E M P A T

27.2K 2K 63
                                    

Aku mengekori Mas Garin yang berjalan santai menaiki tangga setelah berpapasan dengan Bi Nar yang lewat depan tangga. Berjalan lebih dulu tanpa mempedulikan diriku yang tadi ia ajak untuk masuk ke kamar. Setelah adegan cium-cium manjah yang digagalkan oleh anaknya Mas suami. Padahal ya, susah tuh minta hal manis gitu ke suami. Eh, giliran Mas Garinnya mau malah direcokin sama putra kesayangan itu. Nggak papa, nggak papa, kan udah diajak Mas Garin masuk ke kamar.

Masuk ke kamar.

Aish, mendengar ajakan Mas suami untuk masuk ke kemar saja membuat pipiku ini memanas. Untung saja Mas Garin di depanku kalau saja kami berjalan beriringan pasti ia akan mendapati pipiku yang memerah. Dan dia akan berkomentar dengan mudahnya "pipi kamu merah Na". Tanpa berpikir alasan yang membuat pipiku merah itu karena apa, lebih tepatnya karena siapa.

Suami kok nggak ada peka-pekanya.

Dia membuka pintu kamar, lalu masuk dan diikuti oleh diriku tanpa menutupnya kembali. Harus gitu aku juga yang nutup pintu, manis dikit gitu loh mas sama istri, pintunya dibukain terus disuruh masuk, dia yang nutup. Mas Garin mah enggak. Aku mencoba menetralkan pipiku yang memanas ini. Bisa malu kalau si Mas suami tanya lagi. Aku lihat di masuk ke dalam kamar mandi.

Eh, mas suami mau ngapain.

Tak mau ambil pusing, aku duduk di tepian ranjang. Mengecek ponselku sebentar, mungkin ada notifikasi masuk gitu. Mungkin mantan ngajak balikan, mantan terindah.

Cklek

Mas Garin baru keluar dari kamar mandi, dia langsung naik ke atas ranjang. Duduk bersandar pada punggung ranjang sambil berselonjoran kaki. Tak lupa tuh, benda pipih serbaguna miliknya, ia ambil dari atas nakas kamar tidur di sebelahnya.

"Mas" panggilku.

"Hm" gumamnya.

Gitu aja mas? Ish kesel deh akikah. Tadi aja kayak manis-manis gitu sama aku. Sekarang balik lagi tuh wajah kanebonya. Di adem-ademin pakai air juga tetep kaku.

"Nggak gosok gigi sama cuci muka kamu?" tanya Mas Garin yang masih fokus memainkan benda kotak pipih serbaguna miliknya.

Ah, sinya ini, sinyal. Dia minta aku buat siap-siap kayaknya. Aduh, bilang aja kek mas, nggak usah pakek nyuruh-nyuruh gitu.

"Ngapain kamu lihatin saya sambil senyum-senyum" tegurnya, masih dengan mata yang fokus pada ponsel.

Eh, sampai nggak sadar kalau senyum-senyum kayak anak kecil ketahuan minum es teler pas lagi puasa.

"Ng-nggak kok, Mas" aku mengalihkan pandangan.

Aneh deh, itu dia bisa tahu dari mana coba. Matanya aja fokus sama hp, kok tahu-tahu aja aku mesem-mesem girang gini. Apa dia punya mata ketiga di dahinya, tapi aku nggak bisa lihat. Apa bisanya dilihat sama orang yang punya kekuatan supra natural aja, kayak punya indra ke tujuh gitu?

Aish, ngawur aja kamu, Na.

"Khem"

Dia berdehem tuh.

"Eh, aku mau ke kamar mandi dulu" pamitku. Ya elah Gina, mau ke kamar mandi ae pakai pamitan segala. Kayak anak kecil mau berangkat sekolah.

Aku buru-buru masuk ke kamar mandi, sebelumnya aku sudah mengambil sebuah gaun tidur dengan bahan satin berwarna merah marron. Aku bahkan bisa beli pakaian bentukan seperti itu setelah kawin sama Mas Garin.

Eh, nikah. Maap keseleo nih lidah. Lagian itu kata deket banget. Jadi kayak mirip gitu, suka salah akunya kan kalau lagi ngomong.

Dalam kamar mandi aku menggosok gigi dengan benar. Biar tidak ada sisa-sisa makanan yang tertinggal. Sekarang malahan aku nyengir lebar-lebar di depan cermin, memastikan kalau tidak ada biji cabe yang nyantol di sela-sela gigiku. Mencuci wajahku dengan sabun muka andalan yang dijamin membuat wajah menjadi halal. Membiarkan beberapa helai rambut yang tak ikut terikat di sekitar pelipisku basah karena air. Sebelum masuk ke dalam kamar mandi tadi aku berhasil menyelundupkan parfum badanku dan sebuah lip balm, agar bibirku ini tak terasa kering. Menyemprotkan sedikit ke telapak tanganku dan pada salah satu nadi di leherku. Katanya wangi akan lebih tahan lama jika dioleskan ke peredaran darah. Berlebihan sekali aku ini. Tapi tidak apa, hitung-hitung Mas suami senang.

My Troublesome Husband Where stories live. Discover now