TIGA PULUH ENAM

16.2K 1.7K 144
                                    

Correct me for my typo 🌼🌼

*

*

*

*

*

Aku membanting tubuhku ke atas kasur dengan keras hingga mulutku secara otomatis mengeluarkan suara lega. Rasanya tulang-tulangku remuk. Lima hari ini aku kerja rodi, dan Mbak Saras sebagai tuannya. Lima hari non stop membantunya menyiapkan lamaran. Dia kekeuh ingin menyiapkan semuanya sesuai keinginannya. Ya, iya sih. Tapi, ini yang repot ya aku jadinya. Orang dia juga masih rutin kerja. Aku yang repot kudu menelpon dirinya jika ada sesuatu yang di luar rencana. Memang mereka menggunakan Event Organizer, hanya saja Mbak Saras tipe orang yang curigaan, jadi ya ingin ada yang memantau. Memang tepat, tapi sekali lagi, aku yang repot. Mentang-mentang aku ini ibu rumah tangga, gak ada kerjaan, pemasukan lancar dari dompet si Mas Suami. Mangkanya disuruh bantu-bantu yang bantu banget ini, mah.

Hari ini saja, dari pagi sampai sore tadi aku sama tante Tantri mengecek makanan dan dekorasi yang udah di fix-kan oleh Mbak Saras. Hanya mengecek tapi lelahnya minta ampun. Sekalipun, acara hari ini atas permintaan Ibu Ratu Tantri dan acara, kan, diadakan di rumah. Ini kedua pasangan juga pada santai banget, masih sempat kerja. Begitupun Pak Lino yang masih mengurusi restaurant Mas Garin. Ini masih lamaran sudah aku yang repot. Nanti kalau mereka nikah, gempor, nih, kakiku.

Beda sekali dengan lamaranku. Setiap perempuan pasti punya pernikahan impian sekaligus lamaran. Karena ketiba-tibaan itu, aku serahkan semua pada Tante Tantri. Segalanya tentang lamaran bahkan sampai pernikahan. Aku hanya minta untuk acaranya tidak terlalu dibesar-besarkan. Untungnya saat itu Mama Erika memberikan kewenangan untuk memilih baju pernikahan sesuai keinginanku, walaupun hanya untuk resepsi. Dan baju untuk akad ia yang pilihkan sesuai adat.

Mama pernah bilang "Tante tau, pernikahan ini cepat, Tante nggak tahu apa alasan kalian menikah secepat ini, sebagai ibunya Garin nggak menyangka kalau kamu akan jadi menantu saya, yang saya tau sebagai perempuan kamu pasti punya impian pernikahan, jadi untuk gaun resepsi boleh kamu pilih sendiri, untuk akad tante mau sesuai adat keluarga kami."

Interaksi pertama Mama padaku, saat aku rasa ia sudah bisa menerimaku sebagai calon menantunya, perkataan yang sangat menyentuh. Pergantian peran dari asistennya lalu tiba-tiba jadi menantu sangat mengejutkan Mama Erika. Dia menjadi satu dari orang-orang yang tidak yakin akan keputusanku dengan Mas Garin untuk menikah. Begitupun dengan Ken, anak Mas Garin itu awalnya sangat dingin padaku. Dan juga Om dan Tanteku yang sangat tidak menyetujui diriku menikah dengan Mas Garin. Mereka berpikir aku menggantikan Mbak Saras demi kebaikan nama keluarga karena Mbak Saras yang tidak mau dengan Mas Garin. Juga Rizky. Awalnya semua sangat terjal sampai akhirnya kami berdua, aku dan Mas Garin bisa sampai pada apa yang dinamakan pernikahan. Lamaran ataupun acara pernikahan, mereka semua yang merencanakannya.

Aku sebagai calon pengantin, hanya duduk manis dan menerima. Kala itu, aku yang masih bimbang juga belum mencoba mencintainya, hanya berbekal rasa menghargai dan percaya, hanya ingin menikah denganya, Mas Garin.

"Mandi sana!" orang yang aku nikahi ternyata lelaki yang suka menyuruhku seperti sekarang.

Aku menaikkan kepalaku, melirik ke arahnya yang baru keluar dari kamar mandi. Ia tengah memakai celana lalu kaos oblong warna putih. Aku meletakkan kembali kepalaku diatas kasur.

"Ngapain kamu? mandi sana udah sore" lagi, lelaki itu menyuruhku.

Aku yang makin disuruh, makin malas. Aku mulai menggubah posisi tidurku menjadi telungkup, membenamkan kepaku di antara lipatan kasur yang berbalut sprei. Aku dengar Mas Garin mendekatiku. Tidak, sepertinya dia berhenti di depan cermin riasku. Biasanya ia akan mengambil hand lotion, ikut-ikutan karena katanya, tangannya suka kering dan tidak lembab.

My Troublesome Husband Where stories live. Discover now