Berantakan

5.5K 552 21
                                    

Zela merangkak mendekati Algean yang tengah terkapar namun belum sepenuhnya tak sadarkan diri.

"Ma-mah sa-sakit," ujar Algean terbata bata sambil menatap Zela.

Zela masih menangis, "Kenapa kamu menyelamatkan saya?" tanya nya.

Algean memejamkan mata lalu meneguk ludahnya, berusaha menahan rasa pening dan sakit di seluruh tubuhnya, "Ka-karena a-aku sayang mamah," balas Algean lirih.

Zela menggeleng, pikiran nya berkelana, dia tidak mau dicap pembunuhan karena dia orang yang berada disini sendirian selain Algean. Dia tidak mau di tanya tanya polisi nanti. Sedangkan mobil pick up itu? Pergi, tidak bertanggung jawab.

Wanita itu bangkit menatap Algean di bawah, "Sa-saya tidak mau dicap pembunuh karena kamu menyelamatkan saya." Dia terus menggeleng, lalu melihat sekitar, "Sa-saya harus pergi."

Setelah itu Zela berlari menuju rumahnya meninggalkan Algean di jalan tanpa berniat membantu, menulikan telinganya dari teriakan Algean yang meminta tolong.

Sejujurnya Zela takut. Dia takut jika Algean mati karena sudah menyelamatkan dia. Zela tidak mau dianggap pembunuh. Biarkan saja anak itu.

Algean menangis, bukan karena rasa sakitnya saja tapi karena ketegaan Zela meninggalkan nya di jalan sendiri dengan luka luka di sekujur tubuhnya. Hatinya kembali tersakiti, rasanya bagai tertusuk samurai merasakan dirinya sangat malang.

Rasanya... dia ingin mati. Perilaku Zela benar benar membuatnya berpikir bahwa wanita itu membiarkan dirinya mati di jalan. Tapi dari hati yang paling dalam, dia bahagia. Setidaknya bisa menyelamatkan Zela dari insiden tadi, Mamahnya... baik baik saja karenanya. Algean bangga.

Sebelum kesadarannya benar-benar hilang, bibirnya mengulas senyum lebar. Zela selamat dari maut. Sekarang Algean hanya ingin mati tanpa dia bunuh diri. Algean berharap semoga setelah ini dia tidak akan bangun lagi, karena mungkin hidupnya tidak akan berguna.

Tetesan demi tetesan air hujan kembali turun, kembali membasahi tubuhnya, warna air itu tercampur darah yang keluar dari kening dan bagian tubuh lainnya.

ALGEANDRA

"MAMAH GILA!"

"BISA BISANYA MAMAH NINGGALIN DAIFAN DI JALAN!"

"AKU TAU, AKU TAU KALO MAMAH BENCI DAIFAN, TAPI MAMAH PIKIR. DIA YANG UDAH NYELAMATIN MAMAH!!"

"LANGIT JAGA MULUT KAMU YA! DIA MAMAH KAMU JANGAN BERTERIAK SAMA MAMAH!"

Saat ini luar ruangan tempat Algean di rawat sedang ramai ramainya, antara Langit, Zela, dan Aris yang saling berteriak satu sama lain tanpa peduli bahwa mereka sedang berada di rumah sakit.

Nafas Langit memburu tatapan marah, tajam, benci dia perlihatkan kepada kedua orang tuanya. Lebih tepatnya ke Zela.

Sepulang dari kampus, betapa terkejutnya dia ketika melihat tubuh Algean tergeletak di jalan depan rumah. Wajah adiknya sudah memucat dengan darah menyelimuti kepalanya. Dengan segera Langit membawa tubuh adiknya ke mobil, saat ingin mengabari kedua orang tuanya, tangan Langit terkepal kuat ketika mendengar ucapan Zela yang sedang menangis kepada Aris menceritakan bahwa Algean yang sudah menolongnya dari terjangan mobil pick up, namun karena tidak ingin dituduh sebagai pembunuh, Zela terpaksa meninggalkan Algean.

Langit marah besar, dia menggeret kedua orang tuanya untuk ikut ke rumah sakit, menjadi tanggung jawab Zela karena Algean sudah menyelamatkan nyawanya.

Beberapa saat setelah Algean ditangani, Tania dan Agra datang sambil berlari arah mereka, terpancar jelas raut khawatir dari pasutri itu. Bahkan mata Tania sedang menahan tangis. Lebih tepatnya tertutup sorot kebencian yang dia arahkan ke Zela dan Aris.

Zela sedang menangis di pelukan suaminya. Entah apa yang dia tangisi, Tania benar benar jengah kepada wanita itu. Sok merasa tersakiti.

Tania sudah mendengar semua dari Bik Surti, art rumah Aris, membuat tangan nya gatal ingin mencakar wajah Zela dan Aris, bahkan ingin menampar mereka berdua.

Tania dan Agra mendekati ponakan nya, "Langit bagaimana keadaan Algean?" tanya Tania.

Langit menunduk menyembunyikan tatapan sendu dari keduanya, "Retakan di bagian tangan buat Algean harus menjalani operasi nanti Tan."

Tania menangis di pelukan Agra, betapa malang nya ponakan nya ini. Berani mengorbankan dirinya untuk orang yang tidak pernah mau menganggapnya anak.

Wanita muda itu melepaskan tubuh dari pelukan Agra, lalu berjalan cepat menuju Zela dengan tatapan nyalang, dan...

Plak

"TANIA APA YANG KAMU LAKUKAN!" Aris berteriak ke adiknya saat dia menampar pipi Zela.

"APA MAS TIDAK MELIHAT BAHWA AKU TELAH MENAMPAR PIPI ISTRIMU ITU!" balas Tania.

"Tania Mas Aris, ini rumah sakit!" peringatan Agra, dirinya merasa tidak nyaman karena orang orang  memperhatikan keributan mereka, untungnya ruang operasi ini berada di lantai lima. Tidak banyak orang orang yang melintas untuk menyaksikan.

Tania membungkuk tepat di depan Zela yang sedang menunduk merasakan tamparan adik iparnya.

"Mbak benar benar tidak tahu diri. Dia sudah menyelamatkan nyawa kamu mbak, tapi dengan teganya kamu meninggalkan Algean tergeletak di tengah jalan." bisik Tania di telinga Zela, dia berusaha menahan tangannya karena rasanya ingin menjambak rambut wanita itu.

Zela kembali menangis, tanpa bisa berkata apapun.

"Jika bukan karena Algean sayang sama Mbak, mungkin dia udah ngebiarin mbak ketabrak mobil itu." ucapnya lagi.

Zela mengepalkan tangannya, jengah dengan mereka yang membela Algean terus menyalahkan nya. Dia menengok menatap Tania tajam dengan wajah hampir tertutup rambut panjangnya.

"Aku tidak butuh rasa sayang dari nya Tania, lagi pula dia sendiri yang mau menyelamatkan ku." ujar Zela lirih benar benar mengobarkan api kemarahan Tania.

Zela beringsut lalu mendorong tubuh Tania kebelakang membuat Agra dan Langit kaget, dengan cepat Agra langsung melindungi tubuh istrinya agar tidak membentur tembok, "Mbak!" peringat Agra marah.

Zela berdiri di depan Tania, "KENAPA KAMU TERUS MENYALAHKAN AKU SOAL KEJADIAN INI!!?" teriaknya di depan Tania.

"DIA SENDIRI YANG INGIN MENYELAMATKAN AKU. Aku tidak menyuruh!" sangkalnya terus.

Tania menggeleng karena perilaku kakak, memang benar manusia berhati busuk, "Aku tau, aku tau Algean yang nyelamatin Mbak tanpa mbak minta. Tapi apakah kamu tidak merasa kasian saat Algean terkapar di tengah jalan karena nyelametin kamu mbak?!"

"Kalo mbak gamau sentuh Algean, seharunya mbak meminta tolong orang untuk membawanya kerumah sakit!"

"Mbak gila, benar benar gila."

Tania menangis 'lagi' membuat Agra langsung mendekap istrinya itu, "Tenang Tan, jangan berteriak ini rumah sakit. Kita harus jaga etika." ucap Agra sambil mengelus punggung istrinya.

"Engga, aku gabisa tenang mas. Aku gabisa tenang saat keadaan Algean seperti ini. Aku gabisa tepatin permintaan Papah buat jaga Algean," rajuk Tania.

Langit lelah, lelah menghadapi keluarganya yang memiliki sifat egois, emosional, keras kepala, dan gengsi tinggi. Bagaimana bisa dia hidup di keluarga ini, benar benar membuat Langit penat.

"Om bawa Tante duduk, Mamah Papah kalian bisa pulang kalo kalian gamau disini biar kita yang tunggu Daifan. Maaf untuk tadi, aku harus mempertahankan hak Daifan." ujar Langit setelah itu mendudukan dirinya di kursi.

"Ayo Zela kita pulang," ajak Aris, tanpa menolak Zela berdiri dibantu Aris yang merangkulnya berjalan menjauhi mereka.

Langit menunduk, menghela nafas penat. Mengingat peristiwa tadi yang berputar putar di kepalanya. Langit meruntuki dirinya sendiri, sangat tidak becus sebagai kakak untuk menjaga adiknya.

"Gua tau gimana lelahnya Lo hidup, gimana sedihnya takdir yang Tuhan berikan sama Lo. Entah apa yang udah Tuhan siapkan di masa depan sampai sampai dia nguji Lo seberat ini. Daifan kuat, ade gua kuat."

Suffering(COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang