepalanya lambat tanda dia menolak sopan, "Engga Tan, aku ga pengin makan. Aku mau jagain Algean aja."

Mendengar hal itu membuat Tania tersentuh, bahwa ada yang bersimpati kepada Algean selain dirinya, "Alessa, Tante tau kamu belum makan dari pagi. Kamu harus makan biar tubuh kamu ngga lemes," bujuk Tania, "Tante udah beli makanan tadi, kamu makan ya,"

Alessa berbalik kembali menatap Algean, keadaan lelaki ini membuat Alessa ingin memukul dadanya yang terasa sakit, "Tapi--"

"Biar Tante yang jagain dia, Tante tau kamu lelah."

Sampai akhirnya Alessa pun bergumam mengiyakan, dia bangkit dari kursi besi nya lalu berjalan ke ruang sebelah yang memang digunakan untuk tempat istirahat keluarga pasien.

Tania tersenyum ke arah gadis itu, lalu mengambil alih kursi besi yang Alessa duduki. Dia memandang Algean dalam dan mengambil tangan lelaki itu yang terasa lembut dan hangat. Tania tidak mengetahui jika lengan Algean tercipta besetan panjang dan banyak karena tertutup selimut.

"Algean bangun sayang," ucapnya berbisik.

"Ponakan Tante kuat kan, jadi ayo bangun. Tante pengin liat kamu buka mata. Tante gasuka liat kamu kaya gini."

Lama kelamaan mata Tania mulai berkaca kaca, dia semakin erat menggenggam tangan Algean tanpa dibalas sang empu, "Maafin Tante Al, Tante ga bisa ngabulin permintaan Papah buat jaga kamu."

"Tante kecolongan dari orang tua kamu yang ga punya hati itu. Mereka benar benar jahat."

"Seharusnya kamu ikut Tante, seharusnya kamu ga biarin hati kamu terus terusan terluka karena sifat mereka. Tante kasian, Tante khawatir, dan Tante ga akan pernah tenang kalo kamu di rumah itu tanpa ada yang jagain kamu."

"Kamu anak yang malang, dari kecil pun kamu udah tersakiti sama mereka yang kamu anggap orang tua itu. Mereka ga pernah menganggap kamu dan selalu memandang rendah kamu. Tapi dengan sucinya kamu masih tetep sayang Mbak Zela dan Mas Aris."

Sembari mengeluarkan unek uneknya, Tania mencium lembut tangan Algean.

"Tante bangga sama Algean, keponakan Tante kuat bahkan Tante kalah. Kamu bisa nyembunyiin rasa sakit kamu sendirian tanpa mau mengadu orang lain. Kamu bisa melewati semua sendiri selama bertahun tahun, tapi Tante takut mental kamu keganggu."

"Algean anak yang pinter kan, bahkan jadi siswa unggulan di sekolahnya. Dari banyaknya wali murid di sana mungkin mereka pengin Algean jadi anaknya tapi kenapa Mbak Zela dan Mas Aris malah ngebuang Algean. Mereka benar benar merugikan diri."

"Tante tau, secara langsung kita emang ga ada hubungan darah karena kamu bukan anak kandung Mas Aris, tapi demi Tuhan Tante sangat sangat menyayangi kamu."

"Maafin Tante sayang..." air mata Tania benar benar tidak bisa dibendung lagi, dia menunduk sambil mencium tangan Algean.

"Mamah Mah... Ehmm... Mamah!"

Tania terkejut saat tiba tiba suara erangan itu terdengar dan mendapati Algean yang sudah sadar dengan keringan yang membanjiri wajahnya. Dia... mimpi buruk.

"Algean kamu udah bangun, apa yang sakit bilang sama Tante."

Algean menengok menatap Tania lemah, "Tante... Algean mimpi buruk."

Tania sedikit mengerutkan keningnya lalu mengusap keringan yang ada di wajah ponakan nya, "Mimpi apa hem?"

Algean menatap ke langit langit lalu memejamkan matanya, "Mamah... mau bunuh Algean,"

Mendengar penuturan itu, jantung Tania berpacu lebih cepat, tubuhnya Tania menegang, tangan nya bergetar, dengan cepat dia singkirkan dari wajah Algean.

"Mamah pengin aku mati Tan."

Pandangan Tania menjadi kosong, lalu dia jatuhkan tubuhnya ke kursi.

"Kenapa kemarin aku ga mati aja si! Apa aku hidup cuma buat ngrasani penderita, aku pengin bahagia bareng Mamah. Aku pengin kaya anak anak lain, kaya Xavier, Rain, bang Langit yang disayang sama orang tuanya."

"Algean tenangin diri kamu, Ga ada yang pengin kamu meninggal Algean," sahut Tania kembali menggenggam tangan Algean erat.

Dengan cepat Algean membalikkan wajahnya menatap Tania tajam, "Ada, Mamah pengin aku mati!"

"Algean! Kamu baru siuman jangan mikir seperti itu, nanti kepala kamu pusing."

"Biarin, biarin kepala aku pusing,"

Tania meneguk ludahnya mencoba mengumpulkan kata kata untuk menenangkan keponakan, "Algean, biarpun Mbak Zela ngga sayang kamu, tapi Tante, Om Agra, Langit, Bik Surti, sahabat sahabat kamu sangat sayang sama kamu. Algean pikirkan, jika... Algean ga ada, betapa sedihnya mereka karena kehilangan kamu, Tante juga. Kamu sangat berarti di hidup kita Algean."

"Bukan nya dulu kamu pernah bilang bakal lakuin apapun buat bikin Mamah sayang sama kamu Al. jadi kamu ga boleh mikir yang macem macem. Kamu harus sembuh oke,"

Algean menarik nafasnya dalam, "Harapan aku udah berakhir, sampai kapan pun aku ga pernah dapatin kasih sayang Mamah."

"Itu cuma pikiran kamu. Tante percaya dibalik semua itu, Tuhan bakal rencanain sesuatu yang indah buat kamu nanti."

Algean membisu menahan matanya untuk tidak mengeluarkan air mata, Rasa sakit di hatinya benar benar membuatnya tidak bisa berbicara lagi, dia tidak bisa mengutarakan bagaimana perih yang selalu datang tanpa henti henti, tanpa memberi istirahat pada mentalnya. Sangat menyiksa. Sekuat tenaga dia mengepalkan tangan nya untuk melampiaskan apa yang dia rasa. Jika seperti ini, yang Algean butuh kan hanya pisau lipat, tapi situasi benar benar tidak mendukung.

'Kenapa semakin hari, sakitnya terus bertambah.' batinnya serasa ingin memukul dadanya.

"Algean Lo udah bangun,"

Suffering(COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang