Kebiasaan Buruk

5K 417 7
                                    

Algean tak bergerak sedikit pun ketika dirinya duduk di sebelah brankar UKS yang Alessa tempati. Matanya tak luput memandang gadis itu. Sudah tiga puluh menit Alessa pingsan dan suasana sekolah juga ramai.

Dia mendesah, perasaan nya gusar melihat Alessa tak kunjung siuman. Sebenarnya apa yang terjadi pada gadis ini? Apa Algean harus membawa dia kerumah sakit?

"Engghh..."

Algean refleks mendekati Alessa ketika gadis itu mengerang, perlahan matanya terbuka.

Alessa sedikit kaget ketika melihat Algean di sebelahnya. Netra mereka bertubrukan beberapa detik, saling pandang memandang tanpa berkedip, membuat perasaan aneh muncul di hati Algean, jantung nya berdetak begitu cepat ketika melihat wajah gadis itu secara intens. Namun sesaat Algean terkejut ketika gadis itu meneteskan air mata dengan raut wajah yang perlahan berubah sendu.

"Kenapa?" tanya Algean khawatir.

Alessa dengan cepat mendudukan tubuhnya dan menerjang tubuh Algean, memeluk erat lelaki itu dibarengi tangisan pecah. Spontan Algean tertegun dengan apa yang dilakukan oleh Alessa, dia ikut memeluk Alessa dengan gerakan lamban lalu mengusap punggung gadis itu membiarkan Alessa untuk menangis di dadanya, mungkin nanti dia akan tanya alasan mengapa Alessa bersikap seperti itu. Yang dia tau, Alessa sedang tidak baik baik saja.

Merasa sudah cukup meluapkan tangisan nya, dia melepaskan pelukan pada tubuh Algean. Alessa mengelap air matanya kasar, bersama dengan itu Algean juga ikut mengusap pipinya yang basa dengan sentuhan lembut membuat Alessa menjatuhkan tangan nya sendiri dengan perasaan tercengang, dia bahkan tidak berani menatap Algean, gugup dan malu.

"Kenapa hem?"

Alessa tidak membuka mulut, dia tetap menunduk menatap lantai.

"Gua cemburu ketika Lo lebih milih natep lantai dari pada gua," ceplos Algean nampak serius. Perlahan dia meletakan jari telunjuk nya di dagu Alessa dan mengangkat wajah gadis itu untuk menatap nya.

"Mau cerita?" tawar Algean.

Alessa menghela nafas, apakah dia harus cerita pada Algean soal masalah nya.

"Oke kalo Lo gamau cerita ga apa apa, mungkin ini privasi, dan gua ga berhak maksa."

"Mamah gua kena tumor Ge," tuturnya pelan, bertahan agar tidak meneteskan air mata kembali. Bersama dengan itu hati Algean mencelos mendengar penuturan Alessa, mulutnya dibuat kelu untuk berbicara.

Algean kembali beranjak dari bangkunya ketika melihat kumpulan air di mata Alessa yang siap turun, lalu memeluk lagi Alessa, memberikan kekuatan dan ketenangan pada gadis itu.

"Kenapa gua baru sadar, selama ini Mamah nyembunyiin rasa sakitnya sendirian, kalo dia ngerasa kesakitan gua selalu tanya 'Mamah kenapa?' tapi dia selalu jawab kalo dia ga apa apa, selepas itu gua sering denger Mamah nangis di kamar sendirian, dia ga nge bolehin gua tau apa yang dia rasa. Mamah nge rahasiain dari gua karena dia gamau liat gua sedih. Mamah selalu terlihat baik di depan gua. Gua bener bener bodoh karena suka ngerepotin Mamah saat dia sakit."

"Gua takut Mamah pergi Ge..."

Sejujurnya Algean ingin menangis jika mendengar hal seperti ini, hatinya terlalu rapuh jika mendengar masalah tentang ibu, namun dia berusaha tidak ikut hanyut dalam tangisan Alessa karena dia harus menguatkan gadis itu, "Tenang Sa," ujar Algean.

Alessa terus menangis, Algean pilu, berusaha mencari pasokan udara karena dadanya terasa sesak. Entah kenapa dia tidak suka melihat Alessa menangis. Walau sebenarnya Alessa membutuhkan tangisan untuk meringankan pikiran nya.

Algean melepaskan pelukannya, lalu kembali mengelap air mata gadis itu yang masih sesenggukan.

"Gua... gua harus nyari uang buat berobat Mamah, kayaknya gua harus berhenti buat sekolah." tukas Alessa.

Suffering(COMPLETED)Where stories live. Discover now