Tolong Bantu Saya

3.6K 428 34
                                    

Motor Algean melaju dengan kecepatan tinggi. Pikirannya tidak fokus, perasannya tidak enak, dia hanya ingin sampai kerumah memastikan apakah selama dia hilang semua baik baik saja. Dari balik helmnya Algean tersenyum tipis, hanya pergi sebentar saja dia sudah khawatir dengan kondisi rumah apa lagi jika nanti dia pergi selamanya. Entah dia yang akan kehilangan mereka atau keluarga nya yang akan kehilangan dirinya.

Sesuatu membuat dia kembali fokus ke jalanan saat klakson mobil membuat dirinya terkejut, sang pengendara mobil mengumpat namun Algean tak memperdulikan nya. Seolah dia sedang bermain main dengan nyawanya, seolah dia sangat tidak peduli dengan hidup nya.

Pikirannya seperti abu abu, warna yang digambarkan dengan ketidak jelasan. Seperti Algean, kadang dia merasa pasrah dengan hidupnya namun kadang dia takut dengan kematian, dia takut jika semua belum membaik, Algean takut mati. Dia juga takut kematiannya tidak bisa orang tuanya lirik, seolah dia hidup ataupun mati tidak ada harganya. Dia ingin membuat suatu hal yang membekas di hati keduanya, namun bagaimana bisa, dianggap sebagai anak saja dia tidak.

Dibalik helm full face nya, dia menangis membuat pandangannya sedikit mengabur. Dia lelah, dia lelah mencari kebahagiaannya sendiri selama tujuh belas tahun. Dia haus kasih sayang, dia ingin dimanja selayaknya seorang anak, dia ingin merasakan kehangatan sebuah keluarga.

Sekarang mungkin bisa disebut hari istimewa bagi orang lain, namun tidak baginya. Hari ini sama seperti hari di tahun lalu, dia hanya merasakan sesuatu negatif di hari ulang tahunnya. Ya, hari ini tepat dimana Algean menginjak usia 17 tahun, umurnya genap 17 tahun, dimana remaja seumurnya akan menghabiskan waktu dengan kesenangan namun tidak dengan dirinya. Ditemani kegelapan dan rasa pedih, Algean menyambut hari lahirnya tanpa memberi kesan positif di dalamnya.

Lajunya berhenti di depan sebuah rumah mewah. Dia turun dari motor dengan kaki pincang karena bengkak pada lututnya dan dengan sekuat tenaga dia mendorong gerbang rumahnya sendiri.

Asgio membantu melepaskan nya dari Fredi, walau sebelumnya Fredi sempat menolak keras permintaan ayahnya namun akhirnya anak itu kalah juga. Tapi ada kalimat Asgio yang Algean takuti sekarang, orang dewasa itu seolah mempunyai firasat bahwa akan terjadi apa apa pada keluarganya.

Algean menuju pintu utama, namun terkunci dan dia langsung berlari menuju pintu belakang, sama saja terkunci untung dia mempunyai kunci cadangan yang selalu Algean simpan di pot bunga dekat pintu. Tanpa basa basi dia langsung membukanya, berlari kedalam rumah dan hanya menemukan keheningan di dalam. Tidak ada seseorang pun, padahal ini belum terlalu malam.

Dia akhirnya menuju kamar Langit, namun dia tidak menemukan saudaranya disana. Dan terpaksa Algean membuka kamar orang tuanya, jika bukan karena rasa khawatir yang meradang Algean tidak akan berani, namun sama seperti kamar Langit, dia tidak menemukan siapa siapa dikedua kamar itu.

Algean membuang nafas beras, dadanya sesak karena ketakutan. Rasa sakit fisiknya seolah teralihkan oleh pikiran yang memenuhi otaknya. Algean bingung dimana keberadaan mereka, dia tidak bisa menemukan siapa siapa dirumah ini.

"Mas Algean."

Algean langsung menoleh saat ada seseorang yang memanggilnya.

"Pak Sito." ujar Algean melihat penjaga rumah yang menghampiri nya. Pria paruh baya itu adalah pekerja baru di rumah Aris sekita dua bulan lalu.

"Ya Allah mas Algean kenapa?" Pak Sito kaget melihat kondisi Algean yang kacau. Wajah lebam, jaket dan celana kotor, rambut acak acakan, Algean benar benar tak nampak baik baik saja di mata Pak Sito.

"Saya ngga papa pak, bapak tau kemana orang tua saya dan kakak saya?" tanya Algean cepat.

Pak Sito tampak berpikir, "Mereka kerumah sakit mas. Saya ngga tau mereka mau ngapain. Memang mas Langit sedang sakit ya mas? Saya liat dia akhir akhir ini mukanya pucet banget."

Suffering(COMPLETED)Where stories live. Discover now