TUJUH PULUH SATU

10.2K 1.3K 163
                                    

"Kaus kaki saya dimana satunya?"

Aku menghampiri Mas Garin dengan membawa semangkok buah anggur yang baru kucuci ke meja makan "udah aku siapin kayak biasanya" jawabku sampai di sampingnya yang kulirik belum memakai kaus kaki. "Kenapa nggak dipakai?"

"Nggak ada" keluhnya "saya cariin tinggal satu aja, pasangannya nggak tahu dimana" jelas Mas Garin kesal sekaligus mengeluh pada diriku.

Aku berdecak "ada, kamu kebiasaan deh nggak dilihat baik-baik" aku ikut mengeluh kini tentang dirinya.

"Nggak ada" kekeuhnya sambil mendekatkan cangkir kopi yang kubuatkan untuknya.

"Aku udah setahun lebih tinggal sama kamu, kalau kayak gini-gini selalu kamu yang nggak teliti, nyalahin aku terus" keluhku, sudah capek difitnah terus sama Mas Garin.

"Yaudah cariin, saya nggak nemu" suruhnya, tak mau lagi adu berkeluh kesah denganku.

"Gitu terus, bisanya kamu emang cuma nyuruh aku" kataku berlalu mencari kaus kaki milik Mas Garin-yang katanya hilang pasangannya.

Sekitar tiga menitan aku kembali ke ruang makan dengan membawakan sepasang kaus kaki putih milik Mas Garin kali ini bukan kaus kaki yang tadi-yang katanya hilang pasangannya tinggal satu. Sudah ada Ken duduk di kursi meja makan, sedang menikmati jus jeruk susu buatan bi Nar.

"Siapa yang masukin kaus kaki ke ranjang kotor" sindirku pada Mas Garin sambil meletakkan sepasang kaus kaki bersih baru untuknya-kuletakan di kursi kosong sebelahnya.

"Saya lihat cuma ada satu" jujurnya.

"Soalnya lihatnya pakek satu mata, mana bisa kaus kaki jalan sendiri masuk keranjang, emang namanya kaus kaki tapi bukan berarti punya kaki" keluhku pada Mas Garin. Pagi-pagi selalu saja ngerepotin istrinya.

"Mungkin nggak sengaja kebawa handuk saya" jawab Mas Garin sekenanya, ia mengambil buah anggur yang kusiapkan tadi.

"Udahlah Pa, iyain, kita kalah soal barang-barang rumah kalau dibandingin sama Mama" Ken menghabiskan anggur di dalam mulutnya sebelum lanjut berbicara "semua disini tuh punya Mama, makanya kalau kita yang nyari nggak ketemu, kalau sama Mama langsung nongol" sahut Ken yang berusaha menghentikan perdebatan kecil antara Mama Papanya, yang mungkin sudah ia dengarkan selama setahunan semenjak aku jadi Mama sambungnya. Tapi, perkataan Ken justru memancing diriku untuk mengklarifikasi, gaya banget bahasa gue.

"Nggak gitu, kalian aja yang kurang jeli, keburu emosi kalau nyari" sanggahku.

"Iya, udah emang paling bener Mama kamu" Mas Garin menyahuti sanggahanku. Aku yakin ia mengiyakan karena tak mau mendengarkan ocehanku pagi-pagi soal barang-barang di rumah.

"Sip, Ken setuju sama Mama" Ken ikut menyetujui apa yang kukatakan meski sebelumnya.

"Ck, yaudah buruan makan, nanti telat" kataku, mengambilkan nasi ke piring Mas Garin begitu pula dengan sayur dan lauk pauk untuk sarapan. Ken mengambil sarapannya sendiri seperti hari-hari biasa.

Sembari menunggu kedua laki-laki menjengkelkan ini sarapan, aku memilih untuk berselancar di media sosial sekaligus mencari resep kue terbaru. Aku mulai kembali menyibukkan diri di dunia per-baking-an setelah lama vakum. Beberapa waktu lalu saat kami pillowtalk, Mas Garin menawarkan agar kue buatanku diperjual belikan. Ia menawarkan untuk permulaan kue buatanku bisa di jual di caffe miliknya atau aku membuat resep untuk kue yang dijual di caffe itu. Dan, aku sedang memikirkannya. Sesekali menikmati morning tea-ku ditemani pemandangan keduanya sedang sarapan. Pemandangan pagi seperti di FTV keluarga kaya-yang di meja makan ada banyak makanan tapi yang dimakan cuma sepotong roti karena sudah telat, untungnya mereka-Mas Garin dan Ken makan masakanku.

My Troublesome Husband Where stories live. Discover now