EMPAT PULUH TIGA

16.2K 1.8K 132
                                    

Ini sudah hari kedua Mas Garin di Kalimantan.

Dan diriku juga belum kembali ke rumah. Rencananya hari ini aku akan kembali ke rumah setelah menemui Ken di rumah Mama Erika.

Kenapa tidak kemarin saja kutemui?

Ya, karena Ken yang merasa skorsing-nya adalah liburan cuma-cuma. Anak itu malah keluyuran ke luar rumah. Kemarin aku mampir ker rumah Mama Erika dan tidak menemukan batang hidungnya. Setiap kutanya kemana, dia selalu menjawab sedang berada di luar rumah. Entah katanya morning ride alone, pergi rumah temannya, pergi ke bengkel memodifikasi motornya atau sekadar nongkong di cafe yang cukup jauh dari rumah.

Juga, kemarin Mas Garin meminta diriku untuk menepati janjiku yang lalu. Yaitu menentukan menu baru yang akan di launching di cafe-nya.

Aku kini dalam perjalanan menuju rumah Mama Erika, sekarang sekitar tiga sore lebih, setelah ashar. Aku hanya memakai kemeja maroon berlengan pendek dan celana jeans highwaist. Dan ambut yang kusanggul kecil kebawah. Aku baru pulang dari mengecek restaurant Mas Garin, lagi, sesuai permintaanya. Baru saja kami baikan dua hari yang lalu, tapi Mas Garin sudah bisa menyuruh-menyuruh diriku. Dan aku, mau-mau saja melakukannya. Aku memakai taksi kali ini, belum sempat mengambil mobilku yang sudah Pak Lino antar kembali ke rumah seperti permintaan Mas Garin.

Drrtt.. Drrttt...

Suara getaran ponselku. Aku rogoh tas jinjingku untuk mencari ponsel yang aku letakkan di dalamnya.

Ternyata panggilan suara dari Mas Garin. Aku menyentuh tombol hijau untuk menerima panggilan suara darinya.

"Halo, Mas" seruku saat panggilan kami terhubung.

"Hmm, maaf saya habis tidur siang" sahut Mas Garin dengan suara serak khasnya saat baru bangun tidur. Aku yakin sekarang dirinya pasti masih menggulung diri dibalik selimut.

"Iya nggak papa."

"Ada apa?" tanyanya dengan erangan, mungkin sekarang Mas Garin merenggangkan tubuhnya.

Oh iya, tadi siang bolong aku menelpon dirinya tapi tidak ia angkat, sepertinya Mas Garin sangat "nggak papa, udah juga, tadi cuma mau laporan aja" kataku.

"Gimana?" ia bertanya mengenai laporan yang kumaksudkan.

"Ya, seperti biasanya, aku disana nggak ngapa-ngapain, calon suaminya Mbak sudah meng-handle semuanya" laporku selesai. Apalagi yang harus aku laporkan, sepertinya memang tidak ada. Aku disana juga hanya datang, diam, menunggu Pak Lino melaporkan pengiriman bahan masakan yang baru datang pagi tadi. Selain itu, aku hanya duduk menikmati makanan dan minumanku. Pak Lino sudah sangat berguna sebagai orang kepercayaan Mas Garin.

"Oh, ya udah, ada lagi?" tanya Mas Garin.

Aku menggeleng, sekalipun Mas Garin tidak bisa melihatnya "nggak ada kayaknya" beberapa detik hening.

"Sudah?" Aku berdecak mendengarnya.

Sungguh, dia nggak ingin sekedar basa-basi gitu? Atau merindukan diriku. Atau sekedar ingin mendengarkan suara lebih lama lagi. Kami melakukan panggilan suara terakhir tadi pagi sebelum Mas Garin pergi untuk menemui klien-nya dan aku yang akan pergi ke restaurant. Setelahnya, ia sudah susah dihubungi. Dan sekarang, ia sudah terdengar ingin mengakhiri panggilan ini.

"Udah beneran?" tanyaku. Kenapa aku terdengar sangat mengharapkan dia untuk lebih lama mengobrol. Apakah aku serindu itu padanya. Tidak, mungkin aku hanya kesal disuruh-suruh olehnya, sedangkan dia enak-enak liburan ke Kalimantan.

My Troublesome Husband Where stories live. Discover now