Hanya Mimpi

4K 397 5
                                    

"Gua pamit. Makasih Vier udah buat gua ngga kesepian lagi, makasih udah mau temenan dan ga malu punya temen statusnya anak haram kek gua. Maaf belum bisa ngebales semua kebaikan Lo sampai sekarang."

Xavier mengerutkan keningnya, "Lo ngomong apa sih!?"

"Tolong bilang ke Bang Langit, kalo gua sayang sama dia dan ga pernah sekalipun gua punya rasa benci. Bilang ke orang tua gua kalo impian gua hidup cuma pengin dianggap anak, ga ada yang lain, disayang selayaknya buah hati mereka tanpa menerka kalo gua anak haram. Bilang ke Rain kalo gua ga ada, hilangin childish nya, mungkin di atas nanti gua bakal rindu sosok dia, rindu dengan segala tingkah bodoh dan ke tolol an yang Rain buat."

Algean mengusap air matanya, menatap Xavier yang berdiri kaku dengan mata berkaca kaca di depannya.

"Stop Al, ini ga lucu. Kenapa perkataan Lo bikin dada gua sesak."

"Bilang ke Alessa kalo gua cinta sama dia, gua berharap setelah gua pergi, dia bisa dapet lelaki yang lebih baik dari gua. Gua bisa minta tolong? Jaga dia Vier, gua ga bisa liat dia nangis, tapi mungkin setelah ini gua bakal ngutuk diri gua sendiri karena bakal bikin dia nangis kejer."

Algean terkekeh pedih, "Jiwa gua kalah, mental gua lelah, gua hidup bener bener cuma buat ngerasain penderitaan. Andai gua bukan anak haram, andai gua anak sah mereka, andai gua jadi anak yang bukan anak korban pemerkosaan, andai gua punya nasib selayaknya seorang anak pada umumnya. Ah sial, banyak perandaian yang ga bakal mungkin jadi kenyataan."

"Algean Lo ngomong apa?! Ga ada yang namanya anak haram Al." sangkal Xavier dengan suara serak dan gemetar.

"Anak yang lahir dari korban pemerkosaan dan ga terikat pernikahan itu anak haram Vier. Lo udah kelas sebelas seharusnya Lo ga goblok soal beginian." ucap Algean sarkas, "Gua pergi ya, Lo tau gimana sengsaranya gua? Walau ga semuanya, tapi Lo bisa rasain sakitnya dicampakkan orang tua sendiri kan?"

Xavier benar benar masih tidak percaya jika orang yang di depan nya adalah Algean. Algean yang dia kenal sangat irit berbicara dan tidak pernah menampakkan rasa sakitnya, dia berusaha terlihat baik baik saja di depan semua orang, tapi apakah saat ini Algean benar benar lelah sampai dia mau berbicara panjang lebar tentang hidupnya pada Xavier?

"Stay here. Gimana perasaan mereka kalo cowo kuat ini pergi hah?" kata Xavier yang sebentar lagi akan turun air dari pelupuk mata nya..

Algean menggeleng pelan, wajahnya nampak tenang namun yang membuat Xavier takut ketika wajah lelaki yang dia temui itu terlihat sangat pucat, "Gua ga pernah kuat, gua rapuh, bahkan kayu lapuk pun lebih kuat dari hati gua." ucap Algean lemah.

Xavier menangis, "Lo tega kalo Lo bener bener pergi bangsat! Lo ga mikir perasaan gua setelah Lo ga ada! Gausah pake acara pamit, minta maaf, nitip salam, gausah Lo ngomong begituan sialan! Lo harus tetep disini!" bentaknya hampir putus asa.

"Gua lelah, gua harus pergi sekarang. Gua percaya, setelah gua pergi semua bakal baik baik aja." ujar Algean, lalu dia tersenyum hangat seolah sedang tidak apa apa. Padahal di depan nya, Xavier menangis kejer seperti seorang anak kecil, namun kita tidak bisa membandingkan Xavier seperti anak kecil, plis, dia menangis karena akan kehilangan sahabatnya.

Algean berjalan mundur menjauhi Xavier, mulai dari situ Xavier berontak ketika kaki kakinya membatu tidak bisa dia gerakan saat ingin mengejar Algean.

"ALGEAN GUA MOHON JANGAN PERGI!! LO COWO KUAT KAN, APA ARTINYA GUA DI HIDUP LO KALO LO GA PERNAH MINTA BANTUAN KE GUA ANJING!"

"Maafin gua." satu kalimat tanpa nada yang terbaca oleh Xavier dari gerakan bibir Algean.

Xavier menggeleng kuat. "LO GA MIKIR MEREKA YANG SAYANG LO BAKAL TERPUKUL SAAT LO GA ADA!!"

Xavier berteriak sekuat tenaga sampai urat lehernya tercetak, dan air matanya mengalir deras bak sungai. Dia memukul dadanya yang terasa sesak, sangat amat sesak ketika teriakan nya hanya dibalas senyuman oleh Algean tanpa berbicara.

"Engga, engga. ARGHHHH!!" dia berteriak pasrah ketika tubuh Algean menghilang di depan nya.

"ALGEANNN!"

Matanya terbuka lebar ketika, dia tercekat, tubuhnya berkeringat dingin dan nafasnya menderu.

Sial, Xavier seperti linglung, mimpi itu begitu menyeramkan. Dia bahkan sampai merasakan tangisannya di dunia nyata, dengan segera dia mengusap pipi dan matanya yang basah.

"Huhhh ... Ini cuma mimpi." gumam Xavier.

Dia memejamkan matanya sebentar lalu menarik nafas panjang dan mengeluarkan secara perlahan. Menatap plafon rumahnya dengan seksama.

"Mimpi apa si gua, astaghfirullah." ucapnya, "Ngaco banget, Algean ga mungkin anak--, ngga ngga ngga, ngga mungkin. Pasti dia ga akur sama keluarganya karena alesan lain kan bukan alesan itu." tuturnya sendiri. Dia berdecak, "Akhhh... apaan si Vier, Lo kan udah janji sama bang Langit ga boleh kepo sama urusan mereka." kesalnya.

Dia melihat sekitar, ah ternyata dia ketiduran di ruang tengah, apakah saat teriakannya di mimpi sampai ke dunia nyata? Jika iya mungkin orang tuanya akan keluar kamar dengan terbirit birit melihat anaknya seperti orang kesetanan, untung mereka sedang berada di luar kota dan Art nya sudah pulang sore tadi akhirnya Xavier sendirian di rumah, namun itu tidak membuat dirinya takut.

Dia bangkit lalu menatap jam yang tertempel di dinding, ternyata baru pukul 23:00, karena seingatnya pukul 20:00 dia masih memainkan joystick.

Xavier berjalan kearah dapur untuk mengambil minum, namun langkahnya terhenti ketika suara bel memancing pendengaran nya.

Dia menatap ruang tamu, "Human mana yang mertamu jam segini?" gumamnya bimgung, "Oh mungkin Daddy sama Mommy kali ya."

Xavier pun memutuskan berjalan kearah pintu utama, dia berdecak kesal ketika belnya terus berbunyi, "Brisik banget si. Iya sabar dong lagi jalan ni ah!"

Xavier memutar kunci pintu lalu membuka pintunya secara perlahan, niat mengomeli kedua orang tuanya yang terus terusan memencet bel tapi harus terhenti ketika yang berdiri di depan rumahnya adalah...

"Satu kali aj--Algean?!"

ALGEANDRA

"Sory, gua ga tau kalo Lo dari tadi di depan rumah gua, apa lagi sampe kedinginan gitu."

Ah, tadi sempat hujan deras saat Xavier tertidur dan Algean dengan santainya hanya berdiri di depan pintu tanpa memencet bel, alesan nya takut jika menganggu penghuni rumah karena sudah malam. Endingnya karena dia tidak tahan dingin tepaksa juga memencet bel, untung saja di rumah cuma ada Xavier, jadi dia lebih selesa melakukan apapun tanpa ada rasa canggung dengan orang tuanya Xavier.

"Hm." jawab Algean sambil duduk dan mata menatap tv.

Xavier yang masih berdiri, terus menatap wajah Algean dengan seksama, dia nampak baik baik saja dengan wajah datar, sorot tajam, dan pembawaan selalu tenang.

Mimpi tadi benar benar seperti nyata, apa yang Algean katakan di mimpi sangat sulit di percaya jika Algean mengatakan hal tersebut di dunia nyata. Tapi soal status Algean di keluarganya apakah itu nyata? Arghh ... Xavier perlu kejelasan.

"Jangan sampai gua pergi dari sini karena gua ngerasa parno Lo mau nerjang gua Vier." ujar Algean membuat lamunan Xavier terhenti.

Xavier berdecak, "Lo kenapa kesini? Malem malem lagi, ada masalah di rumah?" tanya Xavier lalu duduk di sebelah Algean.

"Ingin." jawab Algean dengan pandangan masih lurus ke depan.

"Gabut di rumah, ngga gini gini banget kali. Ya kali mertamu jam sebelas malam." decak Xavier.

"Bacot Lo, ambilin gua kaos. Gua kedinginan."

Xavier akhirnya bangkit, "Mau makan sekalian ga?"

"Gampang, Lo tau kalo gua laper, gua bakal nyelonong ke dapur sendiri." kata Algean lempeng.

Xavier menghela nafas, "Oke." setelah itu, dia pergi ke lantai dua untuk mengambil kaos di kamarnya.

Di belakang, Algean menatap datar punggung Xavier yang perlahan menghilang dari pemandangan nya.

"Sory, gua bener bener tertutup ke Lo." gumamnya.

Suffering(COMPLETED)Where stories live. Discover now