Dia Selalu Ikut Campur

4.4K 453 15
                                    

Hari ini adalah hari dimana Algean sudah keluar dari rumah sakit setelah 8 hari di sana. Algean benar benar ingin pulang ke rumahnya, namun yang membuat dia sedikit gelisah adalah kedua orang tuanya. Dia belum siap untuk sakit hati lagi karena mereka, tapi tidak terlalu masalah.

"Al kenapa ga tinggal sama Tante aja si?" tanya Tania yang duduk di kursi samping kemudi mobil.

Algean yang sedang menikmati pemandangan pagi harus mengarahkan bola matanya ke Tania yang sedang menengok ke belakang, ke arahnya, "Aku masih punya rumah," jawab Algean malas.

Tania berdecak, "Tante tau kamu pinter, dan kamu bisa paham, apa arti rumah bagi penghuninya kan?"

Algean memutar bola mata, "Tante rewel,"

Tania melotot, sedangkan Agra yang sedang mengemudi terkekeh, "Kok kamu bilang gitu si Al?!" kesal Tania.

"Ya emang aslinya gitu," jawab Algean tanpa melihat Tania yang sedang memelototi nya.

"Sayang udah, kasian Algean tuh muka nya keliatan lesu banget." ujar Agra berusaha menenangkan istrinya.

Tania memutar kepalanya menghadap depan lalu memajukan bibirnya dan melipat tangannya di depan dada, "Kenapa si semua cowo ngeselin." gerutu Tania dan masih bisa didengar oleh Agra dan Algean.

"Jimin juga ngeselin?" sahut Algean malas.

Tania kembali melotot, "Ngaco kamu, ya engga lah!"

"Kata Tante semua cowo ngeselin,"

"Kecuali Idol K-Pop, selain itu ngeselin semua,"

"Pak presiden ngeselin?" tanya Algean 'lagi'.

"Ya-ya bukan gitu, maksudnya semua cowo yang pernah Tante temuin,"

"Papah sama aku ngeselin yang?" tanya Agra tidak santai.

Mata Tania jelalatan, dia kehabisan kata kata, "Arghhh... udah deh diem! Algean kenapa kamu jadi banyak omong si, biasanya juga diem kek patung." bentaknya emosi.

Algean yang berada di belakang pun tersenyum tipis, tanpa mau menjawab ucapan Tania.

ALGEANDRA•

Jalan mereka bertiga terhenti ketika melihat Aris yang sedang berdiri di tangga sambil menatap mereka tidak suka.

"Saya kira kamu tidak akan kembali ke sini lagi," ucap Aris, membuat Tania dan Agra kaget tidak dengan Algean yang biasa saja namun sesungguhnya di lubuk hati lelaki itu terasa amat perih.

"Mas, jaga ucapan mas!" jawab Tania menantang.

"Apa yang perlu di jaga? Bukan nya benar, seharusnya dia malu kepada Zela karena telah membuat mbak kamu sakit gara gara terus di salahin atas perbuatan dia." ucapnya menunjuk Algean.

Algean terkejut takut ketika Aris mengucapakan bahwa Zela sakit. Dia sangat khawatir.

"Papah, Mamah sakit apa?" tanya Algean serius.

Aris terkekeh jahat, "Apa urusan mu mengetahui istri saya sakit apa? Lagian itu karena kamu. Gara gara sikap kamu yang sok jagoan itu, membuat Zela selalu tertekan karena orang orang banyak yang menyalahkan nya."

Agra yang mulai tersulut emosi karena ucapan Aris, akhirnya membuka suara, "Mas, Algean ga salah mas. Kita tau kalo dia korban, mbak Zela juga korban."

"Seharusnya kamu berterima kasih sama Algean karena udah nyelametin mbak Zela mas," sahut Tania geram

"Berterimakasih? Tania kamu tau sendiri bahwa kakak mu ini paling enggan mengucapkan terimakasih, apa lagi sama bocah itu," setelah mengatakan itu Aris turun tangga lalu pergi ke kamarnya menghampiri istrinya.

Memang benar, Aris terkenal dengan lelaki keras, emosional, tempramental, tegas, menakutkan, dan ya sedikit angkuh karena kekayaan nya yang melimpah.

Algean menatap pintu kamar Zela dalam, kenapa perbuatan nya selalu salah di depan orang tuanya. Itu membuat dirinya berpikir, apakah... jika Algean bunuh diri itu baru perbuatan benar bagi mereka? Tapi Algean tidak akan pernah melakukan itu, mungkin.

Tania dan Agra yang melihat keadaan Algean merasa prihatin sendiri, memikirkan bagaimana sakitnya mendapatkan perlakuan buruk dari orang yang seharusnya bisa memberikan kasih sayang padanya. Algean bukan lah orang dewasa, dia adalah anak remaja yang mental dan fisiknya terus menerus mendapat tekanan, namun mereka bangga, Algean terlahir dengan hati sekuat baja.

Agra mengusap pundak Algean, "Om tau kamu kuat. Ayo ke kamar kamu, istirahat." ujarnya.

Algean hanya bergumam lalu kembali melanjutkan jalan nya dengan dituntun oleh Tania.

Setelah berada di kamar, Algean duduk di tepi ranjang. Pandangannya kosong dengan raut wajah datar, namun Tania yang melihat bisa mengenali dari mata lelaki tersebut, tampak teduh dan tersirat rasa sakit.

"Algean kamu mau makan?" tanya Tania.

"Engga Tante, aku mau tidur aja. Tante sama Om bisa keluar," usirnya halus.

Tania pun tersenyum, lalu mengusap pipi Algean, "Kalo ada apa apa panggil Tante ya."

"Tante ga pulang?"

Tania menaikan satu alisnya, "Gimana Tante bisa pulang kalo keadaan kamu masih kaya gini. Tante bakal pulang besok, tapi ke apartemen bukan ke Bandung. Tante masih pengin jagain kamu."

"Tante tau, aku gasuka kalo dipandang lemah." jawab Algean datar.

Tania dan Agra terkekeh, "Yaudah Al, kamu istirahat ya." ujar Agra dan Algean mengangguk.

Agra menggandeng tangan Tania dan keluar dari kamar Algean. Menutup pintu itu pelan.

Kembali sunyi, namun Algean suka itu. Dia berjalan ke arah jendela lalu menutup tirai itu rapat yang tadi sempat di buka oleh Agra, dan berjalan ke arah pintu untuk mengunci pintu kamarnya.

Dia membaringkan tubuhnya ke ranjang, dan memejamkan matanya dengan deru nafas yang beraturan. Namun beberapa saat satu tetes air matanya turun, dia juga memukul dadanya yang tiba tiba terasa sesak.

Dia tidak bisa tidur padahal tubuhnya sangat lelah, malah ketika memejamkan mata, dia membayangkan wajah Zela dan Aris yang tertera sangat membencinya dan banyaknya ucapan pedas juga terasa menohok yang mereka lontarkan padanya. Itu membuat Algean takut, dan rasa lara di hatinya kembali tumbuh.

"Sampai kapan gua kaya gini terus?" gumamnya dengan suara serak.

Algean kembali bangkit lalu membuka loker nakas untuk mengambil benda tajam itu, mungkin jika Algean melakukan itu perih di hatinya akan sedikit terbagi ke luka lengan nya. Namun setelah merogoh sampai ke dalam, dia kehilangan pisau itu.

Algean berpikir sebentar, apakah dia lupa meletakan, tapi sehabis memakai dia selalu menyimpan di loker nakas nya, dan kali terakhir dia mengiris pun, pisau itu dia letakan di nakas tanpa ada yang tau.

Sedetik matanya menajam, menyadari ada sesuatu yang membuat dia berpikir bagaimana pisau itu bisa hilang, "Kenapa Lo selalu ngurusin hidup gua si bang," geram nya sambil mencengkram sprei ranjangnya kuat.

Suffering(COMPLETED)Where stories live. Discover now