DUA PULUH SEMBILAN

22.8K 2K 157
                                    

Kehitung Doubel, gak? Demi, nih. Huhu, nggak ya, gk papa lah.

*

*

*

*

*

Blamm

Aku memegang pipiku. Yang dipegang pucuk kepalaku, yang dielus rambutku. Tapi, yang memanas pipiku dan sekarang jantung juga ikut-ikutan berdegup di dalam sana.

Sungguh.

Aku meleleh hanya karena perlakuannya yang sangat sederhana. Mengelus rambutku dan berkata lembut.

Aku langsung naik ke atas kasur. Mengambil bantal. Menenggelamkan wajahku di dalam bantal dan berteriak di dalamnya. Aku ingin berteriak, tapi tidak mungkin malam-malam berteriak sendiri. Bisa-bisa Ken juga seisi rumah terkejut. Aku akan mengusik mereka. Bantal akan meredam suara kegembiraanku yang senada dengan sorakan dalam hati.

Pertama kalinya, dalam sejarah pernikahanku dan Mas Garin. Sekali seumur hidup aku mendengarnya dengan jelas. Perkataan pertama, aku meragukannya. Perkataan kedua, membuatku yakin. Mas Garin benar-benar memanggil dirinya 'Mas' tadi, saat berbicara denganku. Panggilan Mas yang diucapkan Mas Garin, untuk dirinya sendiri, terdengar manis dan lembut di telingaku. Sangat candu dan aku sudah kecanduan.

"Na! Ngapain"

Aku terduduk mendengar suara interupsi dari arah kamar mandi, dari pemilik suara berat. Menjauhkan bantal dari wajahku. Siapa lagi kalau bukan Mas Garin.

"Nggak papa, Mas" kataku dengan tangan sedang menggaruk tengkuk yang tidak gatal, "tadi lagi nyium bau bantal, kayaknya ada bau-bau gak enak" alasanku. Sambil mendekatkan wajahku lagi ke bantal, berpura-pura sedang menciumi aroma bantal

"Bau iler kamu."

"Enak aja, aku gak ileran, ya, iler kamu semua ini" aku menunjukkan bantal pada Mas Garin yang keluar dengan baju yang sama.

Dia melirik sekilas, menghiraukan diriku dengan bantal. Ya, hiraukan saja.

"Mandi Mas, buruan! masuk angin, nanti aku yang repot"

Dia berdecak "jangan ngomong sembarangan, saya ambil handuk" ia memperingatiku

Aku turun dari ranjang, mengembalikan bantal ke tempat semula "handuknya nanti langsung masukin keranjang" ingatkanku pada Mas Garin.

"Ck, bawel."

Entah kenapa, aku rindu bertengkar kecil dengan Mas Garin. Kali ini, sifatnya malah menggelitik menurutku. Pertengkaran kecil kami di pagi buta. Jam memunjukkan pukul dua belas malam lewat sepuluh menit.

Sambil menunggu Mas Garin mandi, aku turun ke bawah. Menyalakan beberapa lampu untuk memberikan cahaya di rumah kami yang sudah gelap, seperti biasanya di jam-jam orang tidur.

Aku menuju ke dapur dengan pelan-pelan. Seperti maling di rumah sendiri. Takut membuat keributan yang tidak penting. Menyalakan lampunya. Sebelum memasak, ah, tidak menghangatkan makanan saja. Aku yang sudah memasakan juga belum memakannya. Karena tadi tertidur sore hari dan tidak napsu makan karena sendirian. Masakan yang sudah jadi tidak termakan. Aku mengambil bihun goreng, ayam dan telur mata sapi. Aku masukkan ketiga menu ini ke dalam microwave. Sambil menunggu, aku panaskan air untukmembuat minuman hangat. Kasihan, Mas Suami sudah bekerja sangat keras hari ini. Ditambah ceramahnya padaku tadi. Setelah mandi, pasti lebih segar dengan minuman hangat. Makanan sudah hangat, aku menatanya masing-masing tiga porsi ke atas piring makan. Lalu, menuangkan air panas ke dua cangkir teh dan secangkir kopi hitam.

My Troublesome Husband Where stories live. Discover now