Kepedulian Yang Tak Diharapkan

6K 546 0
                                    

Langit baru saja keluar rumah ingin berangkat kampus, namun tiga remaja yang berdiri di depan gerbang rumahnya membuat niat Langit menunggangi motornya terhenti.

Langit mendekati ketiga remaja itu, "Nyari siapa?" tanya nya melihat wajah ketiga remaja itu sedang kebingungan.

"Maaf kak, mau tanya apa bener ini rumah Algean?" tanya remaja perempuan.

Langit mengangguk, "Benar, saya kakaknya kalian siapa?" jawab Langit formal.

Mereka mengangguk, ternyata Algean punya saudara tapi Algean tidak pernah berbicara dengan mereka, "Sebelumnya kenalin bang, kita sahabatnya Algean. Gua Xavier, ini Rain, dan ini Alessa." ucap Xavier sambil memperkenalkan Rain dan Alessa

Langit sedikit kaget mengetahui Algean mempunyai sahabat, karena dia tau Algean sangat susah sekali bergaul, "Kalian sahabatnya? Kalian tau dimana adik saya? Saya yakin dia bersama kalian? Dari kemarin saya tidak melihatnya." tanya Langit bertubi tubi.

Ketiganya sama sama meneguk ludah, mencoba menenangkan diri agar tidak panik karena mereka tau keberadaan Algean dimana, "Abang gatau keberadaan Algean?" tanya Rain memastikan, sedikit tidak percaya Langit tidak mengetahui karena dia itu kakaknya.

Langit menggeleng cepat, "Kemarin dia pergi dari rumah tanpa pamitan sama saya. Dan sampai sekarang saya gatau dia dimana." jawab Langit.

Alessa tau pasti Algean ke Bandung kemarin, "Kak dia di gudang," sahut Alessa.

"Gudang?" tanya Langit heran.

"Algean ada di gudang kak," jawab Alessa mantap.

Langit mencoba mencerna ucapan gadis di depannya yang masih belum jelas, "Apa maksud kamu? Jangan bertele tele saya tidak paham, bagaimana bisa di gudang?"

"Gini bang, Algean ga berangkat dan dari kemarin kita ga bisa hubungin dia. Lalu tadi tiba tiba Algean nelvon kita dan minta tolong katanya dia ke kunci di gudang rumah ini." jelas Xavier membuat Langit terkejut setengah mati.

"Saya mohon ijinin kita ke gudang rumah kakak," mohon Alessa memelas.

"Ayo," setelah itu Langit berlari dan di ikuti oleh ketiga remaja itu.

Sesampainya di depan gudang, Langit mencoba membuka pintu gudang namun ke kunci. Langit sudah menduga pasti ini ulah kedua orang tuanya, biadab.

"Daifan? Lo di dalem?!" teriak Langit sambil mengetuk pintu.

"Tolong... tolongin gua bang..." jawab seseorang di dalam terdengar samar.

"Itu-itu Algean, tolong buka pintunya kak." mohon Alessa hampir menangis. Xavier mendekati Alessa mencoba menenangkan gadis itu.

"Biar saya dobrak," ucap Langit dan di angguki ketiga remaja itu.

Brak

Brak

Brak

Pintu terbuka dengan segera Alessa berlari pertama meninggal Xavier, Rain, dan Langit sampai mereka menyusul ke dalam.

Alessa terkejut, dadanya sesak melihat keadaan Algean yang jauh dari kata baik, lelaki itu tengah terkapar dengan mata tertutup. Kacau, Algean benar benar kacau.

Alessa mendekati lelaki itu pelan, "Gean," panggilnya dengan suara gemetar.

Algean membuka matanya pelan lalu melihat kedua sahabat nya, kakaknya, dan Alessa yang sedang berdiri menatap.

Algean berusaha bangkit untuk mendudukan dirinya, namun seluruh tubuhnya yang memar karena cambukan Aris membuat dia tidak berdaya.

Sampai akhirnya Alessa jongkok di dekat Algean membantu lelaki itu untuk duduk, mata Algean terpejam berusaha merasakan sakit yang amat sakit, "Kenapa?" tanya Alessa menangis.

Algean hanya menggeleng, lalu menengok melihat wajah Alessa yang terlihat khawatir ke arahnya, "Ga apa apa, makasih udah tolongin gua."

Alessa benar benar menangis sesenggukan, bagaimana Algean mengatakan tidak apa apa setelah mengetahui tubuhnya yang penuh luka memar.

"Papah yang nglakuin ini?" tanya Langit menginterogasi.

Algean menatap Langit tanpa menjawab, membuat Langit yakin jika Aris yang melakukannya.

Dengan segera Langit berbalik berniat untuk melabrak Aris di kantornya.

"Bang!" panggil Algean sedikit berteriak.

Langit berbalik menatap Algean emosi, "Apa!? Lo mau larang gua buat bilang ke Papah hah?!" jawab Langit marah.

"Jangan, jangan bilang Papah. Biarin."

Langit mengedarkan pandangannya, lalu mengacak rambutnya frustasi, "Gimana bisa Lo nyegah gua buat ga ngomong sama Papah? Papah udah kelewatan Dai!"

Algean memejamkan matanya sebentar lalu mendongak, "Jangan bilang ke Papah bang, jangan bikin dia marah sama gua karena aduan Lo." mohon Algean, dia tidak mau memperpanjang masalah dan tidak mau mendapat amukan Aris di belakang Langit.

"Bener kata Algean bang, gua gatau masalah Algean sama bokap nya apa sampai dia ngelakuin ini semua, tapi untuk sekarang tolong jangan bilang ke bokap kalian dulu. Jangan bikin bokap kalian marah terus ngelampiasin ke Algean lebih parah dari ini." usul Xavier mencoba menenangkan Langit agar tidak terburu buru, karena dia tau pasti dampak buruknya akan mengenai Algean lagi. Itu yang Xavier simpulkan dari kejadian ini walau Xavier tidak begitu tau asal mulanya.

Langit menghelai nafas, "Kalian, bawa Daifan ke kamarnya." perintah Langit pada Rain dan Xavier.

ALGANDRA

Alessa menemani Algean yang sedang tidur di kamarnya, sedangkan Rain, Xavier, dan Langit sedang duduk di ruang tamu untuk berbicara, entahlah apa yang dibicarakan, mungkin Langit ingin mengetahui sosok Algean lebih jelas dari sahabat nya.

Alessa memandang wajah polos Algean ketika tertidur. Wajah dingin dan sorot mata tajam ketika Algean sadar membuat Alessa sedikit yakin ada alasan dia menjadi sosok seperti itu.

"Ngapain Lo disini?"

Lamunan Alessa terhenti ketika suara Algean berhasil mengejutkan nya, lelaki itu sudah bangun dari tidurnya selama tiga puluh menit.

Alessa bangun dari sofa mendekati Algean yang tubun nya setengah terbangun, "Gua jagain Lo." jawab Alessa.

Algean memalingkan kepalanya, "Lo bisa pergi, gua ga selemah itu buat dijagain."

Alessa menghelai nafas, "Gua bakal jagain Lo, jangan bantah buat sekarang. Lo butuh orang lain karena keadaan Lo yang ga baik baik aja."

"Gua baik! Baik banget dan stop nganggap gua ga berdaya!" bentak Algean.

Alessa terkejut lalu mengerjapkan melihat Algean yang tiba tiba membentaknya, "Gua peduli sama Lo apa itu salah Ge? Lo gatau gimana khawatir nya gua ketika liat Lo terkapar di lantai gudang." jawab Alessa rendah, terdengar marah namun berusaha menahan.

"Gua biasa! Lo cuma orang baru yang nerobos masuk ke kehidupan gua dan Lo ga tau seberapa kuatnya gua ngadepin yang jauh lebih berat dari ini, gua gasuka dianggap lemah sama orang orang, gua gasuka simpati orang. Jadi stop peduli sama gua!" Algean lepas kendali sampai berkali kali berteriak ke Alessa.

Alessa berusaha menahan air mata melihat betapa kerasnya sifat Algean, namun dia memaklumi. Alessa tau Algean tidak pernah baik dan lelaki itu selalu menutupi semuanya dari orang lain, "Oke, ucapan Lo buat gua sadar bahwa keberadaan gua bikin Lo risih."

Alessa berbalik mengambil tas nya yang berada di sofa, lalu berjalan menuju pintu, namun sebelum itu dia sempat berhenti, "Cepet sembuh, Lo harus terus berangkat karena kita mulai pendalaman materi buat olimpiade." ucap Alessa datar tanpa menatap Algean, setelah itu dia kembali berjalan meninggalkan kamar Algean.

Algean mengerjap berusaha sadar apa yang barusan dia katakan lalu menghelai nafas panjang, "Bodoh, gua nyakitin dia." monolog nya dengan tatapan kosong lalu dia mengusap wajahnya kasar.

Suffering(COMPLETED)Where stories live. Discover now