EMPAT PULUH EMPAT

15.2K 1.8K 157
                                    

Minta tolong bantu inline typo-ku, dan banyak-banyak gomawo untuk doanya 🌼

*

*

*

*

*

Aku beranjak dari meja makan saat mendengar kalau Ken baru pulang. Aku berdiri, kemudian berjalan menuju ruang tengah sebelum Ken lebih dulu naik ke kamarnya.

"Ken!" panggilku padanya yang sudah di ujung tangga. Dia menoleh padaku.

"Ma?" dia menampakkan wajah bingungnya, berjalan mendekati diriku dan menyalami tanganku "Mama kok disini?" tanyanya.

Aku mengangguk, mengelus pundaknya setelah tanganku disalami olehnya "Mama nginep malam ini" jawabku.

Dia ber-oh saja "udah dari tadi?" tanyanya lagi.

"Dari siang, Opa habis collapse" terangku pada Ken.

Ia tampak terkejut mendengarnya, "terus sekarang Opa gimana?" tanyanya langsung.

"Udah nggak papa, lagi istirahat sama Oma" jelasku lagi padanya "duduk dulu, Mama mau bicara" ajakku padanya sambil berjalan menuju sofa di ruang tamu.

Dia mengikuti ajakkanku untuk duduk di sofa, ia duduk di single sofa di sampingku.

"Dari mana aja?" tanyaku saat ia baru menempelkan bokongnya ke sofa.

"Main" jawabnya singkat padat jelas. Mau apa lagi selain main, dia juga belum boleh untuk ke sekolah. Kesenengan pasti.

"Mama telfon nggak bisa, kenapa?"

"Lowbat-low battery Ma, nggak bawa power bank juga" jelasnya.

"Kapan-kapan jangan sampai mati hand phone-nya, kalau kita lagi butuh terus kamu nggak bisa dihubungi gimana" nasihatku padanya. Bukan apa-apa, hanya jaga-jaga saja kalau memang saat itu kami memperlukan dia. Sedia payung sebelum hujan saja.

"Iya Ma, maaf, nggak sengaja juga" katanya merasa bersalah. Dia sedikit menunduk saat berbicara.

"Masih marah ke Mama sama Papa?" tanyaku to the point.

Dia mendongakkan kepalanya melihat diriku. Aku menyenderkan tubuhku ke punggung sofa, mencoba santai mendengarkan jawaban yang akan Ken katakan. Dia menegakkan tubuhnya, masih melihat diriku. Menyugar rambutnya yang mulai panjang.

Ken menggeleng "nggak, Ken nggak marah" katanya dengan mata yang melihat ke arah lain bukan padaku.

"Beneran? Terus ngapain kabur dari rumah" tanyaku lebih kepada menginterogasi dirinya.

"Iya" dia meyakinkan diriku "biasa, kesel aja."

"Kesel gimana?" pancingku, supaya ia lebih terbuka untuk cerita padaku.

Dia menatapku tidak suka, ia tidak segera menjawab "ya gitu."

"Gitu gimana?"

"Gitulah, Mama nggak tahu."

"Ya gimana mau tau, kamu nggak cerita."

"Yaudah, nggak usah" tolakknya kekeuh tidak mau memberitahu apa yang ia rasakan.

"Yaudah, Mama nggak maksa kamu cerita, tapi Mama cuma mau bilang, kalau kabur-kaburan itu nggak selesain masalah, kamu harus bilang ke Mama atau ke Papa biar kita paham apa yang kamu rasain, apa yang terjadi, biar Papa nggak marah kayak kemarin ke kamu" nasihatku.

Sekali dayung dua tiga pulau terlampau. Kalimat itu juga aku tujukan pada diriku sendiri. Aku juga harus sadar diri, kalau kabur-kaburan dari Mas Garin bukan hal tepat untuk menyelesaikan masalah. Kami akan sama-sama terhanyut dalam pikiran masing-masing dan tidak akan menunjukkan ujungnya.

My Troublesome Husband Where stories live. Discover now