Siksa

6.5K 607 8
                                    

Zela keluar dari luar kamar Langit dengan perasaan marah, tangan nya terkepal kuat ketika membayangkan wajah Algean. Zela benci, sangat.

"Aku harus membuat Langit benci sama dia," gumam Zela sambil menyandarkan tubuhnya di tembok.

"Zela,"

Kepala Zela langsung berputar ketika mendengar suara seseorang memanggil nya, dia Aris.

Zela meneguk ludahnya, lalu mencoba mengenalkan tubuhnya yang sedikit menegang, dia tersenyum, "Udah pulang Mas?" tanyanya lalu mengambil alih tas Aris.

Aris mengangguk, lalu matanya memutar menatap pintu kamar Langit, "Kenapa kamu disini? Apa terjadi sesuatu sama Langit?"

Zela menggeleng kuat, "Aku baru saja ngantar dia tidur."

Aris membulatkan bibirnya, "Baiklah, ayo turun. Aku akan mandi setelah itu tidur." ucapnya merangkul pinggang Zela membawa dia turun ke lantai satu menuju kamarnya.

Namun langkah mereka terhenti ketika melihat Algean baru memasuki rumah lewat pintu belakang.

Algean terkejut melihat Zela dan Aris berada di tangga.

Aris menatap nyalang anak itu, lalu berjalan mendekati Algean.

"Pa-papah," gumam Algean.

"Bocah urakan," ujar Aris dengan suara seraknya, "Bagaimana bisa seorang pelajar pulang jam 12 malam." lanjutnya.

Zela ikut turun lalu berdiri di samping istrinya, "Merepotkan, mau bikin malu keluarga hah!?"

"Ma-maaf Mah," jawab Algean tanpa berani menatap Zela.

Zela menghelai nafas berat mencoba mengontrol emosinya walau tangannya terkepal kuat, dia menarik dagu Algean kasar supaya anak itu melihat nya, "Kamu itu numpang disini, jadi tolong sadar diri Al." ucap Zela berbisik, "Jangan membuat Langit resah karena kepergian mu. Saya tau Langit itu sayang sama kamu tapi suatu saat saya akan membuat dia benci sama kamu. Kamu itu merepotkan tidak patut untuk diberi rasa sayang, paham?!" lanjutnya tajam lalu langsung menghempaskan dagu Algean.

Algean mengepalkan tangannya mencoba mengurangi emosi karena ucapan Zela, dia mendongak memberanikan menatap Zela, "Aku tau aku ngerepotin Mah, dan aku juga ga minta sama bang Langit buat mikirin aku. Aku ga minta dia buat resah karena aku, apa aku salah Mah?"

Plak

"Berani kamu menjawab saya hah!? Kamu masih bertanya jika kamu salah? Jelas, semua yang kamu lakukan itu selalu salah di mata saya, kamu lahir ke dunia ini juga salah Al!" bentak Zela setelah menampar pipi Algean.

Kepalan tangan Algean semakin mengerat, bahkan kukunya sampai merobek telapak tangannya, dia hanya mencoba menahan perih, sakit, panas untuk sugesti mengurangi rasa sakit di pipinya.

"Tapi Algean ga minta dilahirin Mah!" bantah Algean dengan air mata yang mulai turun, "Aku gaminta buat lahir ke dunia ini, aku-aku juga gaminta lahir dari korban pemerkosaan!"

Zela menangis, kembali menangis ketika mendengar kata perkosa.

"ALGEAN!!" teriak Aris marah, dia marah karena Algean mengungkit peristiwa itu lagi, dan pasti hal itu akan membuat istrinya kembali sedih.

Algean terkejut mendengar suara Aris, dia melihat Aris mendekati dan membuat Algean mundur, "Pa-papah mau ngapain Pah," ucap Algean takut.

"Biarkan saya memberi mu pelajaran karena kamu membuat istri saya mengingat hal bejad itu lagi." geram Aris lalu mencengkeram tangan Algean kuat, dia melotot menatap Algean benci.

"Ja-jangan Pah, Al mohon." mohon Algean.

"Ikut!" Aris terus menarik tangan Algean menjauhi Zela, dia sempat berhenti di samping Zela yang sedang menangis lalu berkata, "Kamu tidur, biar mas yang ngurus bajingan kecil ini." bisiknya pada Zela.

Dengan sekuat tenaga dan di barengi rasa marahnya yang memuncak, Aris berhasil membawa paksa Algean ke gudang belakang rumah walau anak itu terus meronta.

"Brengsek kamu Al! Kenapa kamu tidak pernah membiarkan saya dengan istri saya hidup tenang hah!" bentaknya setelah mendorong tubuh Algean ke lantai.

Aris menatap tajam anak itu, lalu muncul lah sunggingan di bibirnya, matanya memutar menatap cambuk yang tergantung di tembok, dia berjalan mendekati cambuk itu dan membuat Algean mundur untuk menghindar.

"Pa-papah ma-mau ngapain aku Pah?" tanya Algean dengan suara gemetar.

Smirk itu belum hilang, dia mengusap cambuk itu namun matanya menatap Algean, "Memberimu sedikit hiburan, karena ini yang ingin saya lakukan sama kamu Al, menyiksa kamu." ucapnya bergumam.

Algean berjerit ngeri ketika Aris melayangkan cambukan untuknya. Sakit? Jangan ditanya, punggungnya panas perih seperti terbakar.

"Papah sakit Pah!" teriak Algean berusaha melindungi tubuhnya, namun Aris yang terlanjur kalap itu tidak menghentikan cambukan nya kepada Algean.

"AKKHHH!!"

Teriakan itu tidak Aris hiraukan, Aris benar benar seperti psikopat yang sedang menyiksa mangsanya.

"Pah sakit," ringis nya memelan.

"KENAPA KAMU LAHIR HAH! KENAPA KAMU MEMBUAT KESEDIHAN PADA ISTRI SAYA BRENGSEK!!"

"SAYA BENCI KAMU! SAYA JUGA BENCI AYAH KAMU!!" teriak Aris yang tidak berhenti memberikan siksaan pada tubuh Algean.

Algean tumbang bersimpuh di lantai, sambil meringis menangis merasakan tubuhnya terselimuti rasa sakit, nyeri, panas.

Dia berusaha mendongak menatap Aris yang sedang menatapnya penuh kebencian.

"Bunuh Al Pah," gumam Algean dengan sekuat tenaga untuk berbicara. Dia benar benar kehilangan kekuatan nya karena cambukan itu, bukan satu atau dua kali Aris mencambuk nya namun lima belas kali cambukan yang berhasil menciptakan suara nyaring persatuan antara kulit dan rotan dan teriakan Algean melebur menjadi satu di gudang gelap itu.

Aris terkekeh kecil, "Bunuh?"

"Papah benci kan sama aku? Bunuh aku Pah." mohon Algean sambil meraih kaki Aris dengan tangannya yang lemah.

Aris mendengarkan pandangan keseluruh gudang, lalu dengan kasar menendang tangan Algean dari kakinya, "Saya sangat ingin membunuh kamu!! Sangat, tapi belum waktunya, saya ingin kamu menderita sebelum mati. Itu semua saya lakukan untuk melampiaskan dendam saya kepada ayah mu karena telah berani mengotori istri saya!"

Ayah nya yang salah, tapi kenapa Aris begitu kejam padanya, lagi pula dia sudah mati. Bahkan Algean tidak mengetahui nama ayah nya, bagaimana wajah nya, dimana keluarga nya, dan dimana makam nya, mereka semua memendam informasi tentang Ayah nya. Bahkan Dito pun merahasiakan nya sampai dia mati.

Brak

Aris menendang kursi usang yang berada di samping Algean.

"Tetap disini sampai amarah saya mereda," ujar nya rendah lalu berjalan meninggalkan Algean yang masih tergeletak.

Algean berusaha bangkit namun kakinya benar benar tidak berdaya untuk menopang nya berdiri, "Ja-jangan ku-kunci Pah!"

"PAPAH!!"

Gelap, remang remang, dingin, dan menyeramkan ketika pintu itu tertutup sepenuhnya dan jelas Aris telah menguncinya.

Algean menangis sambil menatap langit langit gudang. Berusaha mengatur nafasnya yang memburu, merasakan nyeri di tubuhnya, sesak di dadanya. Tubuhnya tidak mampu untuk bergerak lagi, bukan dia lemah, namun cambukan Aris jangan kalian anggap sepele. Algean yang jago bela diri itu bisa terkalahkan oleh ke kalapan Aris.

"Akhh," Algean menggeram sakit ketika menyentuh punggungnya, namun bukan apa apa ketimbang rasa di hatinya yang terluka, terbelah, berdarah, bahkan bernanah mendapati kelakuan kedua orang tuanya.

"Tolong..." desisnya dengan pandangan mengabur setelah itu Algean benar benar hilang kesadaran.

Suffering(COMPLETED)Where stories live. Discover now