Sebuah Harapan

3.5K 357 4
                                    

Suasana pagi hari di sebuah kamar, seorang pemuda yang berusaha membuka mata dari tidurnya sambil mengerang kecil. Dia menggeliat sambil memegangi bagian pinggang saat rasa sakit mulai menyerang secara tiba tiba.

"Akhhh..." dia terus mengerang sambil memegangi pinggangnya berharap bisa mengurangi rasa sakit, namun justru malah sebaliknya.

Tubuhnya sedang tidak baik baik saja, rasa sakit ini tidak henti hentinya menyerang membuat dia menderita, bahkan seakan tubuhnya tidak boleh merasakan yang namanya sehat.

Dia mencoba menggerakkan tangannya untuk mencapai loker nakas, membuka dengan tangan gemetar dan meraih beberapa obat dari dalam sana.

Pemuda itu mencoba duduk dengan beberapa pegangan, lalu membuka obat yang dia raih dan mengambil segelas air di atas nakas.

Butiran butiran obat itu dia telan lalu disusul dengan menegak air putihnya.

Dia masih meringis kesakitan, namun beberapa menit dia bisa bernafas lega saat rasa sakit itu mulai mengurang.

Dibarengi dengan itu, tatapannya berubah kosong, tubuhnya seketika melemas, walau getaran kecil masih bisa dia rasakan di bagian tangan dan kakinya.

Tes.

Tanpa disadari, air matanya mulai menetes terus menerus, saat dirinya sibuk memikirkan jika dia takut hidupnya akan berakhir.

ALGEANDRA

Algean berjalan menuruni tangga dengan langkah pelan, dia takut jika terburu buru akan menimbulkan suara dan bisa menganggu kedua orang tuanya, padahal itu jelas saja tidak mungkin terjadi. Alas rumah Aris terbuat dari marmer bukan kayu, Algean ini memang unik sekali.

Dia berjalan menuju dapur, namun langkahnya terhenti saat melihat dia melihat Tania dan Bik Surti sedang sibuk dengan pekerjaan mereka membuat makanan.

"Tante." panggil Algean pada Tania.

Tania menengok, lalu tersenyum dan meletakkan pisau yang dia gunakan untuk memotong bawang.

"Kenapa Al?"

"Tante kapan dateng kesini?"

"Jam /5 pagi."

Cukup kaget karena mendengar Tania bertamu ke rumah Aris pagi pagi sekali, namun dia memilih tutup mulut tidak ingin terlalu ikut campur dengan Tantenya.

"Den Al kok bangun pagi banget, ini hari Minggu loh." tanya Bik Surti yang sedang mengolah masakan nya di wajan.

Algean kembali melanjutkan langkahnya lalu duduk di kursi meja makan. Dia melihat kesekitar, tempat ini adalah tempat yang normalnya selalu diduduki oleh sebuah keluarga jika sedang sarapan atau makan malam, namun seumur hidupnya, Algean tidak pernah merasakan itu.

"Algean, ditanya bibi juga."

Algean langsung terbangun dari lamunannya ketika mendengar suara Tania.

"Pagi pagi kok udah ngalamun Al. Mikirin apa si?"

Algean menghela nafas lalu menenggelamkan kepalanya di antara kedua tangan yang dia letakan di atas meja, "Ngantuk." jawabnya berbohong.

"Ooh...cuci muka sanah nanti Tante anter sarapannya ke kamar kamu." ujar Tania.

Algean akhirnya menuruti, bukan karena ingin membasuh wajahnya, namun karena sudah cukup dia berada di ruang makan, pasti sebentar lagi Aris dan Zela akan keluar kamar.

Suffering(COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang