'LIMA PULUH'

16.4K 1.9K 359
                                    

Ini keitung double Up ga ya?

Semoga hati kalian tetap di jalan yang benar dan nggak berencana buruk ke Mas Garin.

Tahan-tahan mau puasa.

Aku mau kasih tau sesuatu, tapi nanti aja deh 👎

*

*

*

*

*

"Bi Nar tolong buatin kopi hitam buat Mas Garin, gulanya pakai gula aren aja" aku melihat kedatangan Mas Garin dari lantai atas "sama ayamnya ya Bi, sajiin di meja" pintaku lagi.

Aku masih mengaduk-aduk nasi goreng di wajan dengan kompor yang masih menyala. Melirik sesekali dirinya yang sudah duduk di kursi meja makan. Bi Nar menyajikan ayam dan menuangkan air putih untuk Mas Garin atas permintaanya. Setelah kurasa cukup matang dan sudah kucicipi rasanya, aku mengambil wadah nasi. Lalu aku tuangkan semua nasi goreng dari dalam wajan ke wadah. Membawanya ke meja makan yang sudah ada Mas Garin di sana.

"Kopinya masih dibuatin Bi Nar" aku memberitahu dirinya.

Aku kembali ke dapur. Membuka kulkas untuk mengambil sekotak strawberry di dalamnya. Aku buang daunnya dan kumasukkan sebuah mangkok setelah aku cuci dengan air mengalir.

"Kopinya pak" Bi menyajikan kopi pagi buatannya untuk Mas Garin.

Aku lirik dari sini, ia hanya mengangguk pada Bi Nar. Setelah Bi Nar kembali ke dapur. Aku membawa semangkok strawberry bersih kepadanya tanpa berkata apa-apa. Aku ikut duduk di sampingnya sambil menuangkan air segelas untuk kuminum.

"Belum bangun dia?" Mas Garin membuka suara.

Aku yang sedang meminum air dari gelas hanya membalas pertanyaanya dengan gelengan kepala, "weekend, nggak mau bangun pagi" tambahku setelah menghabiskan segelas air.

Dia tidak menanggapi, Mas Garin tidak melanjutkan pembicaraanya, ia mengambil sebuah garpu untuk menikmati buah strawberry segar siap makan.

"Nanti sore, Rizky balik" aku memberi tahunya, kemarin lusa aku sudah ngasih tau tentang kepulangan Rizky hari ini. Sengaja aku kasih tau pagi-pagi biar dia nggak sensi kayak kemarin yang aku izin terlalu mendadak.

Jangan tanya bagaimana kondisi kami berdua sekarang. Komunikasi minim dan aku juga minim berurusan dengannya sejak kemarin sore. Aku menghindari dirinya supaya ia memiliki waktu juga biar nggak kena semprot saat ia sedang dilanda kekalutan. Kemarin dia aja nggak mau ngasih tau, terus aku harus mau nerima uring-uringannya? Nggak sebelum dia cerita.

Drrttt...

Ponsel Mas Garin bergetar di atas meja makan. Ia mengangkatnya sebelum aku berhasil melirik siapa nama yang tertera di layar ponselnya, yang pagi-pagi begini ada waktu menelpon dirinya.

"Iya?" ucapan Mas Garin untuk menjawab panggilan dari orang di seberang sana "saya angkat telpon dulu" pamitnya padaku.

Aku mengangguk samar. Ingin memperlihatkan kalau aku masih belum bisa membiasakan perdebatan kami kemarin sore.

Mas Garin bangkit dan berjalan naik ke lantai atas. Mataku tertuju pada setiap langkah yang Mas Garin ambil sampai dirinya masuk ke ruang kerjanya. Telepon dari siapa yang membuat Mas Garin sampai mengambil jarak sejauh itu dariku. Rasanya cukup dengan sedikit menjauh dan aku yang tidak mendengarkan akan cukup. Kenapa harus sampai ke lantai atas segala. Aku menggerutu pada Mas Garin. Menurutku perdebatan kami kemarin sore juga tidak memberikan hasil. Itu hanya keputusan sepihak Mas Garin yang tidak mempertimbangan apa yang aku tuntut padanya.

My Troublesome Husband Where stories live. Discover now