SEMBILAN

20.3K 1.6K 32
                                    

Waktu itu aku buru-buru masuk ke sebuah rumah besar di tengah kota. Tepatnya sembilan bulan yang lalu. Aku hanya memakai kemeja lengan panjang berpadu celana jeans. Menenteng map coklat berisi lamaran pekerjaan dan data pribadiku. Berpenampilan seadanya waktu itu, rambut saja hanya aku kuncir kuda. Aku kesiangan hari itu. Dengan terburu-buru aku segera datang kemari karena jadwal pembukaan wawancara sudah satu jam yang lalu. Aku dengar dari Om Yanto kalau istri rekan kerjanya sedang mencari asisten. Berhubung waktu itu aku lagi menganggur, baru saja di pecat gara-gara salah membuat proposal. Aku hanya bekerja dalam kurun waktu satu bulan saja. Hari itu aku benar-benar berharap kalau akan diterima bekerja disana dan bertahan lama. Aku sudah lulus kuliah sejak dua tahun yang lalu dan masih dalam proses mencari jati diri. Sebenarnya pekerjaan yang cocok untukku apa sih? Karena sejak lulus aku belum pernah bekerja lebih dari dua bulan. Selalu ada saja masalah yang membuat aku harus dipecat atau mengeluarkan diri karena sudah tidak sanggup.

Rumah yang aku datangi waktu itu sangat mewah dan modern, dipenuhi dengan tanaman berwarna-warni di beberapa temboknya. Menakjubkan mata. Meski bangunan hanya berbentuk kotak macam itu. Macam kotak ditumpuk. Bagus tapi tidak terlalu lebar.

Aku sempat minder untuk masuk ke dalamnya. Apakah bisa aku bekerja di sana. Apalagi untuk nyonya rumah dengan segala list pekerjaanku yang tidak pernah beres dari dulu. Kalian tahu, kan, kalau kaum burjois macam mereka ini punya standar yang luar biasa untuk segala hal yang mengelilinginya, termasuk asisten yang akan selalu ada di samping merek. Ini gara-gara semalam aku asik nonton drama jadi kesiangan. Dan aku menyesalinya, tidak bisa dandan untuk wawancara ini. Mentok, aku bisalah pakai setelan jas kantor khusus wanita dengan rambut yang kucepol dan lipstik lebih gelap. Bukan yang peach ceria seperti ini.

Jujur karena terlalu senang mendengar kalau istri rekan Om Yanto mencari asisten aku langsung setuju tanpa bertanya apa-apa tentang bagaimana tempat dan orang yang akan menjadi atasanku. Terlalu percaya diri sampai tidak survei tempat kerja. Calon tempat kerja. Aku malah kayak anak Sma yang cari kerjaan di cafe yang baru buka.

Aku terlalu ceroboh dan terburu-buru. Sejak saat itu aku sadar kalau kecerobohanku ini memang sudah akut.

Sejak saat itu rasanya semua yang terjadi sangat berbelit dan terjadi tidak sesuai kemauan karena aku yang ceroboh dan terlalu terburu-buru.

Aku dengan tekad dan rasa percaya diri yang tidak pernah padam meski dalam hati sudah menciut duluan, memencet tombol bel di pinggiran tembok dekat gerbang kayu. Lima detik kemudian seorang lelaki yang sudah berumur datang menujukkan wajahnya lewat kotak kecil di gerbang. Aku lihat lelaki itu memakai baju ala bodyguard, seperti dia memang penjaga rumah ini.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya lelaki berumur tadi dengan suara bassnya.

"Saya mau melamar pak, apa wawancara sudah selesai?" jawabku sekaligus bertanya balik padanya.

"Belum Mbak" katanya.

Dia membukakan gerbang, mempersilahkan aku masuk dan kembali menutup gerbangnya. Dia memanggil seseorang perempuan yang kira-kira berumur tiga pulahan, aku kira, tengah memakai baju khas pelayan. Karena aku lihat beberapa wanita yang lewat juga berpakaian sama. Mengatakan sesuatu padanya dan perempuan itu menyuruhku untuk mengikutinya.

Aku diantarkan masuk ke dalam, ke sebuah ruangan di sisi kanan rumah. Ruangan serba putih yang berhadapan langsung dengan langit barat dengan batas kaca. Setelah aku masuk perempuan tadi meninggalkanku dan menyuruhku menunggu di sini. Aku mengangguk dengan senyum sopan padanya sebelum dia pergi. Aku duduk di kursi beralas empuk yang sama putihnya dengan meja, menunggui entah siapa. 

Kira-kira lima menit kemudian seorang wanita paruh baya datang dengan dress pendek bermotif bunga, panjangnya sebetis tanpa lengan, dia tampak menawan dengan kalung mutiara yang sama dengan antingnya dan rambut digelung ke atas. Diikuti seorang perempuan yang kali ini memakai kemeja dan rok span. Dia duduk di kursi depanku dengan aku yang berdiri. Aku menunduk menyapanya dan kami saling duduk berhadapan.

My Troublesome Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang