SEMBILAN BELAS

18.9K 1.4K 75
                                    

Hari sudah malam. Jam dinding rumah kami sudah berdenting menunjukkan kalau sekarang sudah pukul 10 malam tepat. Aku menarik gorden kamar yang masih terbuka untuk segera menutup. Kebiasaan Mas Suami kalau habis merokok di balkon tidak pernah menutup gordennya. Setelah yakin semuanya sudab kututup, aku naik ke atas ranjang yang sudah ditempati Mas Garin di sisi satunya. Ia berbaring dengan tanganya yang ia tekuk sebagai sandaran di atas bantal. Tak lupa aku matikan lampu kamar kami menyisakan lampu tidur yang menyala di atas nakas sebelah ranjang.

"Capek Mas?" tanyaku yang sebenarnya sudah terjawab dengan melihat dirinya yang terbaring di sana dengan mata terpejam.

"Hmm."

Aku menempelkan tangan di kepalanya. Pelan-pelan mulai kugerakkan, sedikit menkan dan mengelus dengan tenaga di beberapa bagaian kepalanya. Mas Garin diam, sepertinya dia menikmati pijatanku.

"Kalau capek bilang" kataku setelah cukup lama hanya melihat dia keenakan kupijat. Kini aku sudah beralih memijat punggungnya yang bahkan ia sudah berubah tengkurap setelah kupinta.

"Hmm" sahut Mas Garin seadanya dengan wajah yang bertumpu dan tenggelam di bantal empuk untuknya tidur.

"Enak nggak?" tanyaku padanya.

Dia terlihat sangat menikmati.

"Lumayan."

Aku mengeryit dahi tidak percaya "lumayan gimana?" tanyaku sedikit menggodanya. Astagfirullah, aku apa aku terdengar seperti wanita penggoda di panti pijat plus-plus.

"Bisa diterima, akh-"

Aku menekan cukup kuat pinggangnya "kamu pikir aku lagi praktek buat cari kerja" kesalku padanya.

Aku dengar dia terkekeh. Mas Garin dan kekehannya adalah satu hal manis untukku.

Aku mendekat ke arahnya, mencoba sedikit main-main denganya. Memijat punggungnya yang masih berbalut kaos hitam dengan lebih pelan lagi. Aku raba punggung sambil menahan tawa. Dengan niat mempermainkannya aku dekatkan wajahku ke kepalanya. Tanganku pun ikut merambat ke kepalanya. Meraba disekitar leher dan telinganya. Dengan sangat sengaja aku tiup pelan telinganya.

"Na!" serunya, aku rasa dia geli karena tiupan-tiupan kecil dariku.

"Hmm" kini aku menggigit pelan daun telinganya.

"Na! Jangan mancing-mancing ya!" dia memperingatiku. Aku yang mancung,  terus apa dia bereaksi seperti itu karena terpancing olehku.

"Enak nggak?" bisikku pelan, aku masih ingin tertawa tapi tetap kutahan "kata temen cowokku, pijetanku enak, loh, Mas" pancingku lagi. Apa dia biasa saja saat aku membicarakan lelaki lain saat denganya dan membahas pijatan.

Aku pernah mendengar teman lelakiku berkata "lebih baik punya istri pinter pijet daripada pinter masak" dan sepertinya itu related dengan pikiranku sebagai istri, sekarang.

Karena aku masih mau Mas Garin makan diluar, masih mau makan berdua dan jajan berdua. Tapi aku tidak rela kalau Mas Garin pijat di luar. Disentuh bagian tubuhnya oleh perempuan selain aku. Tidak! Mas Garin hanya hak milikku.

Mas Garin menahan tanganku yang mengelus lehernya. Melirik ke arah diriku dengan posisinya yang sama.

"Kenapa? Enak?" tanyaku seperti mengejek dirinya.

"Udah" katanya.

Ck, aku merebahkan diriku di sebelahnya. Dia mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang mengikutiku. Beberapa saat sebelum ia mengikutiku yang tidur menyamping menhadapnya. Kami sama-sama saling berpandangan. Mata kami bertemu.

My Troublesome Husband Where stories live. Discover now