Tidak Terima

4.3K 434 6
                                    

Langit berjalan menuju lantai tiga rumahnya sambil menenteng sebuah kresek berisi makanan. Dia akan menemui Algean di kamar nya setelah 8 hari lelaki itu tinggal di rumah sakit. Langit senang, Algean sudah pulih dari kecelakaan yang lalu.

Di belokan tangga, langkahnya terhenti ketika melihat adiknya berdiri tak jauh di depan nya. Langit tersenyum manis, walau Algean tetap dengan raut datar.

"Loh Dai, kata Tante Lo lagi tidur." ujarnya lalu berjalan mendekati Algean.

Algean menatap Langit tanpa ekspresi, "Mana benda itu?" tanya Algean to the point.

Dan senyuman Langit menghilangkan ketika Algean menanyakan hal itu, dia tau apa yang di maksud 'benda' oleh Algean, padahal untuk sekarang Langi hanya ingin berdamai dengan adiknya tanpa membahas masalah apapun, "Gua buang." jawab Langit malas. Dia benci benda itu.

Tatapan Algean berubah tajam, "Kenapa Lo buang?"

"Emang gua bakal biarin kalo Lo ngiris?"

Algean memutar bola matanya jengah, "Ambil, gua butuh." perintah Algean.

"Nggak! Gua ga mungkin biarin Lo nglukain diri Lo sendiri bodoh." sergah Langit marah.

Ekspresi itu membuat Algean menyungging senyum. Algean suka jika Langit marah padanya, itu membuat rasa benci Langi padanya akan segera tumbuh, entah kapan, namun Algean mengharapkan itu. Dibenci oleh Langit agar lelaki ini tidak terus menerus bersimpati pada nya dan bisa menjauhi nya.

"Dasar perusuh, itu kebahagiaan gua, kenapa Lo ambil?"

Langit mengerutkan keningnya, "Kebahagiaan Lo bilang? Lo gila. Gimana bisa ngiris Lo anggep kebahagiaan Dai?!"

Algean berdecak, "Karena Lo ga ngerasain apa yang gua rasain makanya Lo ga tau arti kebahagiaan dari kebiasaan itu."

"Apa begitu tertekan nya Lo sampe nglakuin ini? Biarin bagi luka itu ke gua."

Algean tersenyum perih, "Caranya aja Lo gatau, gausah nyaranin gua buat nge bagi luka ke Lo. Takdir kita juga beda, jadi Lo gausah sok merasa tersakiti karena Lo tau hem... ralat karena Lo sok tau apa yang gua rasakan."

Tatapan Langit berubah teduh, memang benar walau Langit mengerti bagaimana menderitanya Algean, namun jika dia tidak merasakan sendiri itu pun tidak berguna. Yang Langit tau Algean tidak bahagia namun ingin bahagia, Algean lelaki kuat walau umurnya masih remaja, Algean memiliki banyak beban tapi dia tidak pernah berbagi kepada orang lain.

"Gua berusaha bantu Lo dari semua itu, makanya gua deketin Lo Dai, biar Lo ga ngerasa kesepian. Gua tau disaat kek gini Lo sebenernya butuh orang buat jadi sandaran."

"Gua punya Xavier sama Rain yang lebih mudah buat gua ajak bicara dari pada Lo bang. Lagi pula Lo harus sadar kalo Papah Mamah gasuka Lo deket gua, jadi sebaiknya Lo jangan ngurusin hidup gua."

"Lo tau ga apa yang gua pengin dari Lo?" ujar Algean serius.

Langit menggeleng ragu.

"Gua harap Lo bisa ngabulin keinginan ini. Gua pengin Lo benci sama gua. Biar Lo ga ndeketin gua terus, karena sejujurnya... gua risih."

Nafas Langit terasa sesak, bagaimana mungkin Algean meminta Langit untuk membenci dirinya, sedangkan rasa sayang Langit kepada Algean sangat besar. Jadi itu tidak mungkin.

"Gua ga bisa benci Lo, bahkan karena sikap Lo pun ga bakal bisa ngebuat gua benci sama Lo Daifan." jawab Langit mantap.

Algean terkekeh, lalu menepuk pundak Langit, "Ayo benci gua bang, karena kalo gua doang yang benci Lo ga bakal asik. Rasa benci gua sama Lo pun udah tumbuh lama masa sedikit pun benci ga tertanam di hati Lo." bisiknya pada telinga Langit, "Dasar cupu, dan bodoh," lanjutnya, setelah itu Algean berbalik dan berjalan pergi ke kamarnya kembali, melupakan soal pisau lipat yang Langit buang, karena Algean bisa mendapatkan kembali dan bisa menyimpan nya tanpa ada yang tau.

Suffering(COMPLETED)Where stories live. Discover now