DUA PULUH LIMA

20.8K 1.8K 238
                                    

Termasuk Double Up nggak?

*

*

*

*

*

"Mas, kalau aku cat rambut gimana? Aku, sih, pingin warna pink" tanyaku ke Mas Garin yang duduk di sebelahku.

Aku kemarin melihat di social media, sedang trend mewarnai rambut. Dan warna pink, terlihat sangat menawan. Apalagi dengan warna ombre. Aku tidak bisa membayangkan, akan semenawan apa rambutku jika diwarna.

"Ck, yang normal aja, rambut hitam kamu lebih bagus" komentar Mas Garin.

"Emang kalau di cat kelihatan nggak normal?" tanyaku pada diri sendiri. Sejak kapan ada pemikiran kayak Mas Garin begini. Justru itu yang paling normal. Orang-orang yang mengikuti trend.

"Namanya style, Mas" aku mengoreksi penggunaan katanya.

"Nggak usah macem-macem."

"Kenapa? Rambutnya kalau diwarnai jadi cantik tau" kata, membujuk Mas Garin. Mencoba meyakinkannya kalau mengecat rambut itu keren.

"Yang natural aja cantik"

Aku mendekatkan diri pada Mas Garin, ingin memperjelas ucapan Mas Garin tadi. Aku tidak mungkin salah dengar. Dia mengatakan kalau aku cantik.

"Beneran cantik?" tanyaku memastikan, juga ingin mendengar lagi darinya.

"Iya."

"Iya apa?" aku memancing Mas Garin

"Kamu" jawabnya singkat.

"Aku kenapa?" tanyaku menuntut.

"Menurut kamu?"

"Kan, aku tanya kamu."

"Ck, terserah kamu" lah, kok dia memalingkan wajah.

Kok, jadi terserah aku. Macem mana bisa ini bapak satu anak. Tinggal bilang istrinya cantik. Apa susahnya coba? Pakai muter-muter "kamu cocok warna hitam, kalau diwarnai aneh" ribet banget jadi lelaki.

Kami sedang berada di salah satu tempat cukur, tempat potong rambut langganan Mas Garin. Kami sedang menunggu Si Mas yang mau memotong rambut kami. Untungnya, di tempat ini tidak hanya menerima pelanggan lelaki.

"Yang kayak gini aja, Mas" pilih Ken, untuk model rambutnya.

"Pokoknya rapi rambutnya" sahutku, me-request juga ke pemotong rambut Ken.

Aku tidak tahu dia memilih yang seperti apa. Toh, dia sudah remaja, sudah bisa menentukan apa-apa tentang dirinya sendiri. Aku tidak masalah dengan model rambut yang ia pilih. Yang terpenting tidak diwarnai dan masih cocok untuk seumurannya, juga ia sebagai seorang pelajar.

Seperti permintaanku. Hari ini akhirnya Mas Garin menyempatkan untuk mau merapikan rambutnya. Makin hari aku lihat makin panjang rambutnya. Jadilah, kami bertiga duduk di kursi customer sekarang. Ken, yang tadinya tidak minat, harus kubujuk untuk ikut juga. Itu rambutnya juga makin panjang, tapi dia kekeuh kalau rambutnya lebih bagus seperti itu. Tapi, sebagai emaknya, aku juga kekeuh kalau rambutnya tidak terlihat rapi. Dengan berat hati pastinya, Ken ikut karena Papanya menyuruh dirinya. Aku yang awalnya tidak berencana memotong rambut, malah ikut duduk. Karena aku lihat hasil potongan rambut customers perempuan yang mereka punya, lumayan bagus. Yang untungnya ada beberapa perempuan yang baru selesai merapikan rambutnya. Dan, itu meningkatkan minatku.

My Troublesome Husband Where stories live. Discover now