DUA PULUH ENAM

19.4K 2K 212
                                    

Part sebelumnya napa pada bahagia banget kalean, pada semangat gina nggondok, wkwkwk.

Btw, puas tidak update kali ini? Sogokan dari ewel kalau besok gak bisa up cepet, hehehe, sorry 👥

*

*

*

*

*

Pagi ini terasa berbeda dari biasanya. Entah, aku tidak memiliki mood baik pagi ini. Kejadian kemarin sore, perdebatan dengan Mas Garin. Membuat diriku kepikiran sampai sekarang. Sakit hatiku tidak terkikis. Aku kemusuhan padanya. Kami tidak saling mengobrol semalam. Lebih tepatnya, diriku yang menghindari obrolan dengan dirinya. Memasang batasan mulai sekarang. Pagi hari terasa lesu. Matahari yang sudah di langit nyatanya tidak memberikan suntikan semangat padaku.

Cklek

Mas Garin baru keluar dari kamar mandi. Aku cepat-cepat menggantung setelan jasnya tak lupa dasi dan kaos kaki. Tidak mau kejadian mencari kaos kaki terulang lagi.

"Bajunya udah aku siapin" kataku padanya saat kami berpapasan. Aku berjalan ke arah ranjang kami untuk membereskannya. Saat Mas Garin mandi, aku terlalu lama bengong memandangi pakaiannya yang tergantung di dalam lemari.

Aku melepas seprai dan selimut dari kasur kami. Aku berencana menggantinya hari ini. Ingin memberikan nuansa baru, berharap bisa memberikan udara segar saat aku melihatnya. Aku butuh suasana baru. Mas Garin datang mendekat dan membantuku untuk membawa selimut berbalut seprai untuk memasukkanya ke keranjang.

"Aku bisa sendiri" tolakku, mencegah Mas Garin mengambil alih.

"Saya bantu" katanya, langsung mengambil alih dari tanganku.

Ia mengangkat gulungan selimut dan seprai itu dengan tubuhnya yang sudah memakai kemeja, bahkan kemejanya ia gulung sesiku untuk membantuku. Aku membiarkannya. Tidak mau banyak berdebat denganya kali ini. Terserah dia mau melakukan apa. Yang aku lakukan cuma harus menerimanya, kan.

Aku memilih untuk membersihkan balkon. Membiarkan Mas Garin melakukan apa yang ia mau. Aku tidak bercanda saat berniat untuk menghindarinya saat ini. Aku menemukan asbak Mas Garin yang sudah penuh dengan puntung rokok. Aku tahu semalam dia merokok saat tengah malam. Aku tahu, karena aku sama tidak bisa tidurnya semalam. Aku membersihkan meja dengan mengelapnya, mewadahi putung rokok yang berceceran dengan asbak. Lalu kubawa masuk, untuk membuangnya di tempat sampah dekat dengan pintu balkon. Aku melirik ke Mas Garin, diam-diam.

Aku berdecak, jengah dengan kelakuannya yang tidak berubah.

Aku mengembalikan asbak terlebih dahulu sebelum menghampiri Mas Garin. Seperti biasanya, Si Mas suka sekali menaruh handuknya sembarangan. Bahkan di kasur polos yang tidak dilapisi seprai. Aku meraih handuk basah itu.

"Biarin, saya bisa masukin ke keranjang" kata Mas Garin.

"Nggak usah, aku bisa, kok" sahutku, menghiraukan perkataannya. Aku ambil dan aku masukkan ke dalam keranjang pakaian, untuk nantinya dicuci.

"Mas."

"Ya?" dia menoleh ke diriku. Sambil membenarkan kerah kemejanya.

"Aku izin, nanti mau jemput Rizky ke stasiun" kataku, tetap berdiri di dekat ruang ganti.

"Boleh?"

"Kapan?" tanya Mas Garin.

"Nanti siang" jawabku.

"Saya antar, nanti saya jemput kamu"

Aku menolak, mendekat ke arahnya "nggak usah" aku menarik dasinya supaya lebih mengikat, tidak longgar, karena Mas Garin masih belum benar memakainya "kata Papa, kamu harus ketemu sama pemilik lahan" kataku, lalu menjauh darinya.

My Troublesome Husband Where stories live. Discover now