Penenang

4.4K 395 1
                                    

Senyum Zela yang sempat mengembang perlahan memudar ketika melihat Algean berdiri di belakang Langit.

Dia menatap datar Algean, sedangkan orang yang ditatap hanya membatu bahkan menunduk tidak berani menatap balik.

"Langit, kenapa dia disini?" tanya Zela.

Langit melirik Algean, "Dia anak Mamah, wajar kalo Daifan ingin menjenguk Mamah saat Mamah sakit."

Jawaban Langit membuat hati Zela berdenyut sakit. Anaknya memang tidak pernah bisa mengerti keadaan nya.

"Bang, gua keluar." merasa tidak enak berada di ruangan bersama Zela. Dia memilih berbalik dan memundurkan diri. Dia menghela nafas berat, keberadaan nya memang tidak pernah diharapkan bukan?

"Tunggu."

Tubuh Algean menegang ketika suara itu menghentikan langkahnya, bersama dengan itu desiran hebat mengalir di tubuhnya. Kenapa dia menjadi gugup dan panik bersamaan.

Algean memberanikan diri untuk berbalik lalu dia perlahan menatap Zela dengan mata redup.

"Bolehkah saya berbicara?" ucap Zela dengan nada tidak biasa. Terdengar tenang, datar, dan tidak tersirat suara bentakan.

Langit yang hanya diam mulai merasakan hawa tidak enak di sekitar nya.

Raut wajah Algean terlihat bingung, "Bo-boleh Mah." jawab Algean.

"Kamu ingin saya tidak membencimu?"

Ucapan apa yang tiba tiba Zela lontarkan? kenapa nada dan pembicaraan nya seperti bukan dia. Secepat ini Zela berubah? Apakah dia ingin menerimanya walau dengan syarat? Apakah dia sudah mulai berusaha membuka hati untuknya?

Algean jelas mengangguk antusias, "A-aku ingin Mah."

Langit benar benar dibuat bingung oleh Zela, entah dia harus senang atau malah khawatir, tadi saja dia melihat raut benci terpampang di muka Zela ketika melihat Algean di belakang nya, kenapa sekarang berbeda.

Zela mengedarkan matanya kesekitar, lalu mengambil nafas panjang.

"Pergi dari rumah saya, menghilang dari pandangan saya, lupakan semua ingatan kamu tentang saya, jangan pernah menganggap jika saya adalah ibumu, jangan menganggap jika saya pernah melahirkan mu, cari keluarga ayahmu, minta mereka untuk mengurus mu, apa kamu bisa? Itu cara saya untuk tidak membencimu, karena saya akan berusaha melupakan mu dari memori hidup saya."

"MAMAH!"

Zela sedikit terpelonjak kaget, ketika Langit membentaknya, namun dia berusaha menutupi dengan wajah tanpa ekspresi.

Langit benar benar dibuat marah karena penuturan ibunya. Jika bukan ibunya, dia dengan senang hati akan mengeluarkan ucapan kotor pada orang yang baginya tidak mempunyai hati dan tidak pernah merasa bersalah. Tapi ini Zela, se marah apapun dia pada Mamah nya, tidak akan berani mengucapakan kata kotor pada wanita ini. Langit sayang Zela, namun kelakuan Zela dan Aris pada adiknya membuat jiwa lembutnya tertutup.

Sedangkan Algean, hati nya bagai tertusuk dan teriris secara bersamaan. Dia ingin menangis, tapi suasana tak mengijinkan dia menangis, dia masih harus berpura pura kuat walau pelupuk matanya sudah siap meluncurkan tetesan air.

Dia meremas celananya kuat, untuk menyalurkan rasa sakit yang sedikit demi sedikit menggerogoti hatinya.

Dadanya begitu sesak mendengarnya penuturan tadi. Apa yang Zela bicarakan Tuhan? kenapa pilihan nya begitu sulit, jauh dari Zela saja dia tidak sanggup, bagaimana bisa Zela menyuruhnya untuk melupakan wanita itu dari memori otaknya, itu hal mustahil dan Algean tidak bisa melakukan, namun Algean juga lelah terus terusan dibenci.

Suffering(COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang